Muna Barat – Di tengah kampung kecil yang sunyi di Desa Wakoila, Kecamatan Sawerigadi, Kabupaten Muna Barat berdiri sebuah rumah mungil, berlantai semen dengan dinding setengah papan setengah batako yang sudah mulai lapuk dimakan waktu.
Atap sengnya berkarat, menciptakan bunyi gemeretak tiap kali angin lewat, seolah ikut bersenandung lirih merasakan pedih yang tak terucap.
Di dalamnya, hidup keluarga sederhana yang setiap hari berjuang dalam diam, bertahan dari hantaman hidup yang kian menyesakkan.
Di rumah kecil inilah, Siti Aila, bayi berusia empat bulan, harus bergulat dengan takdir yang tak pernah ia minta: hidrosefalus, jantung bawaan sianotik, dan pneumonia yang menyesakkan napas kecilnya.
Siti Aila adalah putri kedua dari pasangan Jamil dan Isra Riawati. Mereka hanyalah keluarga petani miskin, berjuang dari hari ke hari dengan penghasilan serabutan.
Pekerjaan Jamil yang tak menentu, kadang di ladang, kadang menjadi buruh serabutan, hanya cukup untuk sekadar menyambung hidup. Isra, seorang ibu rumah tangga, setia merawat anak-anaknya dengan kasih sayang tanpa batas, meski hatinya selalu dihantui kecemasan akan hari esok yang tak pernah pasti.
Sudah sebulan lamanya keluarga ini menyadari ada yang tak beres pada tubuh mungil Siti Aila. Kepalanya membesar, napasnya kerap tersengal-sengal, dan tubuhnya terlihat lebih lemah dibandingkan bayi seusianya.
Diagnosis dokter seperti petir di siang bolong: hidrosefalus, jantung bawaan sianotik, dan pneumonia. Seolah semua rasa sakit dan ketidakadilan hidup tumpah ke dalam tubuh kecil yang bahkan belum sempat merasakan manisnya dunia. Rumah mungil mereka yang tadinya penuh dengan tawa kini berubah menjadi saksi bisu perjuangan yang tak berkesudahan.
Hanya BPJS, Tanpa Bantuan Lainnya
Dalam segala keterbatasan, hanya satu hal yang sedikit meringankan beban mereka: BPJS Kesehatan. Berkat Universal Health Coverage (UHC) yang diberlakukan di Kabupaten Muna Barat, Siti Aila bisa mendapatkan layanan kesehatan tanpa perlu membayar.
Namun, fasilitas BPJS itu pun tak sepenuhnya bisa menghapus rasa getir yang terus menyelimuti keluarga kecil ini. Hingga kini, belum ada bantuan lain yang datang, baik dari pemerintah maupun pihak lain.
Di rumah sempit itu, Jamil hanya bisa memandang dengan mata kosong ke luar jendela kecil berdebu, menatap ladang-ladang yang kering dan jalan tanah berkerikil yang menghubungkan mereka dengan dunia luar. Ia merasa terperangkap dalam ketidakberdayaan, tak tahu harus ke mana lagi mencari pertolongan.
Tangan yang Terulur: Harapan dari FH Connection
Namun di tengah kepedihan itu, secercah harapan datang dalam wujud FH Connection. Sebuah organisasi sosial yang diam-diam mendatangi rumah Siti Aila dengan membawa bantuan yang bagi mereka bagaikan oasis di tengah gurun.
Ashar Rizal Suarfat, perwakilan dari FH Connection, datang menyerahkan bantuan berupa uang tunai dan kebutuhan perawatan yang sangat berarti bagi keluarga ini. Bukan hanya bantuan materi yang mereka bawa, tetapi juga harapan—sesuatu yang selama ini nyaris hilang dari pandangan Jamil dan Isra.
“Kami tahu ini tidak mudah, tapi kami ingin kalian tahu bahwa kalian tidak sendiri,” ujar Ashar Rizal, Rabu (28/8) sambil menahan getar di suaranya.
Dia tahu, bantuan ini hanya setetes di tengah lautan masalah yang harus dihadapi keluarga Siti Aila, namun setidaknya mereka ingin menunjukkan bahwa ada yang peduli, ada yang memperhatikan.
Perjalanan Menuju Kendari: Taruhan Nyawa Kecil di Ujung Jalan
Hari itu juga, Siti Aila dirujuk ke RS Bahteramas Kendari. Perjalanan panjang dari Muna Barat menjadi satu-satunya harapan terakhir untuk memberikan perawatan lebih intensif bagi bayi kecil ini. Jamil menggendong putrinya dengan hati-hati, seakan setiap langkah yang diambil adalah tarikan napas terakhir yang tak ingin ia sia-siakan. Dengan senyum tipis, Isra Riawati menyembunyikan ketakutannya.
“Kami ingin Aila sembuh, ingin dia tumbuh besar dan kuat seperti anak-anak lainnya,” lirihnya, berharap segala usaha dan doa mereka akan membuahkan hasil.
Di balik wajah tegar Jamil, tersimpan ketakutan yang tak pernah bisa ia ungkapkan. Bagaimana jika pengobatan ini tidak berhasil? Bagaimana jika mereka tak lagi sanggup bertahan? Segala pertanyaan itu menghantui setiap langkah mereka, namun mereka memilih untuk tetap berjalan, meski dengan mata yang penuh air mata dan hati yang terluka.
Mengubah Hidup dan Masyarakat: Aila, Cermin Kesulitan Kita
Kisah Siti Aila bukan sekadar cerita tentang seorang bayi yang berjuang melawan penyakit, tetapi juga cerminan dari kehidupan banyak keluarga miskin di pelosok negeri yang kerap terlupakan. Di balik dinding-dinding rumah sempit dan atap seng berkarat, ada banyak Siti Aila lain yang berjuang tanpa pernah disorot, yang terpaksa menyerah pada takdir karena ketiadaan bantuan.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa kepedulian tak perlu menunggu datangnya sorotan kamera atau teriakan massa. Bantuan sekecil apapun, ketika diberikan dengan tulus, akan menjadi penerang di tengah kegelapan. Seperti FH Connection yang telah menunjukkan bahwa tangan yang terulur di saat genting bisa mengubah jalan hidup seseorang.
Bagi Jamil dan Isra, perjuangan ini belum selesai. Mereka masih harus terus berlari mengejar harapan yang entah ada di mana. Namun satu yang pasti, Siti Aila akan terus berjuang, meski dengan napas yang tersengal dan tubuh yang lemah. Di setiap tetes air mata yang jatuh di lantai semen rumah kecil mereka, ada doa yang tak pernah putus, mengiringi setiap langkah dan tarikan napas bayi kecil itu. Sebab bagi mereka, selama masih ada harapan, hidup ini masih layak untuk diperjuangkan.
Laporan: Denyi Risman