Tiga Direktur Tambang dan Kepala KUPP Kolaka Jadi Tersangka Korupsi Ore Nikel

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra, Iwan Catur, memberikan keterangan pers terkait penetapan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengangkutan ore nikel ilegal melalui Pelabuhan Kolaka, Jumat (25/4). Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Skandal besar di sektor pertambangan dan pelabuhan kembali terbongkar. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang terkait pengangkutan ore nikel ilegal melalui pelabuhan di Kolaka. Para tersangka adalah tiga direktur tambang dan seorang pejabat pelabuhan strategis.

Empat nama yang kini berstatus tersangka yakni MM selaku Direktur Utama PT AM, MLY sebagai Direktur PT AM, ES selaku Direktur PT BPB, dan SPI yang menjabat Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka.

“Dalam perkara tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan wewenang Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kolaka dalam penerbitan persetujuan sandar dan berlayar kapal pengakut ore nikel yang menggunakan dokumen PT. AM melalui terminal khusus (Jety) PT. KMR,” ungkap Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra, Iwan Catur, dalam keterangan resminya, Jumat (25/4).

Sebelum dijerat hukum, ketiga direktur perusahaan tambang sempat menghindari pemeriksaan. Penyidik pun terpaksa turun tangan dengan tindakan tegas: penjemputan paksa di tiga kota berbeda.

“MM di Gresik, Jawa Timur. MLY dijemput di Kolaka, sementara ES diamankan di Jakarta Utara. Semua langsung diperiksa sebagai saksi dan tersangka,” ujar Iwan.

Setelah diperiksa, ketiganya langsung ditahan. MM dan MLY ditahan di Rutan Kendari, sementara ES dititipkan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI di Jakarta.

Penyidikan menguak skema kolusi antara para pelaku usaha tambang dan pejabat pelabuhan. Pada Juni 2023, tersangka ES diketahui menjalin komunikasi dengan H, Direktur PT Kurnia Mining Resource (KMR), guna menggunakan jetty milik PT KMR. Ore nikel yang berasal dari wilayah IUP milik PT PCM kemudian ‘disulap’ menggunakan dokumen PT AM agar terlihat legal.

“Hingga pada akhirnya pada tanggal 17 Juni 2023 ditandatangani Perjanjian Jasa Pelabuhan antara H (Direktur PT Kurnia Mining Resource) dengan MLY terkait penggunaan pelabuhan jetty PT. KMR untuk penjualan ore nikel yang dijual menggunakan dokumen yang seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT. AM,” tegas Iwan.

Tak hanya pengusaha tambang, SPI yang menjabat Kepala KUPP Kolaka juga terseret dalam pusaran korupsi ini. Meski belum ada persetujuan dari Dirjen Perhubungan Laut, SPI tetap mengeluarkan izin berlayar untuk kapal pengangkut ore nikel bermasalah, dan diduga menerima sejumlah uang dalam setiap persetujuan.

“Akibat penjualan ore nikel tersebut negara telah dirugikan sebesar Rp. 100 Milyar lebih, nilai pasti kerugian negara masih dalam proses perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor,” terang Iwan.

Kini, keempat tersangka harus menghadapi jerat hukum berat. Mereka disangkakan melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 12 dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman maksimal hingga 20 tahun penjara. Kejati Sultra menegaskan penyidikan akan terus dikembangkan untuk membongkar jaringan mafia tambang yang lebih luas.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!