Kendari – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) mendesak Polisi memeriksa oknum berinisial ALX yang diduga sebagai otak penambangan ilegal di eks IUP PT Hafar Inditech di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara (Konut).
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, mengungkapkan, ALX melakukan penambangan di lokasi tersebut tanpa mengantongi izin maupun kontrak kerja dengan pihak PT Antam sebagai pemilik konsesi.
Hendro mengklaim mempunyai bukti yang cukup aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan ALX. Bukti tersebut siap iya serahkan ke aparat penegak hukum jika dibutuhkan.
“Jadi kami sudah punya bukti-bukti, terkait dengan kegiatan Pak ALC ini tidak disertai dengan dokumen perizinan maupun kontrak kerja dari PT Antam selaku pemilik konsesi,” kata Hendro, Sabtu (22/10).
Hendro menuturkan bahwa pihaknya sudah mengonfirmasi langsung kepada ALX terkait dugaan penambangan ilegal di lokasi eks IUP PT Hafar, dan menurut Hendro, ALX mengakui hal itu.
“Jadi yang bersangkutan (ALX) ini sudah mengakui sendiri, bahwa mereka melakukan penambangan hanya berdasarkan kerjasama dengan pemilik lahan. Tidak ada yang namanya kontrak kerja atau SPK dari PT Antam,” ungkapnya.
Untuk itu, pria yang karib disapa Egis ini berpendapat sudah sepantasnya aparat penegak hukum melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap oknum penambang berinisial ALX. Sebab yang bersangkutan telah mengakui perbuatannya melakukan penambangan tanpa izin.
“Saya kira jelas, berdasarkan Pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang bersangkutan (ALX) wajib untuk dipanggil dan diperiksa terkait dugaan melakukan kegiatan penambangan tanpa izin,” katanya.
Hendro juga meminta, agar Aparat penegak hukum baik Polda Sultra ataupun Kejati Sultra untuk mengamankan kargo hasil penambangan ALX dan kawan-kawan yang diduga masih berada di lokasi eks IUP PT Hafar Indotech.
“Setau kami mereka (ALX dkk) punya kargo yang berada di eks IUP PT Hafar, dan itu harus segera diamankan sebelum dijual oleh mereka. Karena kalau sampai dijual, maka itu akan menimbulkan kerugian negara. Mumpu belum dijual, kargo itu harus disita oleh negara,” pungkasnya.
Editor: Wiwid Abid Abadi