Muna Barat – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muna Barat (Mubar), La Edi, menjawab tudingan bahwa Penjabat (Pj) Bupati, DLH dan DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) melakukan pemufakatan jahat terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan komplek perkantoran Bumi Praja Laworoku.
La Edi menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan bahwa setiap kegiatan usaha yang terkait lingkungan, wajib mendapat izin lingkungan berupa Amdal, UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) dan SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).
Dalam Permen LHK terbaru Nomor 4 Tahun 2021 juga, lanjut Edi, mengatur tentang kewajiban bagi setiap usaha untuk mendapatkan Amdal, UKL-UPL dan SPPL sesuai kewenangan dan luasan area yang digunakan.
Kaitanya dengan pembangunan komplek perkantoran Bumi Praja Laworoku, Edi mengatakan, seharusnya pada saat perencanaan awal sudah menjadi wajib bagi pemangku kepentingan untuk memasukkan anggaran penyusunan dokumen Amdal sebelum dimulainya pekerjaan peletakan batu pertama oleh pemerintahan Mubar sebelumnya sekitar tahun 2018 lalu.
“Tapi pada kenyataannya hal itu memang tidak dilakukan,” kata Edi kepada Sultranesia, Selasa (27/12).
Kemudian, lanjut Edi, Pj Bupati Mubar Dr Bahri hadir untuk melanjutkan pembangunan komplek perkatoran Bumi Praja Laworoku yang sempat terhenti.
Namun, niat Pj Bupati Mubar menuntaskan pembangunan itu terkendala dengan izin lingkungan. Maka untuk menjawab kendala itu dilahirkanlah izin lingkungan dalam bentuk UKL-UPL sesuai kewenangan Pj Bupati sambil menunggu penyusunan dokumen Amdal pada Tahun 2023.
“Ini adalah salah satu wujud ketaatan dan kepatuhan hukum yang ditunjukkan oleh Dr Bahri dalam menyikapi kondisi sebelumnya terkait belum adanya Amdal, sementara di sisi lain menjadi kebijakan prioritas untuk segera menuntaskan pembangunan kantor bupati dan yang lainya yang menggunakan lokasi dengan luasan kurang dari 5 hektar berdasarkan kewenangan bupati untuk melahirkan dokumen UKL-UPL di tahun 2022 ini,” jelasnya.
Edi dengan tegas membantah bahwa ada pemufakatan jahat dalam pembangunan komplek perkantoran tersebut. Menurut dia tidak ada pelanggaran konstitusi di dalamnya, semua berjalan sesuai kewenangan.
Selain itu, kata dia, tidak ada pihak yang dirugikan, baik dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan tersebut. Terlebih lagi, sambung Edi, tidak ada sedikitpun keuntungan yang diperoleh dari prosesnya, yang terjadi hanyalah semata-mata kebijakan untuk mempercepat proses pelayanan publik.
“Jadi kalau ada pihak yang mempersoalkan kebijakan ini apalagi menuding ada persekongkolan jahat, maka itu adalah asumsi semata yang tidak mendasar,” pungkas La Edi.
Editor: Denyi Risman