Kendari – Sulawesi Tenggara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam melimpah. Ada banyak sektor unggulan sehingga provinsi dengan ibukota Kendari ini dikenal oleh khalayak publik, beberapa diantaranya adalah sektor pertambangan, pertanian, perkebunan dan peternakan, serta perikanan dan kelautan.
Sektor Pertambangan
Indonesia memiliki tambang nikel seluas 520.877,07 hektare (ha). Tambang nikel tersebut tersebar di tujuh provinsi yakni Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sulawesi Tenggara, Parinringi mengatakan, dari data tersebut, Sulawesi Tenggara memiliki sebaran lahan tambang nikel terluas dengan luas mencapai 198.624,66 hektare (ha).
Menurut Parinringi, eksistensi tambang di Sulawesi Tenggara mulai dieksploitasi sejak tahun Data menunjukkan nikel Sultra telah di eksploitasi sejak tahun 1934 . Setelah 2007, produksi nikel Sulawesi Tenggara terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan seiring dengan naiknya permintaan nikel. Di tahun tersebut pula, hanya dua perusahaan raksasa pertambangan nikel yang berada di Sulawesi Tenggara, yaitu PT Antam Pomalaa dan PT Inco yang sekarang namanya menjadi PT Vale Indonesia (PT Vale). Kedua perusahaan tambang tersebut masih eksis hingga saat ini.
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara, pada tahun 2019, pertambangan di Sulawesi Tenggara berkembang pesat menjadi sekitar 138 perusahaan pertambangan nikel. Cadangan potensi pertambangan nikel juga cukup besar yang ditaksir mencapai 97 miliar ton.
“Potensi kita cukup besar sehingga perlu dikelola dengan maksimal demi peningkatan perekonomian masyarakat Sultra itu sendiri,” ujar Parinringi.
Seiring berjalannya waktu, di tahun 2023 ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI kembali menetapkan 10 Proyek Strategi Nasional (PSN), dimana tiga diantaranya berada di Sulawesi Tenggara yang terdiri dari Kawasan Industri Indonesia Pomalaa Industry Park yang berada di Kabupaten Kolaka, Kawasan Industri Motui di Kabupaten Konawe Utara (Konut), dan Kawasan Industri Kendari yang berada di Kota Kendari.
“Dari tiga PSN di Sulawesi Tenggara tersebut, satu diantaranya berstatus penanaman modal asing (PMA) dan dua lainnya berstatus penanaman modal dalam negeri (PMDN),” tambahnya.
Menurut Parinringi, PSN yang ada di Sulawesi Tenggara ini akan didorong percepatan pembangunannya sebagaimana arahan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI sehingga dampak dari PSN ini secepatnya juga dapat dirasakan oleh masyarakat, terutama pada sisi pertumbuhan ekonomi di Sultra.
Sektor Pertanian
Sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian daerah di Sulawesi Tenggara. Bahkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) terus mengawal program strategis dalam menghadapi krisis pangan global di Sulawesi Tenggara.
Program yang dikenal dengan sebutan “Sejuta Hektare Lahan” ini diluncurkan sejak Agustus 2022 lalu oleh Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo. Hal ini untuk merespon terjadinya perubahan iklim global, tekanan geopolitik, dan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung sehingga mengancam terjadinya krisis pangan.
Adapun komoditas pertanian strategis yang dikembangkan yaitu cabai, padi, jagung, kedelai, ubi kayu, sorgum, bawang merah, sagu, daging sapi, daging kambing, itik, ayam, porang, sarang burung walet, telur, gula tebu, dan gula nontebu (stevia, aren, dan lontar).
Dari hasil pengelolaan sektor pertanian, Sulawesi Tenggara melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sultra telah mengirim beberapa hasil pertanian hingga perikanan dan kelautan Sultra ke luar daerah.
Terbaru, melalui program misi dagang, Kadin Sultra bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sultra kembali mengirim komoditas pertanian ke Surabaya, Jatim. Komoditas pertanian tersebut berupa 24 ton jagung pipil dengan harga Rp144 juta yang dikirim melalui CV Sengkang Duta Comoditi, sebuah perusahaan binaan Kadin Sultra pada 21 Februari 2023.
“Misi dagang menjadi salah satu program unggulan Kadin Sultra dibawah kepemimpinan Anton Timbang dalam upaya membantu pelaku usaha lokal go nasional hingga internasional,” tambahnya.
Sektor Perkebunan dan Peternakan
Sektor perkebunan dan peternakan menyokong pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara. Tercatat realisasi investasi sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan pada 2022 mencapai Rp345,63 miliar.
Khusus sektor perkebunan, komoditas kelapa, kakao, mete, dan lada masih menempati urutan teratas sebagai komoditas ekspor. Sementara untuk sektor peternakan Sultra unggul dalam produksi daging sapi yang produksinya terus meningkat setiap tahunnya.
Pertumbuhan dan peningkatan sektor perkebunan dan peternakan ini juga dibuktikan dengan data Karantina Pertanian Kota Kendari pada 2022 yang mencatat setidaknya ada 110 sertifikasi baik hewan maupun tumbuhan yang diekspor atau keluar dari Sultra. Capaian tersebut bahkan melampaui target sebanyak 140 persen di 2022 lalu.
Pada tahun 2021, secara domestik di wilayah Sultra sebanyak 28.056 melebihi 140 persen dari terget yang ditetapkan sebanyak 19.903 sertifikasi.
“Pada lalulintas domestik komoditas hewan tersertifikasi sebanyak 12.456 didominasi pada hewan DOC, produk hewan daging ayam dan telur ayam, untuk komoditas tumbuhan tersertifikasi sebanyak 15.600 didominasi pada sektor perkebunan yakni kopra, lada biji, inti sawit, dan cangkang sawit,” katanya.
Sementara ekspor komoditas perkebunan dan peternakan Sultra diantaranya ke negara Malaysia, Jepang, Singapura, Central African Republic, Vietnam, Tiongkok, Korea Selatan, Belanda, Australia, Inggris, Belgia dan beberapa negara kawasan Eropa lainnya.
Sektor Perikanan dan Kelautan
Sulawesi Tenggara juga memiliki potensi perikanan dan kelautan yang luar biasa. Bahkan, potensi di dua sektor ini diyakini bisa menjadi penopang utama ekonomi Indonesia dimasa mendatang. Sesuai data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra pada 2017 lalu, potensi ikan di Sultra mencapai 15 juta ton lebih per tahun.
Dari jumlah tersebut, yang diekspor tahun 2017 mencapai 1.822 ton atau senilai Rp85 miliar. Sedangkan ekspor dalam bentuk hidup, kurang lebih 89 ton atau senilai Rp20,5 miliar. Dari data tersebut, ekspor terbanyak yaitu komoditas kepiting dengan negara tujuan utama Singapura dan Hongkong.
“Dari tahun ke tahun, dua sektor ini terus mengalami peningkatan,” bebernya.
Sumberdaya ikan Sultra berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 dan 714, meliputi wilayah perairan laut pengelolaan sumberdaya ikan di laut Flores dan Selat Makassar. Namun daerah penangkapan ikan dapat mencakup Laut Banda, Laut Arafuru, Laut Seram dan Teluk Bone.
Adapun komoditas sejumlah hasil laut di seluruh wilayah perairan Sultra di antaranya udang, ikan tuna, ikan cakalang, ikan tongkol, ikan kakap, ikan tenggiri, ikan kerapu, ikan baronang, ikan hias dan cumi-cumi. Bahkan, sejumlah komoditas laut sudah menembus pasar nasional hingga internasional (ekspor).
Dari data yang diterima, produksi dan nilai produksi tangkap di laut pada 2021 menunjukan trend yang baik. Ada empat komoditas laut yang memiliki nilai produksi tangkap sangat tinggi yakni ikan jenis cakalang, tongkol, tuna dan udang.
Dengan adanya keunggulan di sektor tersebut, Parinringi menyebut, para investor tidak perlu ragu untuk melakukan investasi di Sultra. Pasalnya, ada banyak pilihan yang ditawarkan oleh Sultra dan DPM-PTSP Sultra akan selalu memberikan kemudahan bagi investor yang akan melakukan investasi.
“Semua ini dilakukan demi menunjang perekenomian masyarakat Sultra,” pungkasnya.
ADVETORIAL