Kendari – Dirreskrimum Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan gelar perkara khusus kasus tabrak di Kabupaten Konawe bernama Juliansyah.
Dalam gelar perkara khusus yang dilaksanakan di Aula Ditreskrimsus Polda Sultra pada Kamis (15/6) itu menghadirkan ibu korban atau pelapor, terlapor dan penyidik Polres Konawe.
Ketua LBH HAMI Sultra, Andri Dermawan menyatakan, dilaksanakannya gelar perkara ini atas permintaan pihaknya dengan menyurat ke Polres Konawe agar dilakukan gelar perkara khusus atas aduan kliennya pada 11 Juli 2022 lalu tentang kematian anak korban.
“Kami ajukan bulan Mei 2023 kemarin, akhirnya dikabulkan dan dilaksanakan hari ini,” ujar dia.
Permintaan gelar perkara khusus ini tidak lepas dari kejanggalan yang ditemukan pihak keluarga korban saat pertama kali melihat korban terbaring dan sudah tak bernyawa di Puskesmas.
Dimana, Andri Dermawan menjelaskan sebelumnya pihak keluarga mendapat informasi dari terlapor bahwa korban meninggal dunia setelah ditabrak sebuah mini bus.
Namun setelah didalami kasus tabrak lari ini lebih jauh, ditambah LBH HAMI Sultra turut serta mendampingi pelapor banyak kejanggalan. Diantaranya, luka ditubuh korban dianggap tidak masuk akal jika harus dikatakan itu sebagai kasus tabrak lari.
“Luka-luka itu bisa diliat dari foto dan ada keterangan saksi yang memandikan korban,” katanya.
Karena kejanggalan ini, LBH HAMI Sultra meminta kepolisian untuk mendalami kasus ini, guna mengungkap kasus yang konon ini kasus tabrak lari. Sebab menurut dia, didalam kasus tabrak lari ini ada motif lain yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Pasalnya jika diulik lebih dalam, sebelum kematian korban, ada cerita yang tidak terungkap. Seperti pengakuan terlapor, bahwa ada pertemuan di balai desa yang rencananya terlapor dan korban akan berkelahi atau duel dan itu diketahui adik korban.
Namun hal tersebut tidak terungkap di pemeriksaan polisi. Sementara penyidik Polres Konawe hanya berpatokan kepada keterangan Indra yang saat itu menjadi saksi.
Seperti waktu kejadian kecelakaan, dalam keterangan polisi kecelakaan terjadi sekitar pukul 22.00 Wita. Sementara pihak keluarga korban mendapat informasi jika korban alami kecelakaan sekitar 01.45 Wita. Ditambah keterangan, Indra yang menyebut bahwa dia menyampaikan ke keluarga korban sesaat setelah kejadian.
“Disitu kan ada rens waktu yang berbeda. Inilah yang kami sebut ada kejanggalan dalam kasus kematian anak klien kami,” tutur Andri.
Kemudian kejanggalan lainnya yang dapat menjadi pertimbangan polisi, lanjut dia keterangan pelaku yang berbelit-belit alias tidak jelas. Misal terlapor melihat korban sebelum ditabrak sedang jongkok dipinggir jalan.
Pernyataan lainnya lagi, terlapor melihat korban sedang berjalan, berdiri yang mana salah satu kaki korban berada di bahu jalan. Sementara terlapor seperti yang dia jelaskan, bahwa terlapor sendiri pergi buang air kecil.
Olehnya itu, Andri menginginkan adanya otopsi kepada jasad korban. Karena kalau kondisi para saksi menutup informasi yang sebenarnya, otopsi dapat menjadi salah satu cara untuk mengungkap kasus ini, sebab luka korban begitu banyak.
Sebab, apabila pihak kepolisian tetap mengacu pada hasil visum korban dari pihak rumah sakit, itu tidak akan cukup untuk membuka tabir kasus kematian korban.
“Visum itu hanya menggambarkan kondisi luka, tidak menjelaskan bagaimana luka itu bisa terjadi dan itu yang bisa melakukan hanya dokter forensik. Jika tidak ada biaya, nanti kami yang usaha mencari biaya supaya otopsi bisa dilakukan,” jelasnya.
Selain itu, Andri menambahkan untuk penanganan kasus ini yang sebelumnya ditangani Polres Konawe, kiranya bisa diambil alih oleh Polda Sultra atau Mabes Polri.
Pasalnya, dia menilai, sudah setahun kasus ini ditangani Polres Konawe belum juga ada kejelasan. Bahkan mereka tidak pernah melakukan pemeriksaan saksi lain.
“Kita berharap, kesimpulan hasil gelar perkara ini, kasusnya bisa lanjut ke penyidikan dan jangan lagi ditangani di Polres, Polda Sultra harus ambil alih,” pungkasnya.
Editor: Muh Fajar Ragil Ananta