Kendari – PT Bosowa Mining mendapat kuota RKAB Tahun 2023 sebesar 3 juta ton dari Kementrian ESDM RI. Hal itu diungkapkan Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo.
Menurut Hendro, pemberian kuota penjualan bijih nikel jutaan ton ke PT Bosowa Mining itu dinilai ada yang janggal.
“Saya rasa pemberian kuota RKAB Tahun 2023 kepada PT Bosowa Mining sebesar 3.000.000 ton ini janggal jika dikorelasikan dengan potensi cadangan pre nikel yang dimiliki perusahaan itu,” kata Hendro dalam keterangannya, Sabtu (2/9).
“Ini perlu ditelusuri, bagaimana bisa PT Bosowa Mining mendapatkan kuota yang begitu besar hingga 3 juta ton sementara kondisi cadangan nikelnya sudah ditau seperti apa,” imbuhnya.
Pria yang karib disapa Egis ini mengungkapkan, PT Bosowa Mining telah beroperasi selama 12 tahun sejak izin usaha pertambangan operasi produksi diterbitkan pada 2011.
“PT Bosowa Mining telah beroperasi kurang lebih 12 tahun, tapi tahun 2023 ini masih diberikan kuota sebesar 3 juta ton. Tentu ada kejanggalan menurut kami,” katanya.
Yang menjadi kekahwatirannya, lanjut Hendro, kuota sebesar itu dan diduga tidak sesuai dengan cadangan mineral di wilayah IUP-nya digunakan untuk memfasilitasi penjualan ore nikel ilegal atau dengan kata lain sebagai fasilitator dokumen terbang bagi penambang ilegal.
“Jangan sampai yah, kuota sebesar 3 juta ton itu nantinya digunakan untuk memfasilitasi dokumen terbang ke penambang ilegal. Karena kita sudah melihat hal serupa seperti yang dilakukan oleh PT KKP misalnya, ini kekhawatiran saya,” katanya.
Oleh karena itu, Hendro Nilopo mendesak pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk menyelidiki pemberian kuota kepada PT Bosowa Mining yang dinilai janggal tersebut.
“Kami minta agar Kejati Sultra untuk menyelidiki proses pemberian kuota RKAB 2023 kepada PT Bosowa Mining sebesar 3 juta ton itu, apakah sudah sesuai mekanisme atau ada indikasi pelanggaran hukum,” ujarnya.
Hendro mengingatkan, kasus serupa juga terjadi antara pihak PT KKP dengan oknum di Kementerian ESDM RI yang dimana keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pusaran kasus korupsi pertambangan di wilayah IUP PT Antam Konut di Blok Mandiodo.
“Kan sudah ada contoh kasus seperti PT KKP, kuota RKAB-nya besar sekali tapi tidak sesuai dengan cadangan nikelnya, dan akhirnya kuota itu digunakan untuk memfasilitasi penambang ilegal. Dan sekarang kasusnya sedang ditangani Kejati,” katanya.
“Sebelum kasus PT KKP di Blok Mandiodo ini mencuat ke publik dan ditangani jaksa, kami pernah menyuarakan tentang janggalnya pemberian kuota RKAB dari Kementrian ESDM ke PT KKP, dan akhirnya itu terbukti sekarang, untuk itu kami mengingatkan juga terkait pemberian kuota ke PT Bosowa, seperti ada yang janggal,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Sultranesia belum berhasil mengonfirmasi pihak PT Bosowa Mining terkait kekahwatiran Ampun soal kuota 3 juta ton.
Editor: Wiwid Abid Abadi