Kendari – Warga Tapak Kuda Bersatu menolak dengan tegas rencana pengosongan lahan yang diminta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari.
Seperti diketahui, Dinas PU dan Tata Ruang Kota Kendari mengirimkan surat pada 9 Agustus 2023 yang pada intinya meminta warga sekitar Jln By Pass Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, untuk mengosongkan lokasi dan membongkar bangunannya karena dianggap melanggar pembangunan dan pemanfaatan fungsi ruang.
Melalui kuasa hukumnya, Didit Hariadi, warga Tapak Kuda menegaskan menolak rencana pengosongan lahan itu, sebab warga mempunyai alas hak berupa sertifikat di atas lahan mereka.
“Teman- teman akan bertahan, sebab mereka punya alas hak berupa sertifikat. Sertifikat ini kan produk negara yang diterbitkan oleh BPN. Sangat ironis jika prodak negara tapi negara (Pemkot Kendari) sendiri yang akan menghancurkan prodaknya,” kata Didit kepada awak media, Sabtu (9/9).
Didit mengatakan, Pemkot Kendari tak bisa sewenang-wenang meminta warga mengosongkan lahannya, sebab warga punya alas hak kuat yang diberikan oleh negara, dalam hal ini BPN. Harusnya, lanjut Didit, Pemkot menemui warga dan mencarikan solusinya.
“Kalau bicara soal tempat ini adalah ruang terbuka hijau yang harus indah dan sebagainya, ya ayo kita bicarakan bersama, cari solusi, tapi kalau bicara soal penggusuran, pengosongan lahan tanpa solusi, saya rasa harga mati teman-teman di sini (Tapak Kuda) akan mempertahankannya,” katanya.
Didit mengatakan, jika Pemkot berdasar pada pemanfaatan ruang terbuka hijau meminta warga Tapak Kuda pergi, seharusnya Pemkot melihat ke belakang, di Kota Kendari ini berapa banyak ruang terbuka hijau yang tidak sesuai peruntukannya.
“Pemerintah harus buka mata lebar-lebar, jangan tebang pilih melihat wilayah ini, harus lihat juga ke belakang, berapa banyak wilayah ruang terbuka hijau di Kendari yang juga dibangunkan bukan pada pada peruntukannya oleh para pemilik modal,” ujarnya.
“Lalu kalau memang lokasi ini mereka (Pemerintah) tahu dan katakan ruang terbuka hijau, seperti yang tertuang dalam suratnya yang merujuk pada RTRW Kendari Tahun 2012, kenapa teman-teman di sini diberikan hak untuk mendapatkan sertifikat, kenapa tidak dari awal diberi teguran, atau sertifikatnya tidak diterbitkan. Ini lah ironinya, kami melihat di sini ada kepentingan penguasa dan pengusaha, itu dugaan kami,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Ketua Tapak Kuda Bersatu, Bustam, mengatakan bahwa dia dan warga lainnya sudah menempati wilayah itu sejak Tahun 1970-1980. Lalu pada medio 2006, beberapa warga mulai mengurus sertifikat, dan sertifikat di lokasi ini mulai diterbitkan.
Menurut Bustam, ada sekitar 20 lebih warga yang memegang sertifikat di sekitar wilayah Tapak Kuda. Warga juga sudah membangun, baik bangunan permanen maupun semi permanen. Bahkan warga telah membangun rumah tempat tinggal mereka.
“Kami ada di tempat ini sejak Gubernur Sultra masih Pak Laode Kaimoeddin, selama kami di sini juga tak ada masalah. Selama tiga kali periode Wali Kota, mulai Pak Masyhur Masie Abunawas, Pak Asrun, sampai Pak Sul, kami di sini aman saja, tapi kenapa sekarang baru kami diminta untuk keluar dari lahan kami,” ungkap Bustam.
Bustam menegaskan, warga Tapak Kuda akan tetap menolak mengosongkan lahan mereka jika tidak ada solusi yang ditawarkan Pemkot Kendari.
“Kalau pemerintah mau ambil lahan ini, tidak ada masalah, yang penting dibayar, diganti rugi, tapi kalau lahan ini mau diambil begitu saja, jangan dulu. Kami lawan,” ujarnya.
“Intinya selama tidak ada solusi dari Pemerintah Kota, kami tetap akan menolak pengosongan di lahan kami,” tegasnya.
Editor: Muh Fajar RA