Kendari – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) bakal melaporkan PT Indonusa Arta Mulya ke Kejagung dan KPK.
Hal ini dikatakan Direktur Ampuh Sultra Hendro Nilopo kepada awak media, Sabtu (6/1).
Kata Hendro laporan itu terkait dugaan kejanggalan penerbitan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan Persetuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) PT Indonusa Arta Mulya.
Menurut Hendro, RKAB PT Indonusa diterbitkan pada Maret 2023 lalu. Padahal, kata dia, pada Maret 2023 seluruh wilayah IUP PT Indonusa Arta Mulya masih berstatus kawasan hutan lindung.
“RKAB-nya disetujui pada Maret 2023 dengan kuota sekitar 300.000 metrik ton,” ungkap Hendro.
Menurutnya, persetujuan RKAB PT Indonusa Arta Mulya pada Maret 2023 lalu dinilai janggal. Sebab pada Maret 2023 seluruh wilayah IUP perusahaan tersebut masih berada di atas kawasan hutan lindung.
“Lebih tepatnya pada Maret 2023 belum dilakukan perubahan fungsi hutan di wilayah IUP PT IAM, yang dimana saat itu seluruh wilayah IUP PT IAM berada diatas kawasan hutan lindung,” bebernya.
Yang menjadi kejanggalan, ungkap Hendro, Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan PT Indonusa Arta Mulya baru diterbitkan pada Agustus 2023.
“Ini yang aneh, jadi mereka sudah dapat kuota 300.000 MT saat seluruh wilayah IUP-nya masih berstatus kawasan hutan lindung,” ujarnya.
Lebih lanjut Hendro membeberkan, bahwa saat dilakukan evaluasi di wilayah IUP PT Indonusa Arta Mulya pihak ESDM Sultra tidak dilibatkan oleh evaluator dari Kementerian ESDM RI.
“Evaluator dari Kementerian ESDM RI ini juga mesti dipertanyakan, saat evaluasi mestinya mereka sudah tahu bahwa seluruh wilayah IUP PT IAM berada di atas kawasan hutan lindung. Tapi ironisnya masih diberikan kuota sebesar 300.000 MT,” bebernya.
Untuk itu, pihaknya menegaskan akan meminta penjelasan kepada pihak Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI terkait adanya dugaan kongkalikong pemberian kuota RKAB kepada PT Indonusa Arta Mulya pada Maret 2023 lalu.
“Kami akan ke pusat untuk meminta penjelasan, sekaligus kejanggalan ini akan kami sampaikan juga ke KPK RI dan Kejaksaan Agung RI untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” tegasnya.
Egis bilang tidak heran ketika ada oknum di kementerian terkait yang berani bermain dalam pemberian kuota RKAB. Sebab di beberapa kasus sebelumnya, oknum evaluator tersangkut masalah hukum.
“Tidak heran, yang penting mereka bisa pertanggungjawabkan, karena jangan sampai seperti beberapa oknum evaluator Ditjen Minerba Kementerian ESDM RI saat ini ada yang berstatus terdakwa kasus PT Antam Blok Mandiodo terkait RKAB,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, Sultranesia belum berhasil mengonfirmasi pihak PT Indonusa Arta Mulya terkait rencana laporan Ampuh Sultra.
Editor: Wiwid Abid Abadi