Ampuh Laporkan PT Wisnu Mandiri Batara ke Mabes Polri dan KLHK

Aksi demonstrasi Ampuh Sultra di Mabes Polri untuk mendesak agar pimpinan PT Wisnu Mandiri Batara diperiksa. Foto: Dok. Istimewa.

Jakarta – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dan Mabes Polri di Jakarta pada Jumat (3/1).

Aksi tersebut untuk mendesak KLHK RI dan Mabes Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan PT Wisnu Mandiri Batara (WMB) atas dugaan perambahan hutan di Konawe Utara (Konut).

Selain melakukan demonstrasi, Ampuh juga mamasukkan laporan resmi ke dua instansi pemerintahan tersebut.

“Kehadiran kami di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hari ini berkaitan dengan dugaan perambahan hutan yang dilakukan oleh PT Wisnu Mandiri Batara di Konawe Utara,” kata Koordinator Aksi, Arin Fahul Sanjaya.

Arin bilang, selain melakukan aksi demonstrasi di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pihaknya juga melakukan aksi yang sama di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

“Tuntutannya sama, periksa pimpinan PT Wisnu Mandiri Batara atas dugaan perambahan hutan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, selaku penanggung jawab aksi tersebut mengungkapkan, dugaan perambahan hutan oleh PT Wisnu Mandiri Batara sangat jelas berdasarkan data yang dia miliki.

Bahkan, kata dia, PT Wisnu Mandiri Batara tidak hanya melakukan perambahan hutan, tetapi juga melakukan penjualan mineral logam berupa nikel yang diduga diperoleh dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Berdasarkan data yang telah kami serahkan ke KLHK dan Mabes Polri itu jelas ada penjualan nikel oleh PT Wisnu Mandiri Batara senilai kurang lebih 7.000 metrik ton sekitar Agustus hingga September 2022 lalu, sementara di periode bulan itu, PT Wisnu belum mengantongi IPPKH,” ungkap Hendro.

“Mereka (PT Wisnu Mandiri Batara) melakukan penjualan menggunakan jetty PT Tristaco Mineral Makmur di Morombo, Konawe Utara lalu dikirim menuju jetty Gunbuster Nickel Industry di Morowali Utara, Sulawesi Tengah,” sambung pria yang karib disapa Egis.

Mahasiswa S2 Ilmu Hukum UNJ itu menilai dugaan perambahan hutan oleh PT Wisnu Mandiri Batara mestinya tidak dapat ditolerir lagi. Sebab dugaan perambahan hutan tersebut terjadi pasca berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja.

“Kegiatan pertambangan PT Wisnu Mandiri Batara di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan ketentuan pada Pasal 50 ayat 2 huruf a junto Pasal 78 ayat 2 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 26 angka 17 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 7,5 miliar,” kata Egis.

Egis yang merupakan putra Konawe Utara ini menegaskan pihaknya akan terus mengawal dugaan perambahan hutan oleh PT Wisnu Mandiri Batara sampai ada proses hukum terhadap unsur pimpinan perusahaannya sebagai tanggung jawab telah melakukan dugaan tindak pidana lingkungan.

“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada proses hukum terhadap pimpinan PT Wisnu Mandiri Batara berkaitan dengan dugaan perambahan hutan yang dilakukan,” tegasnya.


Editor: Agil

error: Content is protected !!