Kendari – Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo menyebut ada kejanggalan pada persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Indonusa Arta Mulya (IAM).
Pasalnya, menurut Hendro, perusahaan tersebut diduga melakukan kegiatan operasi produksi nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangannya yang diketahui merupakan kawasan hutan lindung.
Menurutnya, dari 394 hektar luas wilayah izin usaha pertambangan PT Indonusa Arta Mulya seluruhnya adalah kawasan hutan lindung.
Namun berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya mendapat informasi bahwa PT IAM telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan sekitar Agustus 2023 lalu.
“Kami belum melihat draftnya, bahkan di Dinas Kehutanan Sultra juga belum ada. Tapi info yang kami dapatkan katanya mereka sudah mengantongi IPPKH atau PPKH yang terbit Agustus 2023,” Kata Hendro melalui keterangan tertulisnya, Rabu (3/1).
Namun anehnya, kata Hendro, jika benar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan PT Indonusa Arta Mulya diterbitkan pada Agustus 2023 lalu. Maka perlu dipertanyakan, kapan penurunan status di wilayah tersebut dilakukan.
“Kalau benar PT IAM sudah punya IPPKH atau PPKH, maka perlu dipertanyakan kapan dilakukan penurunan status di wilayah tersebut. Apalagi wilayah IUP PT IAM seluruhnya adalah kawasan hutan lindung,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, selain IPPKH atau PPKH, putra daerah Konawe Utara itu juga mempertanyakan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya PT Indonusa Arta Mulya.
“Jadi berdasarkan dokumentasi lapangan, di wilayah IUP PT Indonusa Arta Mulya sudah ada kegiatan operasi produksi pertambangan nikel. Artinya wajib bagi mereka (PT IAM) untuk punya RKAB. Sebab jika nambang tanpa RKAB adalah perbuatan yang dapat di pidana menurut Undang-undang Minerba,” urainnya.
Hendro juga mempertanyakan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya PT Indonusa Arta Mulya oleh Kementerian ESDM RI melalui Dirjen Minerba.
“Berdasarkan informasi dari dinas terkait, IPPKH PT IAM terbit Agustus 2023. Artinya bahwa RKAB PT IAM disetujui setelah terbit IPPKH-nya atau sekitar September sampai dengan November 2023,” katanya.
Sehingga kata Hendro, jika betul ada persetujuan RKAB kepada PT Indonusa Arta Mulya oleh Kementerian ESDM RI melalui Dirjen Minerba. Maka patut diduga telah terjadi kongkalikong.
“Sejak kapan ada persetujuan RKAB di penghujung tahun. Penghujung tahun itu merupakan waktu bagi perusahaan tambang untuk mengajukan persetujuan RKAB di awal tahun berikutnya. Jadi wajar jika kami pertanyakan,” katanya.
Olenya itu, pihaknya menegaskan akan melakukan klarifikasi secara detail ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Direktorat Jendral Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) terkait keabsahan dokomen IPPKH dan RKAB PT Indonusa Arta Mulya.
Hingga berita ini diterbitkan, Sultranesia belum berhasil mendapat konformasi dari PT Indonusa Arta Mulya.
Editor: Muh Fajar