Kendari – Kolaborasi riset antara Australia dan Indonesia kembali menegaskan arah barunya di Sulawesi Tenggara (Sultra). Melalui forum PAIR-UHO-Sultra Roundtable Meeting, Pemerintah Provinsi Sultra bersama Australia-Indonesia Centre (AIC) dan Universitas Halu Oleo (UHO) sepakat memperkuat kerja sama riset yang berfokus pada isu ketahanan iklim dan kesehatan, dengan perhatian khusus terhadap komunitas pesisir.
Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, melalui Sekretaris Daerah Sultra, Asrun Lio, menegaskan bahwa perubahan iklim telah memberi dampak nyata di berbagai wilayah, termasuk di Bumi Anoa. Ia menyebut, sembilan kabupaten di Sultra sempat menetapkan status tanggap darurat akibat kekeringan ekstrem dampak El Nino.
“Kami menyambut baik dan mengapresiasi AIC bersama UHO yang telah menyelenggarakan forum ini sebagai ruang diskusi penting lintas sektor. Forum ini diharapkan mampu menghasilkan langkah konkret dalam memperkuat ketahanan iklim dan kesehatan di Sulawesi Tenggara,” ujar Asrun Lio saat membacakan sambutan gubernur.
Menurut pemerintah daerah, kerja sama riset ini bukan sekadar kegiatan akademik. Gubernur menekankan pentingnya hasil forum menjadi pijakan kebijakan berbasis data lokal.
“Rekomendasi dari forum ini diharapkan dapat masuk dalam dokumen perencanaan daerah seperti RPJMD dan Renstra OPD, serta diadopsi dalam kebijakan terkait adaptasi iklim dan kesehatan,” tegasnya.
Langkah kolaboratif ini juga mendapat sambutan hangat dari mitra Australia. Direktur Eksekutif AIC, Eugene Sebastian, menjelaskan bahwa PAIR saat ini melibatkan lebih dari 15 universitas dan 200 peneliti dari Indonesia dan Australia.
“Hari ini kami ingin memperkenalkan PAIR yang terdiri dari lebih dari 15 universitas dan 200 peneliti. Mereka bekerja sama mencari solusi terhadap isu-isu yang dihadapi masyarakat. Fokus kami pada perubahan iklim dan komunitas pesisir,” ujarnya.
Eugene menegaskan, riset PAIR tidak berhenti pada tataran teori.
“PAIR bukan hanya tentang apa yang diteliti, tetapi juga bagaimana meneliti, dan riset itu bisa bersifat praktikal, mendukung kebijakan, serta memberi manfaat langsung kepada masyarakat lokal,” jelasnya.
Sementara itu, Konsul Jenderal Australia di Makassar, Todd Dias, menyoroti pentingnya perluasan kemitraan ke wilayah lain di Indonesia Timur.
“Fokus saya bagaimana program ini bisa berdampak ke kawasan Indonesia Timur. Saya bangga karena kemitraan ini melalui PAIR dengan Sulawesi Selatan bisa diperluas hingga ke wilayah Sulawesi lainnya. Peneliti bisa fokus dengan kearifan lokal,” katanya.
Dari sisi akademisi, Plt Rektor UHO yang diwakili oleh PR IV, Takdir Saili, menegaskan pentingnya forum ini sebagai langkah awal penguatan riset kelembagaan.
“Kami gembira karena bisa berpartisipasi, namun ke depan diharapkan bukan hanya individu-individu saja, tetapi bersifat kelembagaan. Konsorsium yang tergabung dalam PAIR ini bisa diperluas,” harapnya.
Forum yang digelar di Gedung Rektorat UHO Kendari itu dihadiri perwakilan Konsulat Australia, Kementerian Pendidikan Tinggi, LPDP, serta para akademisi, peneliti, dan pejabat pemerintah daerah se-Sultra.
Dari pertemuan tersebut muncul kesepahaman bahwa data lokal, partisipasi masyarakat, dan keterlibatan lintas sektor menjadi kunci keberhasilan dalam memperkuat adaptasi iklim dan kesehatan di masa depan.
Editor: Redaksi








