Kendari – Ketimpangan antara kekayaan tambang dan kemiskinan fiskal di Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya mencuat ke permukaan. Dalam forum Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sultra, Minggu (2/11), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berjanji akan menuntaskan tunggakan dana hasil tambang yang nilainya ditaksir mencapai Rp3 triliun.
Janji itu dilontarkan Bahlil di hadapan Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, usai mendengar langsung keluhan tajam sang gubernur tentang ketimpangan antara potensi tambang dan kecilnya dana bagi hasil yang diterima daerah.
“Kondisi finansial Provinsi Sulawesi Tenggara ini sangat memprihatinkan. Sulawesi Tenggara berada pada urutan kedua dari belakang dalam penerimaan pendapatan asli daerah. Ironis sekali. Padahal, ada 96 IUP di Sultra dan 90 juta metrik ton setiap tahun diambil dari sini,” tegas Andi Sumangerukka di forum yang juga dihadiri sejumlah kepala daerah, kader partai, serta pejabat kementerian.
Andi membeberkan bahwa dari 96 izin usaha pertambangan (IUP) yang aktif, Sultra hanya menerima sekitar Rp833 miliar dana bagi hasil. Padahal, jika potensi produksi 90 juta metrik ton dikalikan dengan nilai pasar, keuntungan dari hasil tambang itu bisa menembus lebih dari Rp100 triliun.
“Kami hanya mendapat dana bagi hasil sekitar Rp833 miliar. Padahal, dari 90 juta metrik ton dikali 30 juta saja sudah Rp57 triliun. Belum lagi feronikel 3,5 juta ton, kalau dikalikan harga di London Metal 15.900 dolar AS per ton, potensi keuntungan bisa mencapai Rp50 triliun. Artinya, Sultra menyumbang lebih dari Rp100 triliun,” jelasnya.
Namun, di tengah limpahan kekayaan sumber daya alam itu, kas daerah justru menipis. Dana transfer dari pusat bahkan masih menyisakan tunggakan tahun 2023 senilai Rp39 miliar.
“Kami sudah datang ke mana-mana, dan bahkan terakhir kami datang ke Kementerian Keuangan dan menanyakan untuk dana transfer saja,” ujar Andi.
Ia juga mengungkap lemahnya posisi pemerintah daerah dalam menagih kewajiban perusahaan tambang. Ada tiga sektor kontribusi yang seharusnya masuk ke daerah: bahan bakar, air permukaan, dan kendaraan berpelat lokal.
“Kalau semua membayar, kami bisa dapat Rp1 triliun. Tapi kenyataannya, apa kekuatan saya untuk memaksa mereka membayar? Karena kewenangan kami tidak ada,” ucapnya getir.
Pernyataan itu langsung disambar Bahlil Lahadalia. Dengan nada keras, Menteri ESDM menantang Gubernur Sultra untuk menyerahkan data perusahaan yang menunggak kewajiban ke daerah.
“Mereka tidak tahu kalau Menteri ESDM itu dari mana, dong mungkin uji nyali. Saya janji untuk Pak Gub, bawa datanya, saya akan selesaikan dua bulan. Tiga triliun itu harus kita kembalikan ke daerah supaya uang itu dipakai untuk pembangunan di seluruh kabupaten di Sultra,” tegas Bahlil, disambut tepuk tangan peserta Musda.
Sehari berselang, Gubernur Andi Sumangerukka bergerak cepat. Senin (3/11), ia memimpin rombongan Pemprov Sultra ke Kementerian ESDM di Jakarta. Kunjungan itu diterima langsung oleh Bahlil Lahadalia, didampingi Dirjen Minerba Tri Winarno dan Dirjen Migas Laode Sulaiman.
Pertemuan tersebut membahas tindak lanjut janji Bahlil, termasuk penataan ulang sistem bagi hasil, pengawasan reklamasi tambang, hingga pengaliran listrik ke 50 desa di Sultra dalam rencana anggaran 2026 hingga 2027.
“Kita berharap, dengan potensi sumber daya alam pertambangan yang dimiliki Sultra, pendapatan asli daerah dapat dimaksimalkan sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat kita,” ujar Andi usai pertemuan di Jakarta.
Editor: Redaksi








