Bank Daerah Terus Didiskriminasi, FKDK BPD Wilayah Timur Desak Lahirnya UU BUMD

La Ode Rahmat Apiti. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Forum Komunikasi Dewan Komisaris Bank Pembangunan Daerah (FKDK BPD) Wilayah Timur mendesak pemerintah pusat segera menerbitkan Undang-Undang Badan Usaha Milik Daerah (UU BUMD) sebagai payung hukum yang jelas dan adil bagi eksistensi dan penguatan bank-bank daerah di Indonesia.

Desakan itu disampaikan Sekretaris Jenderal FKDK BPD Wilayah Timur, La Ode Rahmat Apiti, menjelang pertemuan resmi para pengurus FKDK yang akan digelar di Kota Makassar, 25–26 Juni 2025.

“Selama ini negara seolah-olah lepas tangan terhadap tanggung jawabnya terhadap bank daerah. Tapi ironisnya, tangan pusat justru masuk melalui berbagai regulasi Kementerian Dalam Negeri yang berujung pada intervensi manajemen,” tegas La Ode Rahmat, Selasa (18/6).

FKDK Wilayah Timur yang mewakili BPD dari Sulselbar, SulutGo, Papua, Maluku-Malut, NTT, NTB, Bali, Sulteng, hingga Sultra, menilai bahwa bank pembangunan daerah masih menghadapi diskriminasi kebijakan dalam sistem perbankan nasional.

“Bank daerah adalah aset milik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang selama ini justru menjadi penopang utama roda perekonomian lokal. Tapi keberadaannya terus-menerus diabaikan. Ini bentuk ketimpangan yang sistematis,” kata La Ode Rahmat.

Menurutnya, lahirnya UU BUMD akan menjadi solusi hukum untuk mencegah campur tangan berlebihan dari pemerintah pusat dan memberi ruang otonomi serta perlindungan hukum yang kuat bagi BUMD, khususnya sektor perbankan.

“Dengan UU BUMD, kita ingin bank-bank daerah tidak lagi diperlakukan sebagai anak tiri dalam sistem keuangan nasional. Diskriminasi kebijakan harus diakhiri,” tegasnya.

Pertemuan pengurus FKDK BPD Wilayah Timur di Makassar nantinya juga akan membahas program kerja tematik serta merumuskan sikap bersama terkait penguatan kelembagaan bank daerah di tengah tantangan nasionalisasi regulasi sektor keuangan.

FKDK menilai, tanpa keberpihakan negara, bank daerah akan sulit berkembang dan rentan terhadap tekanan politik serta birokrasi pusat yang kerap kali tidak memahami konteks dan kebutuhan lokal.


Editor: Redaksi

error: Content is protected !!