Bayi 2 Tahun Tewas di Laut Keruh Bombana, Dugaan Pencemaran Tambang Disorot

Kondisi pesisir Baliaran, Pulau Kabaena yang diduga dipenuhi oleh lumpur ore nikel. Foto: Dok. Istimewa.

Bombana – Kabar duka kembali menyelimuti Dusun Bambanipa Laut, Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana. Seorang bayi berusia dua tahun, NS, ditemukan meninggal di laut pada Senin (17/3), menambah daftar panjang tragedi di perairan yang kian keruh.

Sebelumnya, pesan berantai yang beredar di berbagai grup WhatsApp serta unggahan di media sosial mengabarkan kejadian ini. Berdasarkan keterangan narasumber, insiden tersebut terjadi sekitar pukul 12.30 WITA.

Sang ibu, Rahmi, sempat mencari anaknya, tetapi keterbatasan jarak pandang akibat air laut yang semakin pekat membuat pencarian sulit dilakukan.

“Nanti beberapa saat baru kelihatan terapung dan langsung ditolong oleh tetangga. Ini adalah korban ketiga anak jatuh yang tidak cepat terlihat karena air laut yang keruh,” ungkapnya.

LSM Soroti Dugaan Pencemaran Akibat Tambang

Tragedi ini kembali memantik perhatian terhadap dugaan pencemaran laut akibat aktivitas tambang. Direktur LSM Sagori, Syahrul Gelo, menilai bahwa kejadian serupa tak boleh lagi dibiarkan berulang.

“Saya kira ini persoalan yang harus segera ditindaklanjuti oleh seluruh elemen terkait dengan banjir ini. Hampir setiap kali hujan terjadi banjir seperti ini. Kadang juga saya berpikir, apakah karena mereka orang Bajo, sehingga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah? Begitu lambat,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa masyarakat pesisir, yang bahkan tak memiliki lahan untuk dijual ke perusahaan tambang, justru menjadi pihak yang paling terdampak oleh eksploitasi tanah Kabaena.

Sebagai aktivis lingkungan, Syahrul turut mengecam lambannya respons pemerintah terhadap dugaan pelanggaran lingkungan oleh perusahaan tambang.

“Saya sangat prihatin karena pemerintah tidak tegas terhadap perusahaan tambang terkait dugaan pelanggaran pengelolaan pertambangan yang berdampak terhadap lingkungan. Aparat penegak hukum juga terkesan lamban,” katanya.

Menurutnya, pemerintah justru seolah menjadi perpanjangan tangan perusahaan dengan memberikan kompensasi alih-alih tindakan tegas.

“Menawarkan kompensasi kepada masyarakat bukan solusi yang manusiawi jika dibandingkan dengan dampak lingkungan yang mereka alami,” tegasnya.

Lebih lanjut, Syahrul menduga bahwa banjir yang terus terjadi bukan hanya akibat curah hujan, tetapi juga imbas dari aktivitas tambang yang mengikis keseimbangan alam.

“Ini banjir disertai lumpur. Ini terindikasi akibat aktivitas tambang. Sudah beberapa kali masyarakat melakukan aksi demonstrasi dan RDP di DPRD Kabupaten Bombana. Pihak perusahaan bahkan mengakui bahwa aktivitas mereka berdampak terhadap lingkungan dan mengklaim akan bertanggung jawab. Tapi sampai kami segel, tidak ada tanggung jawab yang nyata. Sementara itu, pihak perusahaan masih terus melakukan aktivitas tambang,” bebernya.

Ia pun mempertanyakan sikap pemerintah dan aparat penegak hukum yang seakan menunggu konflik memuncak sebelum bertindak.

“Apakah mereka menunggu masyarakat melakukan aksi brutal dan berujung pada kriminalisasi? Padahal, mereka hanya memperjuangkan hak-haknya,” ujarnya.

LAPaK: KLHK Harus Bertindak Tegas

Senada dengan Syahrul, Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAPaK) juga menyayangkan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dinilai lamban menanggapi dugaan pencemaran air laut di Desa Baliara.

Pemrin, pimpinan LAPaK, menegaskan bahwa pencemaran ini bukanlah fenomena baru, melainkan masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa penyelesaian konkret.

“Apalagi saat ini kita tahu persis bahwa pencemaran air laut sangat berdampak negatif bagi masyarakat sekitar, baik yang berprofesi sebagai nelayan maupun lainnya,” ujar alumni Hukum IAIN tersebut.

Ia menyebut bahwa dugaan pencemaran ini berkaitan dengan aktivitas tambang PT Timah Investasi Mineral (TIM), yang beroperasi di sekitar wilayah terdampak berdasarkan SK: 250/DPM PTSP/IV/2019.

“Seharusnya, dalam melaksanakan kegiatan penambangan, perusahaan wajib mengikuti aturan yang berlaku, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018 tentang Kaidah Pertambangan yang Baik serta Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” tegasnya.

Pemrin juga mengutip ketentuan dalam regulasi tersebut yang mewajibkan perusahaan untuk menjalankan pengelolaan lingkungan hidup dalam setiap tahapan kegiatan usaha pertambangan.

“Sebagai lembaga negara, KLHK yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan harus melakukan riset atau penyelidikan resmi mengenai penyebab pencemaran air laut di Desa Baliara. Jika benar terbukti akibat aktivitas pertambangan, maka KLHK harus lebih tegas dalam menindak, bahkan bila perlu melayangkan surat rekomendasi pencabutan IUP kepada ESDM,” bebernya.

LAPaK telah memasukkan aduan resmi ke DPRD Sulawesi Tenggara dan meminta dewan menghadirkan PT TIM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP).

“Saat RDP nanti, kami juga meminta DPRD Sultra menindaklanjuti dugaan pencemaran lingkungan oleh PT TIM dengan membentuk panitia khusus (Pansus),” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa persoalan ini tak bisa terus dibiarkan, apalagi aktivitas PT TIM juga diduga sebagai penyebab banjir di Desa Baliara.

“Terbaru, banjir kembali terjadi di Desa Baliara. Bahkan, ini bukan yang pertama kalinya. Banjir disertai lumpur masuk ke rumah-rumah warga. Karena itu, kami meminta DPRD Sultra segera menggelar RDP dan membentuk Pansus,” pungkasnya.

Konfirmasi ke Pihak Terkait

Hingga berita ini diterbitkan, media ini masih berupaya mengonfirmasi pihak PT TIM. KTT PT TIM, Tatang, yang sebelumnya dimintai tanggapan, belum memberikan respons.

Sementara itu, Kapolsek Kabaena Barat, Iptu Andi Tamenengah, juga belum memberikan tanggapan meskipun telah dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, panggilan WhatsApp, SMS, dan telepon sejak 17 Maret 2025.

Sebelumnya, DPRD Sultra sempat berjanji akan membentuk Pansus terkait persoalan ini. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai perkembangan pembentukan Pansus tersebut.


Editor: Redaksi

error: Content is protected !!