Berita  

Bukan Energi, Tapi Elegi: Motor Mogok Massal Usai Isi Pertalite di Kendari

Ilustrasi SPBU Pertamina. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Mesin menyala, gas ditarik, tapi kendaraan justru tersendat dan akhirnya tumbang di jalanan. Inilah kenyataan pahit yang dialami puluhan pengendara di Kendari pada Selasa (4/3) malam. Bukannya mendapat tenaga, kendaraan mereka justru ‘teler’ usai mengisi bahan bakar jenis Pertalite.

Kejadian ini memicu gelombang kemarahan, terutama di kalangan pengemudi ojek online (ojol). Mereka tak tinggal diam, ratusan ojol langsung mendatangi Polresta Kendari, menuntut kejelasan dan pertanggungjawaban atas rusaknya kendaraan mereka.

Geruduk Polresta, Tuntut Jawaban

Para pengemudi yang terkena dampak menuntut kepolisian untuk turun tangan, menginvestigasi penyebab mogok massal yang mereka alami. Mereka mencurigai adanya masalah pada pasokan BBM, bukan sekadar kebetulan atau faktor teknis kendaraan masing-masing.

“Kami berharap pihak kepolisian bisa memeriksa SPBU-SPBU di Kendari. Tapi saya duga masalahnya datang langsung dari depot, karena hampir semua SPBU yang habis mengisi kendalanya sama semua,” ujar Sabarudin, seorang pengemudi ojol yang menjadi korban.

Polresta Kendari pun merespons dengan menyatakan akan melakukan uji laboratorium terhadap BBM yang diduga bermasalah.

Pertamina: BBM Kami Sesuai Standar

Setelah dua hari menjadi perbincangan, PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Kendari akhirnya angkat bicara. Namun, alih-alih menenangkan situasi, pernyataan mereka justru menambah tanda tanya.

“Untuk dari teman-teman ojol kita tidak tahu ya, apakah produk itu berasal dari SPBU yang produknya dari tangan kami, ataukah memang dari produk yang telah dari beberapa lokasi yang lain, kita tidak bisa memastikan seperti itu,” ujar Integrated Terminal Manager Kendari, Supriyono Agung Nugroho, dalam konferensi pers Kamis (6/3) pagi.

Pertamina mengklaim telah melakukan uji internal di empat SPBU, yakni SPBU Saranani, SPBU Rabam, SPBU THR, dan SPBU By Pass. Pengujian ini dilakukan untuk memastikan kualitas BBM yang didistribusikan.

Empat parameter diuji dalam pengujian internal tersebut, yaitu:
1. Kadar sulfur – memastikan kandungan belerang dalam BBM tetap dalam batas aman.
2. Destilasi – melihat titik didih BBM untuk memastikan kualitas pembakaran dalam mesin.
3. Density 15 – mengukur massa jenis BBM pada suhu 15 derajat Celsius untuk memastikan bahan bakar tidak tercampur zat lain.
4. Warna dan kecerahan – mengecek apakah BBM memiliki tampilan sesuai standar tanpa indikasi pencemaran.

Dari hasil pengujian internal, Pertamina menyatakan bahwa semua parameter tersebut masih berada dalam batas aman yang ditetapkan oleh Dirjen Migas.

Namun, jika BBM dinyatakan tak bermasalah, mengapa mesin-mesin di jalanan tetap ‘tersungkur’?

Antara Klaim dan Realitas

Pernyataan Pertamina seolah berusaha menepis keresahan publik. Namun, di jalanan, kendaraan tetap mogok, bengkel tetap dipadati pengendara yang kebingungan, dan para ojol tetap kehilangan pendapatan.

“Belum bisa kita ambil kesimpulan, karena harus dilakukan pengkajian, hingga melihat kondisi, kan kita tidak bisa lihat satu mobil atau satu motor saja terus kita bisa ambil kesimpulan bahwa itu karena BBM,” kata Supriyono.

Pernyataan ini seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, ia mencoba mengajak publik untuk tidak buru-buru menyalahkan Pertamina. Namun, di sisi lain, pernyataan ini justru terasa seperti menggeser tanggung jawab ke faktor lain yakni kendaraan itu sendiri.

Ironisnya, bagi para pengemudi yang terkena dampak, mereka tak butuh perdebatan panjang soal standar atau parameter. Yang mereka alami di lapangan sudah cukup menjadi bukti nyata.

Lalu, siapa yang harus disalahkan?

Menunggu Hasil Uji Laboratorium

Untuk meredam kegelisahan, Pertamina membuka jalur pengaduan bagi masyarakat yang merasa terdampak.

“Kalau memang ada keluhan, sebenarnya kita sudah menyiapkan linknya, jalurnya, kita bisa kontak, memasukkan laporan pengaduan, apabila ada memang pengaduan masyarakat itu nanti akan coba kita kunjungi untuk pemeriksaan sampel yang ada di SPBU mana,” kata Supriyono.

Di sisi lain, Polresta Kendari telah mengumpulkan enam sampel BBM dari enam SPBU berbeda dan menyerahkannya ke laboratorium Pertamina Integrated Terminal Kendari untuk diuji lebih lanjut.

“Kita sudah serahkan enam barang bukti dari enam SPBU yang diperoleh dari para pelapor, diambil langsung dari motor mereka,” ungkap Kasatreskrim Polresta Kendari, AKP Nirwan Fakaubun.

Kini, semua mata tertuju pada hasil laboratorium. Apakah akan ada jawaban pasti, atau justru semakin banyak yang tersesat dalam kabut ketidakpastian?

Bagi para pengemudi ojol, ini bukan sekadar perkara bensin yang mungkin ‘bermasalah’. Ini tentang nafkah mereka, tentang kendaraan yang seharusnya mengantarkan rezeki, bukan malah terkapar di jalanan.

Mereka ingin kepastian, bukan hanya sekadar janji. Sebab bagi mereka, Pertalite seharusnya memberi energi, bukan elegi.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!