Calon Tunggal Vs Kotak Kosong di Pilkada Mubar: Sah Berdasarkan UU

Ilustrasi kotak kosong Pilkada. Foto: Dok. Istimewa.

Muna Barat – Pilkada adalah agenda untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Pilkada kali ini akan digelar serentak pada 27 November 2024.

Dalam pemilihan, biasanya ada beberapa pasangan calon untuk dicoblos atau dipilih pada saat hari pemungutan suara.

Dalam pilkada kali ini, Kabupaten Muna Barat menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak, Muna Barat jadi satu-satunya kabupaten kota di Sulawesi Tenggara yang hanya memiliki satu pasangan calon melawan kotak kosong.

Adalah pasangan La Ode Darwin-Ali Basa. Keduanya mendapatkan dukungan penuh dari 11 parpol: terdiri dari delapan parpol pemilik 20 kursi DPRD Muna Barat, serta tiga parpol non-seat.

Dengan demikian, maka menutup kemungkinan lahirnya paslon lain dalam pilkada Muna Barat 2024 ini.

“Pilkada dengan 1 pasangan calon atau yang disebut calon tunggal adalah sah dan mempunyai dasar hukum yang kuat,” ujar Tokoh Pemuda Muna Barat, La Ode Aliwuna Sakti, Selasa 3 September 2024.

Dasar hukum terkait pasangan calon tunggal dalam pilkada awalnya diatur melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XII/2015. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa penetapan satu pasangan calon kepala daerah adalah sah.

Putusan ini kemudian diperkuat dalam Pasal 54C Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

“Jangan kemudian gagal mendapatkan dukungan partai, lalu membangun narasi seoalah-olah paslon tunggal itu merusak demokrasi,” kata Sakti.

Pilkada dengan satu pasangan calon dilaksanakan dengan tetap memberi kesempatan kepada pemilih untuk menyatakan “setuju” atau “tidak setuju”. Dimana, dalam surat suara akan ada satu kotak kosong di samping gambar pasangan calon.

“Artinya, pemilih tetap diberi keleluasaan untuk menentukan pilihannya. Kalau setuju dengan pasangan calon tunggal pasti memilih gambar paslon. Kalau tidak setuju, berarti memilih kolom yang kosong itu,” terang Sakti.

Dalam Pilkada, fenomena pasangan calon tunggal bukan merupakan hal baru. Dikutip dari situs Bawaslu RI, pada Pilkada 2015 ada tiga calon tunggal, lalu Pilkada 2017 bertambah menjadi sembilan calon tunggal, kemudian dalam Pilkada 2018 bertambah menjadi 16 calon tunggal, dan Pilkada 2020 naik menjadi 25 calon tunggal.

Lalu, pada pilkada 2024 ini terdapat 48 pasangan calon. Terdiri dari satu pasangan calon gubernur, 42 pasangan calon bupati, dan lima pasangan calon wali kota.

Menurut Sakti, ada beberapa hal yang menyebabkan lahirnya calon tunggal. Di antaranya, calon tunggal tersebut memiliki jejaring yang luas dan pandai membangun komunikasi politik di tingkat elite parpol.

Lalu, parpol realistis dan hati-hati dalam menjatuhkan dukungan ke pasangan calon.

“Tentu popularitas dan elektabilitasnya yang bagus, serta diterima masyarakat menjadi pertimbangan utama. Parpol pasti realistis, sehingga mendukung pasangan calon yang memiliki peluang besar memenangkan pilkada,” tuntas Sakti. Rilis.


Editor: Muh Fajar

error: Content is protected !!