Berita  

Direktur PT Bumi Sultra Jaya Bantah Gelapkan Pajak Tambang

Ilusterasi. Foto: Dok. Int

Kendari – Direktur PT Bumi Sultra Jaya, Wardan, membantah pihaknya menggelapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sektor pertambangan di periode 2018 dan 2019 senilai Rp 4,3 miliar.

“Saya selaku Direktur PT BSJ keberatan dikatakan melakukan penggelapan PPN di tahun 2018 dan 2019,” kata Wardan dalam keterangannya, Rabu (20/12).

Wardan menjelaskan, PT BSJ berdiri pada 2012, di tahun yang sama PT BSJ memulai aktivitasnya dalam mengangkut ore nikel milik rekanan PT BSJ.

“Selama 2012 sampai 2017, PT  BSJ sangat patuh pada aturan dan regulasi yang ada khususnya terkait perpajakan,” katanya.

Selama kurun waktu lima tahun itu, lanjut Wardan, PT BSJ terus memberikan kontribusi kepada negara dengan membayarkan PPN tanpa ada problem. Namun, pada November 2017 mitra PT BSJ yang menangani pengangkutan Ore nikel dari stoc pile ke tongkang dikarenakan performance yang tidak baik sehingga pada saat itu telah dilakukan penghentian pekerjaannya oleh pihak pemberi pekerjaan yaitu PD Perdana Cipta Mandiri.

Proses pergantian kontraktor darat yang menangani pekerjaan pengankutan ore nikel dari maining ke tongkang memakan waktu 3 sampai 4 bulan. Saat transisi itu pihak BSJ mengalami kerugian. Yang dimana di satu sisi, PT BSJ tetap mengeluarkan biaya operasional, kondisi tersebut membuat PT BSJ tidak melakukan altivitas apapun sehingga cashflow PT BSJ mulai mengalami gangguan.

Selain itu juga, kejadian tersebut menyebabkan target kuota yang telah disepakati untuk 2018 tidak dapat terpenuhi sehingga menyebabkan Pihak BSJ mengalami kerugian. Kemudian di awal 2019 tepatnya di akhir bulan Januari PT BSJ kembali lagi mengalami kerugian, dimana saat itu pihak pemilik cargo ore nikel atau pemilik IUP telah dihentikan kegiatannya untuk sementara waktu dikarenakan adanya IPPKH yang sudah berakhir dan sedang dalam proses perpanjangan atas Ijin tersebut.

Dalam proses perpanjangan IPPKH memakan waktu 3 bulan, selama proses itu juga lagi-lagi PT BSJ harus kembali mengeluarkan biaya operasioanal yang besar seperti penyewaan per bulan 4 unit kapal tongkang, BBM solar, gaji crew maupun gaji karyawan serta biaya operasional lainnya yang digunakan sampai menunggu ijin tersebut selesai diperpanjang.

Dari kejadian-kejadian yang telah menimpa PT BSJ di akhir tahun 2017 dan berlanjut di tahun 2018 kemudian kembali lagi terjadi di tahun 2019, demi kelangsungan atas pendapatan dari kontrak pekerjaan PT BSJ di saat itu sehingga perusahaan memutuskan untuk sebagian dana dari pencairan invoice yang telah diterima, yang seharusnya disetorkan ke negara namun pada saat itu perusahaan putuskan agar dana tersebut dialihkan sementara kepada biaya-biaya operasiinal di lapangan.

Selanjutny, di akhir 2019 tepatnya pada 31 Desember terjadi lagi permasalahan, dimana pemerintah telah menetapkan keputusan terkait larangan ekspor dan lagi-lagi pihak BSJ mengalami kerugian yang bertubi-tubi. Dengan permasalahan yang terjadi dari 2017 hingga sampai 2019 tersebut menyebabkan PT BSJ untuk sementara waktu belum dapat menyelesaikan pembayaran atas kurang bayar dari PPN yang telah tertunggak di 2018 dan 2019.

Dari kejadian dan peristiwa atas adanya regulasi dari pemerintah terkait larangan eksport membuat pihak PT BSJ pada saat mengalami gangguan cass flow yang dimana pada saat itu salah satu dr rekan bisnis pemberi pekerjaan belum menyelesaikan sisa tagihan invoicenya yang dalam hal ini adalah PT SKM senilai Rp 7.203.459.546.

Wardan bilang, hal itu menyebabkan pihak PT BSJ dalam upaya untuk penyelesaian kurang bayar PPN yang tertunggak pada tahun 2018 dan 2019 tersebut menjadi tertunda.

Selain itu atas kejadian tersebut memasuki tahun 2020 keuangan PT BSJ semakin terpuruk, di tambah lagi dengan adanya penyebaran Covid. Di tahun ini menjadi tahun terburuk, dimana keuangan menjadi semakin tidak stabil.

“Lagi-lagi PT BSJ tetap harus menjaga eksistensinya dan merealisasikan hak-hak karyawan yang mencapai kurang lebih 140 pekerja. Itu membuat management PT BSJ tetap mengeluarkan dana operasional yang tidak sedikit jumlahnya,” katanya.

Walaupun dalam kondisi tidak stabil, PT BSJ tetap merealisasikan kewajibannya kepada negara dengan tetap melakukan pembayaran PPN di 2018, berikut rinciannya: Total Pajak PPN atas Pajak Keluaran sebesar Rp 5.021.818.047
Pihak PT Bumi Sultra Jaya telah membayarkan Rp 2.396.711.112.
Total kekurang yang belum dibayarkan adalah senilai Rp 2.625.106.935.

Sisa nilai tersebut belum dikurangkan dengan pajak masukan yang diterima oleh PT Bumi Sultra Jaya dari mitra sebesar Rp 89.297.960, jika pajak masukan tersebut dikreditkan maka sisa kewajiban PPN yang harus dibayarkan oleh pihak PT Bumi Sultra Jaya adalah senilai Rp 2.535.808.975.

Kemudian rincian pembayaran pajak PPN di tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Total Pajak PPN atas Pajak keluaran Rp 7.107.570.770. Pihak PT. Bumi Sultra Jaya telah membayarkan Rp 3.263.771.960 Dengan rincian sebagai berikut: Setoran Tunai Rp 2.815.872.754
Kredit Pajak masukan sebesar Rp 447.899.206.

Proses di Kanwil DJP Sulselbartra

Saat proses bukti permulaan di kanwil Makassar kami telah menyetorkan kewajiban pajak sebesar Rp 1.671.880.235. Jadi total sisa yang belum kami setorkan setelah dikurangi dari penyetoran pada saat terjadinya Bukper adalah senilai Rp 2.171.918.575,-. Nilai kewajiban tersebut belum dikurangkan dengan pajak masukan yang belum dikreditkan tahun 2019 sebesar Rp 803.707.639,-

Jadi total keseluruhan sisa yang belum kami setorkan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Pihak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara adalah Rp 1.368.210.936. Jadi Total seharusnya yang kami harus setorkan atas Kekurangan bayar pajak PPN tahun 2018 dan Tahun 2019 adalah senilai Rp 3.904.019.911.

Dari penjelasan diatas dengan kejadian yangg telah menimpa kepada saya pada saat ini menurut hemat saya secara pribadi bahwa atas perbuatan yang saya lakukan belum menyetorkan kekurangan bayar dari pembayaran PPN tahun 2018 dan tahun 2019 ini dimana untuk menetapkan saya sebagai tersangka oleh pihak Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara sangatlah terburu-buru,” katanya.

“Sebagai warga negara yang taat pajak dengan kebijakan yang seharusnya dapat diberikan kepada saya oleh pihak DJP adalah pembinaan, apalagi pihak DJP mengetahui jelas bahwa PT BSJ masih ada piutang yang belum diselesaikan oleh mitranya yang dimana nilai piutang tersebut lebih besar dari utang atas kekurangan bayar PPN yang belum disetorkan di tahun 2018 dan di tahun 2019,” imbuhnya.

Sadar akan kewajiban terhadap negara dengan menyelesaikan PPN tertunggak, PT BSJ terus berupaya melakukan penagihan kepada rekanannya yaitu PT SKM, hingga upaya hukumpun ditempuh PT BSJ melalui Pengadilan Niaga Makassar pada Pengadilan Negeri Makasar pada tahun 2021.

Hasilnya terjadi perdamaian, dimana dari akta perdamaian yang tercantum didalamnya, isinya tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga menjadikan janji bayar oleh saya selaku direktur utama PT BSJ kepada Penyidik DJP Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara terkait kekurangan bayar PT BSJ atas penyetoran PPN yang belum disetorkan atau yang dibayarkan sebagai pajak masukan ke Negera belum dapat di selesaikan sampai tahun 2023.

Selama Berkas permasalahan Pajak perusahaan PT BSJ ini diserahkan ke Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara, saya selaku direktur PT. BSJ sangatlah kooperatif dan tidak ada satupun panggilan untuk pengambilan keterangan saya tidak hadiri.

Kemudian dalam proses pemeriksaan tersebut Pihak yang mempunyai piutang ke PT. BSJ dalam hal ini PT. SKM juga telah dipanggil oleh pihak Penyidik DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara di Makassar untuk memberikan kesaksiannya tentang Piutang yang belum diselesaikan dan masih ada sebagian PPN yang juga belum diserahkan kepada pihak PT BSJ namun fakturnya sudah dilaporkan.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kendari menyita uang sebesar Rp 4,3 miliar dari terdakwa pengemplang pajak tambang bernama Wardan. Dia merupakan Direktur PT Bumi Sultra Jaya.

Diketahui PT Bumi Sultra Jaya merupakan perusahaan pengangkutan yang berkerjasama dengan sejumlah perusahaan tambang di Kabupaten Kolaka.

Menurut Kepala Kejari Kendari, Ronal H Baskara, Wardan selaku Direktur PT Bumi Putra Jaya selama kurun waktu 2018 hingga 2019 tidak menyetorkan pajak yang dipungut dari sejumlah perusahaan tambang yang menggunakan perusahaannya sebagai jasa pengangkutan.

“Terdakwa selaku Dirut PT BSJ tidak menyetorkan sebahagian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dari pelanggan perusahaannya, yakni PD Perdana Cipta Mandiri PT Weda Bay Nickel, PT Sinar Terang Mandiri, PT Sinar Karya Mustika ke kas negara sebesar kurang lebih Rp 4.308.472.793,” jelas Ronal dalam keterangan persnya, Senin (13/11).

Ronal mengatakan, terdakwa didakwa melanggar Pasal 39 Ayat 1 Huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Yahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir diubah dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi Peraturan Perpajakan jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Ronal mengatakan, penyetoran pembayaran atas perkara tindak pidana pajak merupakan salah satu prestasi yang diraih tim penuntut umum Kejaksaan Negeri Kendari sebagai bentuk optimalisasi penanganan perkara tindak pidana pajak.

Ronal berkomitmen Kejaksaan Negeri Kendari untuk memaksimalkan peran kejaksaan dalam hal pengembalian pembayaran atas kerugian negara khususnya dalam perkara tindak pidana perpajakan.

Pengembalian pembayaran kerugian keuangan negara dari sektor tindak pidana pajak ini juga sebagai salah satu wujud keseriusan Kejaksaan Negeri Kendari dalam pelaksanaan penegakan hukum dan tentunya untuk meningkatkan pendapatan negara dalam sektor pajak sebagai bentuk partisipasi dalam hal Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Selanjutnya, uang dari pengemplang pajak itu akan dititipkan ke rekening penampungan Kejaksaan Negeri Kendari di Bank Rakyat Indonesia dengan menunggu putusan dari majelis hakim dalam perkara a quo.


Editor: Muh Fajar

error: Content is protected !!