Dishut Sultra Benarkan PT Tristaco Mineral Makmur Belum Kantongi IPPKH

Kepala Bidang Pemanfaatan Hutan, Dishut Sultra, Beni Raharjo. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Dinas Kehutanan (Dishut) Sulawesi Tenggara (Sultra) membenarkan bahwa PT Tristaco Mineral Makmur (TMM) belum mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Dari list IPPKH yang dikirim ke kami, perusahaan dimaksud (PT Tristaco Mineral Makmur) belum memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan,” kata Kepala Bidang Pemanfaatan Hutan, Dishut Sultra, Beni Raharjo, saat dikonfirmasi, Rabu (8/2).

Menurut Beni, pada Juni 2021 lalu sudah masuk daftar kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan.

“Tahapannya setelah entitas dimaksud diberikan sanksi maka dapat melanjutkan PPKH,” katanya.

Beni Raharjo menegaskan perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan tanpa mengantongi IPPKH merupakan aktivitas ilegal. “Yang beraktivitas dalam kawasan hutan tanpa izin adalah illegal,” tegasnya.

Terkait dugaan PT TMM belum mengantongi IPPKH disuarakan lembaga Law Mining Center (LMC). Bahkan LMC telah mengadukan pihak perusahaan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada Selasa (7/2).

Direktur LMC, Julianto Jaya Perdana, mengatakan, pihaknya mengadukan PT TMM atas dugaan perambahan kawasan hutan tanpa izin di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Menurut Julianto, PT TMM diduga sudah sejak lama melakukan melakukan perambahan hutan di sana untuk kegiatan pertambangan.

“Kami adukan PT TMM terkait dugaan aktivitas pertambangan di wilayah kawasan hutan tanpa izin. Aktivitas itu diduga sudah berlangsung sejak 2013,” ungkap Julianto.

Julianto mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran pihaknya, perusahaan tersebut diduga sudah melakukan aktivitas pertambangan di lahan seluas 42,90 hektar dengan jenis hutan produksi terbatas (HPT).

“Kami menduga PT TMM telah beraktivitas di HPT seluas 42,90 hektar. Harusnya hasil tersebut mampu menghasilkan PNBP PKH, PSDH dan DR, bukanya malah menjadi perusahaan yang tidak tertib administrasi dan hanya menimbulkan deforestasi, kegiatan perusahaan harusnya dihentikan,” ungkapnya.

Menurut Julianto, PT TMM diduga telah melanggar ketentuan Pasal 50 Ayat (3) huruf (g) Jo Pasal 38 ayat (3) Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa memperoleh IPPKH yang diterbitkan oleh menteri kehutanan.

Pihaknya berharap agar KLHK RI memberikan sanksi tegas berupa penghentian dan rekomendasi pencabutan IUP terhadap PT TMM.

“Kami berharap agar hukum ditegakan seadil-adilnya, jangan kemudian hanya penambang ilegal yang beroperasi di wilayah kawasan hutan ditindak oleh gakkum, namun pemilik IUP yang juga terbukti merambah kawasan hutan harus ikut diangkut dan diberi sanksi administrasi agar kasus deforestasi semakin minim,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, Sultranesia belum berhasil mengonfirmasi pihak perusahaan terkait laporan tersebut.


Editor: Wiwid Abid Abadi

error: Content is protected !!