Ditjenpas Sultra Selidiki Dugaan Jual Beli Izin di Rutan Kendari, KPR Jadi Sorotan

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulardi. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Awan gelap menggantung di atas Rumah Tahanan Kelas IIA Kendari. Sejumlah tudingan serius tengah mengarah ke unit Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR), yang diduga menjadi pusat praktik jual beli kamar dan pemberian izin khusus (bon) bagi warga binaan yang mampu membayar.

Komite Mahasiswa Indonesia (KMI), melalui ketuanya Abdillah, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi internal rutan yang dinilai sarat pelanggaran. Kepada wartawan, Abdillah menyebut adanya laporan dari warga binaan terkait praktik pungli sistematis yang terjadi di balik jeruji besi.

“Kami menerima laporan bahwa ada warga binaan yang harus membayar antara 2 juta hingga 3 juta rupiah hanya untuk mendapatkan kamar atau izin akses tertentu. Sikap diskriminatif inilah yang menjadi awal dari suburnya praktik-praktik pungli yang tidak wajar dan tidak manusiawi,” ungkap Abdillah, Senin (19/5).

Menurut KMI, pola penyimpangan tersebut telah berlangsung cukup lama dan menyasar mereka yang memiliki kemampuan finansial, sementara warga binaan kurang mampu dibiarkan hidup dalam kondisi memprihatinkan.

Tak tinggal diam, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulardi, langsung merespons. Ia membantah tudingan tersebut namun mengakui bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap unit yang disorot.

“Kami sudah bentuk tim untuk menyelidiki semua laporan itu. Fokus utama kami memang di bagian KPR, karena banyak laporan yang mengarah ke situ. Kami tidak akan ragu menindak siapa pun jika terbukti bersalah,” tegas Sulardi, Selasa (20/5).

Ia juga memastikan bahwa proses investigasi dilakukan secara profesional, dengan melibatkan pengawas internal maupun unsur eksternal demi menjaga integritas hasil penyelidikan.

“Kami terbuka terhadap kritik, tapi semua harus berdasarkan bukti. Jangan sampai opini publik dibentuk hanya dari satu sisi,” ujarnya.

Sementara itu, Plt Kepala Rutan Kelas IIA Kendari, R. Teja Iskandar, yang baru menjabat kurang dari sepekan, mengakui banyaknya tantangan yang ia hadapi, termasuk kondisi overkapasitas dan tekanan terhadap sistem pengawasan internal.

“Sekarang jumlah penghuni rutan mencapai 763 orang. Padahal kapasitas ideal hanya 252 orang. Jadi tekanan ke sistem, termasuk ke unit KPR, memang sangat besar,” jelasnya.

Lebih lanjut, Teja menyebut pihaknya sudah mulai mendata warga binaan dari luar daerah untuk dipindahkan ke tempat asal mereka. Ini dilakukan guna mengurangi beban yang kini sudah jauh melampaui kapasitas normal.

“Satu hari bisa masuk sampai 10–16 orang. Kalau tidak ada pemindahan, makin padat dan berisiko. Kami sekarang sedang mendata, dan dalam satu-dua hari ke depan akan mulai pemindahan, termasuk untuk kasus narkoba ke lapas, kalau mereka bisa terima,” katanya.

Terkait tuduhan adanya praktik pungli dan jual beli akses, Teja berkomitmen akan menertibkan internal KPR.

“Saya baru beberapa hari menjabat di sini, tapi saya pastikan kami akan melakukan pembenahan total, termasuk menertibkan KPR. Kalau ada yang bermain, pasti kami tindak,” tegasnya.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!