DLH Sultra Anggarkan Rp 350 Juta untuk Budidayakan Maggot, Ini Tujuannya

Larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) atau maggot tengah dikembangkan oleh DLH Sultra sebagai solusi pengolahan sampah organik dan peluang ekonomi. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Seperti seorang seniman yang mengubah limbah menjadi karya seni, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berencana membudidayakan maggot dengan anggaran sebesar Rp 350 juta pada tahun 2025.

Maggot, yang juga dikenal sebagai larva lalat tentara hitam atau Hermetia illucens, bukan sekadar makhluk kecil yang tak berarti. Ia adalah pengurai limbah organik yang andal, sekaligus sumber manfaat ekonomi yang belum banyak tergali.

Larva ini tumbuh subur di lingkungan kaya bahan organik, seperti tempat pembuangan sampah, kompos, dan limbah makanan, menjadikannya agen alami dalam proses daur ulang.

Selain itu, maggot memiliki banyak kegunaan. Larva ini kaya akan protein dan lemak, sehingga sering dimanfaatkan sebagai pakan ternak, terutama untuk unggas dan ikan.

Bahkan, residu dari budidaya maggot dapat diolah menjadi pupuk organik berkualitas tinggi, memberikan manfaat ganda bagi sektor pertanian dan peternakan.

Lantas, mengapa DLH Sultra mengalokasikan ratusan juta rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membudidayakan larva ini?

Kepala DLH Sultra, Andi Makkawaru, menjelaskan bahwa program ini bukan hanya solusi untuk persoalan lingkungan, tetapi juga peluang emas dalam meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat.

“Program ini selaras dengan Indonesia Hijau, bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,” ujar Andi Makkawaru, Kamis (13/3).

DLH Sultra berkomitmen untuk berperan aktif dalam menyukseskan program tersebut dengan menggali potensi ekonomi berbasis lingkungan.

“Untuk tahun anggaran 2025, kami tetap mengikuti arahan dari pemerintah pusat, terutama dalam menyukseskan Indonesia Hijau. Selain itu, kita juga terus melakukan efisiensi anggaran dan mencari peluang ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah,” tambahnya.

Namun, kebermanfaatan program ini tidak berhenti di situ. DLH Sultra merancang skema yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga sebagai ujung tombak budidaya maggot.

Hal ini sejalan dengan program Modal Untuk Ibu-Ibu Rumah Tangga (Mantu) yang menjadi salah satu program unggulan Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka.

Di tangan para ibu, maggot akan menjadi solusi pengolahan sampah organik yang bisa diubah menjadi pakan ternak atau pupuk bernilai ekonomi.

Untuk memperkuat ekosistem usaha ini, DLH Sultra akan berkolaborasi dengan Dinas Koperasi, membentuk wadah koperasi bagi para ibu rumah tangga agar mereka memiliki akses yang lebih luas dalam pengembangan usaha.

“Program ini akan resmi diluncurkan pada 23 Maret 2025 dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk perbankan, guna memperluas akses dan dukungan finansial bagi para peserta,” tuturnya.

Tak hanya fokus pada pengolahan sampah, DLH Sultra juga menjalankan program Kampung Iklim dan inventarisasi gas rumah kaca, dua inisiatif besar yang mendapat alokasi anggaran lebih dari Rp 2 miliar dalam tiga tahun.

“Kampung iklim bertujuan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir, terhadap dampak perubahan iklim,” ujar Makkawaru.

Lebih dari sekadar program lingkungan, inisiatif ini juga selaras dengan visi Gubernur Sultra dalam mengembangkan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan.

Seperti maggot yang mengurai sampah menjadi sesuatu yang bernilai, program ini diharapkan mampu mengubah tantangan lingkungan menjadi peluang kesejahteraan bagi masyarakat di Bumi Anoa.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!
Exit mobile version