Berita  

DPRD Sultra Dinilai Lamban, Mahasiswa Tagih Janji Bentuk Pansus PT TBS

Sejumlah mahasiswa dari Konsorsium Mahasiswa Sultra (Korum) memberikan keterangan kepada wartawan usai menggelar aksi di depan Kantor DPRD Sultra, Senin (10/2). Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Konsorsium Mahasiswa Sultra (Korum) bersama Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Amara Sultra, serta Jangkar Sultra kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Sultra, Senin (10/2).

Mereka menuntut pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.

Aksi yang dimulai sejak pukul 10.30 WITA ini berlangsung panas setelah massa merasa DPRD Sultra tidak serius dalam menangani persoalan pencemaran lingkungan yang diduga akibat aktivitas tambang PT TBS.

Ketegangan terjadi ketika massa aksi tiba di Kantor DPRD Sultra dan tidak menemukan satu pun anggota dewan yang menyambut kedatangan mereka.

Kekecewaan tersebut membuat mahasiswa merangsek masuk, melakukan penyisiran ke beberapa ruangan untuk mencari anggota DPRD yang dapat menerima aspirasi mereka.

Situasi semakin memanas ketika massa aksi memblokade pintu masuk dan membakar ban di depan kantor DPRD Sultra sebagai bentuk protes atas lambannya respons dewan terhadap tuntutan mereka.

DPRD Dituding Hanya Beri Janji Kosong

“Kami ingin meminta ketegasan dari anggota DPRD Sultra soal rekomendasi pemberhentian aktivitas PT TBS di Kabaena Selatan,” tegas Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Botom.

Menurut Malik, DPRD Sultra, khususnya Komisi III, tidak menjalankan hasil keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang telah digelar pada 22 Januari 2025 lalu. Ia menilai dewan hanya memberikan janji tanpa tindakan konkret untuk mengusut dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi.

Setelah aksi berlangsung selama beberapa jam, sekitar pukul 13.00 WITA, anggota Komisi III DPRD Sultra akhirnya menemui massa aksi dan menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi, menyatakan pihaknya akan melakukan kunjungan langsung ke lokasi penambangan PT TBS guna mengumpulkan data primer sebelum membentuk Pansus.

“Kalau siap, ayo sama-sama supaya mereka melihat secara langsung pada pihak-pihak yang seperti TBS ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPRD Sultra lainnya, Suwandi Andi, turut menyetujui pembentukan Pansus untuk menyelidiki dugaan pencemaran lingkungan oleh PT TBS.

“Saya secara pribadi maupun anggota DPRD sepakat untuk pembentukan Pansus,” ungkapnya.

Sementara itu, anggota Komisi III Abdul Khalik menegaskan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan inspektur tambang dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk turun langsung ke lapangan.

PT TBS Diduga Beroperasi Tanpa RKAB

Selain dugaan pencemaran lingkungan, mahasiswa juga menyoroti legalitas operasi PT TBS yang belum mengantongi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut.

“Kami akan koordinasi dengan ESDM. Saya sudah dikirimkan juga, tidak ada namanya PT TBS sebagai pemegang kuota RKAB, Itu kami akan tidak lanjuti juga,” ungkapnya.

Inspektur Tambang Temukan Indikasi Pencemaran

Dalam RDP sebelumnya pada 22 Januari 2025, perwakilan Inspektur Tambang Sultra, Syahril, mengungkapkan bahwa berdasarkan tinjauan lapangan terakhir, terdapat temuan pembuangan air limbah pertambangan.

“Ada beberapa saluran yang mungkin sudah mulai tertutup oleh material-material,” katanya.

Selain itu, ditemukan indikasi air limbah yang berpotensi mencemari lingkungan di sekitar tambang PT TBS. Hal ini semakin menguatkan desakan mahasiswa agar DPRD segera bertindak tegas.

PT TBS Bantah Dugaan Pencemaran

Di sisi lain, Humas PT TBS, Nindra, membantah bahwa perusahaan telah mencemari lingkungan. Ia menegaskan bahwa air sungai yang terlihat keruh bukanlah akibat aktivitas tambang, melainkan karena curah hujan yang tinggi.

“Itu bukan banjir, tapi keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir di rumah warga itu diambil dua tahun lalu, dan saat kegiatan penambangan kami sedang berhenti,” jelasnya.

Meski pihak perusahaan membantah, mahasiswa tetap bersikeras bahwa pencemaran telah terjadi dan menuntut DPRD Sultra untuk segera membentuk Pansus guna melakukan investigasi lebih lanjut.

Mahasiswa pun berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga ada langkah konkret dari DPRD Sultra. Jika tuntutan mereka kembali diabaikan, massa aksi mengancam akan menggelar demonstrasi yang lebih besar dalam waktu dekat.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!