Opini  

Dr Bahri, Masa Lalu, Kini dan Akan Datang

Dr Bahri

Oleh: La Ode Pandi Sartiman

Dr Bahri menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Muna Barat terhitung genap sebulan pada Senin 27 Juni 2022. Direktur Perencanaan Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini diambil sumpahnya oleh Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi pada 27 Mei 2022 lalu.

Di awal-awal sebelum pelantikannya sebagai Pj Bupati Muna Barat, ada dinamika yang terjadi. Gelombang penolakan datang dari beberapa kelompok yang jelas ditahu warnanya.

Tak hanya mendapat penolakan dari kelompok partisan, Gubernur Sultra Ali Mazi juga menunjukkan tajinya sebagai penguasa di tingkat provinsi. Ia menunda melantik usungan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan dalih bukan usulan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Ada tiga nama yang diusulkan Gubernur namun mentah di meja Tito Karnavian.

Jenderal polisi ini punya alasan tersendiri mendorong pejabatnya untuk menjabat Pj Bupati Muna Barat. Di salah satu acara, Jenderal Tito menyatakan, penunjukkan Bahri semata mendorong asas profesionalitas. Toh juga, penunjukkan Pj merupakan hak perogeratif Presiden yang dimandatkan kepada Menteri Dalam Negeri. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 201 ayat 10.

Selain itu, Tito dengan latar belakang jenderal polisi, memiliki banyak sumber informasi terkait peta perpolitikan atau irisan politik dan pejabat di Bumi Anoa.

Untuk itu, penunjukkan Pj ini tidak hanya mempertimbangkan usulan gubernur, tetapi juga melihat faktor lain yang berdampak pada Pemilu 2024. Namun, kata Pemilu 2024 ini tidak mesti diterjemahkan liar untuk kepentingan kelompok politik tertentu.

Kita tahu, Pj Bupati adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ruang geraknya dibatasi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Kemudian, dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang diubah menjadi PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam salah satu pasal beleid itu tegas, PNS yang terlibat politik praktis bisa dipecat.

Tapi masih ada pihak yang ragu soal itu. Tidak mungkin pegawai dipecat bila memperjuangkan kepentingan politik yang berkuasa. Pemikiran ini bisa saja benar. Tetapi dengan fenomena viralisme saat ini, tentu akan membuat pejabat sekaliber apa pun akan ciut. Sebab, penghakiman publik di media sosial memiliki kekuatan yang lebih mempengaruhi mental dibandingkan hukuman yang diberikan di pengadilan, misalnya.

Tentu, konsekuensi pemecatan hingga bulling di media sosial ini, menjadi warning di awal bagi para Penjabat (Pj) Bupati agar lebih amanah melaksanakan tugas tambahan ini. Lebih-lebih pejabat seperti Dr Bahri misalnya. Usianya masih terbilang muda untuk berkarir di Kementerian Dalam Negeri. Sangat rugi bila merusak masa depan birokrasinya hanya untuk sebuah kepentingan politik di daerah dengan APBD Rp600 miliar ini.

Paradigma

Sebenarnya, Dr Bahri sudah mantap di Kemendagri mengurus perencanaan anggaran seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Tapi karena tugas tambahan tadi dari atasannya, Mendagri, mau tidak mau, Dr Bahri harus ikut perintah.

Penugasan di daerah ini bisa menjadi ajang belajar mengenal situasi di pemerintahan lokal. Paling tidak, daerah dilihat tak hanya lewat teropong dari Jakarta, tapi langsung turut merasakan, melihat dan mendengarnya.

Di awal-awal menjalankan roda pemerintahan di Muna Barat, Dr Bahri membuat beberapa gebrakan yang tentu bikin panas dingin orang-orang di Muna Barat dan Muna. Yah, Muna Barat dan Muna, memiliki kultur masyarakat yang sama berikut pertalian kekerabatan, namun terpisahkan oleh administrasi pemerintahan.

Dr Bahri mulai menerapkan disiplin apel setiap hari Senin. Menjanjikan tambahan penghasilan pegawai (TPP). Menata pemerintahan lebih professional. Berjanji akan membangun pusat perkantoran. Membangun masjid raya, serta lain-lainnya.

Sekilas, gaya atau menebar janji semacam ini lazim dilakukan oleh pejabat politik yang baru terpilih lewat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Tentu, janji kepala daerah itu merupakan terjemahan visi misi dalam kampanye.

Akan tetapi, Dr Bahri dan kepala daerah yang terpilih lewat jalur politik praktis itu jelas berbeda. Dr Bahri adalah birokrasi yang akan menanjak di level top kepegawaian. Tugas tambahan ini menjadi Curiculum Vitae untuk naik di jenjang birokrat paling tinggi. Sementara kepala daerah jalur politik biasanya berusaha agar : bisa memenuhi hasrat tim suksesnya, mau maju ke periode kedua, tarung ke daerah tetangga atau naik level.

Namun demikian, janji-janji Dr Bahri terkait dengan penataan birokrasi hingga pengelolaan sumber daya untuk kesejahteraan rakyat akan menjadi isapan jempol belaka jika tidak terealisasi. Hal ini bisa jadi boomerang bagi dirinya dan lembaga Kemendagri yang diwakilinya.

Sebab, munculnya Dr Bahri di Mubar ibarat telaga di tengah padang pasir. Diharapkan bisa membawa angin segar bagi mayoritas publik yang mendambakan pelayanan yang berkualitas. Dr Bahri diharapkan menjadi pembeda dan jadi patron baru di kalangan ASN mengenai system kerja yang professional dan patuh pada aturan perundang-undangan.

Baru-baru ini, Dr Bahri membuat jagad media sosial gempar. Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukannya di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Muna Barat jadi perbincangan hangat di group Whatshapp. Gebrakannya ini semacam mendobrak kotak Pandora yang selama ini dirasakan tapi wujudnya tidak kelihatan.

Yah, sulitnya mengakses Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Muna Barat menjadi salah masalah dalam hal keterbukaan pelayanan publik di Bumi Laworo. Bahkan ada istilah, situs LPSE Muna Barat semacam kelelawar. Siang redup, malam gentayangan.

Bagi Pj Bupati, sidak di LPSE Muna Barat ini tidak hanya menjadi heboh sesaat. Harus ada perbaikan lebih lanjut mengenai layanan publik berintegritas. Harapannya, ikut berdampak pada system pelayanan lainnya yang tentu berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat Muna Barat.

Memang masih ada saja yang meragukan Pj Bupati bisa merealisasikan janji-janjinya. Namun, Pj Bupati yang juga otak di balik kebijakan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) ini, diyakini bisa menata pemerintahan di Muna Barat kembali ke relnya. Tidak boleh ada lagi istilah, honorer lebih menentukan proyek dibanding aturan dan pejabat pemerintahan. Tidak boleh ada lagi suara sumbang mengenai pungutan liar (pungli) yang merusak citra daerah.

Dengan kapasitas dan posisinya di Kemendagri, Dr Bahri bisa mengucurkan dana segar untuk menyokong pembangunan dasar di Muna Barat yang belum dituntaskan pemerintahan di masa lalu.

Bila semua janji sebelumnya dapat ditunaikan oleh Dr Bahri, hal itu bisa menjadi standar baru bagi pemerintahan selanjutnya. Budaya dan paradigma birokrasi serta pelayanan yang professional harus dipertahankan demi mewujudkan cita-cita pemekaran daerah.

Meluruskan

Baru sebulan menjabat sebagai Pj Bupati Muna Barat, berita tentang masalah di Bumi Laworo membeludak. Ibarat jamur tumbuh di musim hujan.

Dr Bahri seakan-akan datang hanya menyelesaikan segudang masalah pemerintahan terdahulu. Memang, bukan waktunya untuk menyalahkan yang sebelumnya. Namun, untuk melakukan perbaikan harus ada pembanding. Tidak mungkin yang baik yang diluruskan. Pastinya, yang keliru mesti diperbaiki.

Salah satu contoh masalah adalah soal pembebasan lahan warga yang masuk wilayah pembangunan pusat perkantoran Kabupaten Muna Barat di Desa Lakalamba Kecamatan Sawerigadi. Wacana ini kemudian berimbas pada warga lainnya yang bermukim di sepanjang jalan ringroad. Beberapa menuntut agar lahannya yang digusur untuk pembangunan jalan ringroad untuk diganti rugi.

Alasan warga ini tentu benar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Bahwa, salah satu yang diganti rugi adalah tanah warga yang terdampak pembangunan jalan umum atau gedung pemerintahan.

Selain beleid itu jadi dasarnya, tidak rasional juga jika warga yang membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) ikut menyertakan jalan raya.

Masalah lain yang harus diluruskan Dr Bahri adalah mutasi pejabat tinggi pratama (JPT). Ada beberapa pejabat yang dinonjob menjadi staf biasa. Hal itu tentu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN termasuk peraturan turunannya.

Tidak ditahu, ke depan masalah apa lagi yang muncul. Pastinya, Pj Bupati memiliki kewajiban menuntaskan segala masalah itu meski waktunya singkat, maksimal dua tahun.

Kompleksnya masalah ini sepertinya butuh ditangani dengan motto Pegadaian. Menyelesaikan masalah tanpa masalah. Artinya mungkin begini : menyelesaikan masalah tanpa mengangkangi aturan.

Di tengah kompleksitas masalah di Bumi Laworo, Dr Bahri butuh dukungan publik. Kritikan konstruktif juga dibutuhkan. Sosok Dr Bahri yang punya pengalaman panjang di birokrasi, tak akan alergi dengan masukan atau pun kritikan publik. Tentu, tidak semua masukan akan dipenuhi.

Sebulan mengemban amanah di Muna Barat, ada harapan dengan hadirnya Dr Bahri, Muna Barat bisa maju, berkembang dan berdaya saing. Dinamikanya terbangun dari sisi profesionalitas dan berintegritas.

Biarlah, masa lalu dijadikan pelajaran. Masa kini kita berbenah. Dan di masa depan ada standar yang mesti dipertahankan.


*) Penulis adalah Guru SMPN Satap 1 Sawerigadi, dan Mantan Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!