Daerah  

Gejolak di Lembaga Adat Kerajaan Muna: Mencari Harmoni di Tengah Polemik

Rumah Adat Muna. Foto: Dok. Istimewa.

Muna – Di sebuah sudut Nusantara, tepatnya di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, sebuah lembaga adat yang sarat akan sejarah dan tradisi kini sedang menghadapi gejolak yang cukup signifikan.

Lembaga Adat Kerajaan Muna, yang selama ini menjadi simbol kelestarian budaya dan adat istiadat, kini bergelut dengan perpecahan internal. Gejolak ini dipicu oleh terbitnya Surat Pernyataan Nomor 02/LAKM/08/2024 dari Ketua Lembaga Adat Kerajaan Muna, Paduka Yang Mulia La Ode Sirad Imbo.

Pada tanggal 1 Agustus 2024, La Ode Sirad Imbo mengeluarkan surat tersebut yang mencabut Surat Mandat yang sebelumnya diberikan kepada Yang Mulia La Ode Riago melalui surat bernomor 01/LAKM/04/2024.

Mandat tersebut sebelumnya memberikan wewenang kepada La Ode Riago yang menjabat Kino Kasaka untuk mewakili Raja Muna dalam berbagai kegiatan sosialisasi dan silaturahmi. Selain itu, La Ode Sirad Imbo juga memberhentikan Yang Mulia Nazaruddin Saga dari jabatannya sebagai Bhonto Bhalano, La Ode Riago sebagai Kino Kasaka, dan Hadi Wahyudi dari jajaran pengurus Lembaga Adat Kerajaan Muna serta Lembaga Adat Wuna.

Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, terutama karena dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa kegiatan ritual adat yang dilaksanakan oleh La Ode Riago pada 28 hingga 29 Juli 2024 di Desa Kotano Wuna dilakukan tanpa sepengetahuan Ketua dan Pengurus Lembaga Adat Kerajaan Muna.

Kegiatan tersebut, termasuk keikutsertaan kelompok yang mengatasnamakan Lembaga Adat Kerajaan Wuna dalam acara Pawai Budaya hari ulang tahun ke-65 Kabupaten Muna dan menjelang hari kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia pada 30 Juli 2024, dianggap ilegal oleh La Ode Sirad Imbo.

Menanggapi surat tersebut, Dewan Sara Kerajaan Muna segera merilis klarifikasi pada 3 Agustus 2024. Dewan Sara menegaskan bahwa La Ode Riago masih sah sebagai pemegang mandat yang diberikan oleh La Ode Sirad Imbo dan Dewan Sara Wuna pada 18 April 2024. Mereka menolak pencabutan mandat secara sepihak oleh La Ode Sirad Imbo tanpa persetujuan Dewan Sara.

Dewan Sara juga mengkritik keputusan pemecatan Nazaruddin Saga oleh La Ode Sirad Imbo. Mereka menilai pemecatan tersebut tidak berdasar karena Nazaruddin hanya menjalankan tugasnya sebagai saksi dalam ritual adat dan peserta pawai budaya. Dewan Sara menggarisbawahi bahwa Nazaruddin dipilih oleh anggota Dewan Sara dan tidak bisa diberhentikan secara sepihak.

Selain itu, Dewan Sara menegaskan bahwa partisipasi Lembaga Adat Kerajaan Muna dalam pawai budaya pada HUT Kabupaten Muna bukanlah kegiatan ilegal, karena telah terkonfirmasi dengan panitia pelaksana.

Mereka juga membantah bahwa ritual adat Kasambuno Wite dilakukan tanpa sepengetahuan La Ode Sirad Imbo, dengan menyatakan bahwa acara tersebut diketahui oleh Kepala Bidang Kebudayaan yang juga merupakan menantu La Ode Sirad Imbo.

Dewan Sara juga menyoroti bahwa La Ode Mazati, yang membacakan pernyataan La Ode Sirad Imbo, sebenarnya sedang menjalani hukuman dari Dewan Adat Kerajaan Muna yang melarangnya melakukan tindakan apapun terkait Lembaga Adat selama satu tahun sejak 17 Mei 2024. Oleh karena itu, mereka menganggap tindakan La Ode Mazati ilegal.

Di tengah polemik ini, La Ode Riago memilih untuk tidak mempermasalahkan situasi ini secara serius. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki niat buruk terhadap Lembaga Adat Kerajaan Muna maupun Lembaga Adat Wuna.

“Ada hal yang salah dipahami dalam persoalan ini. Saya pribadi tidak punya niat buruk sama sekali untuk merusak tatanan Lembaga Adat Kerajaan Muna maupun Lembaga Adat Wuna. Dan itu tidak ada pelantikan Raja saat saya hadir ke Muna itu. Saya hadir karena ingin juga mengangkat harkat dan martabat Budaya Muna, apalagi ada tamu luar yang hadir pada acara budaya itu,” ungkapnya, Minggu (4/8).

La Ode Riago juga menjelaskan bahwa surat mandat yang diterimanya berasal dari Dewan Sara Muna dan ia tidak langsung menerimanya untuk menghindari potensi konflik. Ia meminta agar hal ini dibahas dalam musyawarah bersama Lembaga Adat Kerajaan Muna dan Lembaga Adat Wuna untuk mencapai kesepakatan yang baik.

“Saya minta mereka untuk lebih dulu memusyawarahkan hal itu agar terjadi kesepakatan yang baik. Setelah itu saya terima. Tapi ternyata sekarang menjadi masalah. Hal ini tidak penting untuk saya,” tuturnya.

Hadi Wahyudi, Kepala Bidang Kebudayaan Muna, mendukung pernyataan La Ode Riago. Ia menegaskan bahwa mandat yang diberikan kepada La Ode Riago tidak memiliki tendensi apapun dan dibuat agar La Ode Riago memiliki dasar saat memperkenalkan Lembaga Adat Kerajaan Muna dan Lembaga Adat Wuna di wilayah-wilayah kerajaan di Nusantara.

“Niat baik La Ode Riago ini menjadi atensi kami untuk bisa bekerja sama mengangkat nama baik Muna khususnya terkait sejarah kebudayaan kita di Muna. Apalagi kami adalah pemerintah setempat dan sangat bersyukur ada pihak swasta yang juga adalah orang asli Muna yang membantu kami,” tandasnya.

Gejolak ini mencerminkan kompleksitas dan sensitivitas dalam pengelolaan adat dan tradisi di wilayah tersebut. Semua pihak diharapkan dapat duduk bersama untuk mencari solusi terbaik demi kebaikan bersama dan kelestarian budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Muna.


Laporan: Denyi Risman

error: Content is protected !!