Daerah  

Isu Gagal Tanam Padi di Konawe Tak Benar, Bendungan Ameroro Tetap jadi Penopang

Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kabupaten Konawe, Kamis (10/4), membahas isu distribusi air irigasi di Kecamatan Uepai. Rapat dihadiri oleh DPRD, BWS Sulawesi IV, OPD teknis, Kapolres Konawe, kelompok tani, serta unsur masyarakat desa. Foto: Dok. Istimewa.

Konawe – Di tengah musim tanam yang masih berlangsung, isu terancam gagal tanam di lahan pertanian Desa Ameroro dan Humboto, Kecamatan Uepai, menyeruak ke publik. Luasnya mencapai 143 hektare.

Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kabupaten Konawe pada Kamis (10/4), pernyataan tersebut secara tegas terbantahkan.

Bendungan Ameroro tetap menjadi penopang utama pengairan areal persawahan di wilayah Kabupaten Konawe.

Adapun beberapa polemik terkait sejumlah petani yang mengeluhkan tak kebagian air, seluruh pihak berwenang sudah duduk bersama, membicarakan hal itu secara terang benderang.

Sejumlah keputusan juga sudah diambil untuk menyelasaikan permasalahan tersebut.

Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRD ini mempertemukan berbagai pihak strategis, mulai dari Kapolres Konawe, OPD teknis, hingga kelompok tani. Sorotan utamanya mengarah pada fungsi dan dampak bangunan ukur milik Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari.

Hasil RDP justru mengungkap bahwa gangguan distribusi air tidak bersumber dari bangunan ukur.

Masalah nyata ditemukan di lapangan: saluran sekunder banyak mengalami kebocoran akibat pembobolan, saluran tersier rusak, dan sebagian besar saluran dipenuhi sedimen serta tumpukan sampah.

Kerusakan ini menghambat distribusi air, meski musim tanam masih berlangsung dan aliran air semestinya tetap terjaga. Proses perbaikan pun tak bisa langsung dilakukan karena dikhawatirkan akan mengganggu pertanaman.

Alih-alih membiarkan kondisi memburuk, pihak BWS menempuh solusi taktis dengan menurunkan elevasi bangunan ukur. Ini dilakukan agar debit air yang masuk ke jaringan irigasi meningkat.

Langkah tersebut terbukti berhasil. Berdasarkan data teknis yang dibacakan dalam rapat, kebutuhan air untuk areal seluas 203 hektare hanya sebesar 253 liter per detik. Namun realisasi pasokan air di lapangan mencapai 391 liter per detik. Artinya, tidak ada kekurangan pasokan air.

Distribusi yang tak merata terjadi bukan karena kekurangan air, melainkan karena air tersendat di saluran yang rusak.

Dalam kesimpulan resmi Kepala BWS Sulawesi IV Kendari, Andi Adi Umar Dani berjanji akan mengevaluasi pegawai BWS Sulawesi IV yang berpolemik dengan masyarakat petani serta berjanji akan lebih meningkatkan kinerja seluruh pegawainya khususnya yang bertugas pada pelayanan irigasi masyarakat.

Termasuk, meminta kepada SKPD TPOP Dinas SDA dan Bina Marga Sultra untuk lebih meningkatkan kinerja dan kerjasama dalam memberikan pelayanan irigasi kepada masyarakat.

Rapat yang juga dihadiri oleh kepala desa, perwakilan petani, dan unsur pemuda ini menutup isu dengan penegasan bahwa bangunan ukur bukan penyebab persoalan. Bahkan, justru menjadi bagian dari solusi sementara.

Setelah masa panen mantinya selesai,  pihak BWS Sulawesi IV Kendari akan melakukan perbaikan saluran tersier dan saluran sekunder yang telah diinventarisasi titik kerusakan serta pembuatan bangunan box tersier agar petani dapat mengatur sesuai kebutuhan air di persawahan.


Editor: Redaksi

error: Content is protected !!
Exit mobile version