Kapolda Sultra Diduga Lindungi Oknum Polisi dalam Kasus Mafia Tanah Kendari

Kapolda Sulawesi Tenggara Irjen Pol Didik Agung Widjanarko memimpin langsung Upacara Pemuliaan Nilai-Nilai Luhur Tribrata dalam rangka Hari Bhayangkara ke-79 di Aula Dhacara Polda Sultra, Rabu (18/6). Foto: Dok. Istimewa.

Jakarta – Kasus dugaan mafia tanah di Kota Kendari terus bergulir dan kini mengarah pada desakan serius. Pergerakan Mahasiswa Keadilan (PMK) Sulawesi Tenggara (Sultra) menuding Kapolda Sultra Irjen Pol Didik Agung Wijdanarko melindungi seorang oknum perwira polisi, Iptu Naswar, yang namanya terseret dalam sengketa rumah milik Awaluddin.

“Kami mendesak Kapolri mencopot Kapolda Sultra. Kasus ini serius, menyangkut integritas kepolisian,” tegas Ismail Marcos, Ketua PMK Sultra, di Jakarta, Jumat (5/9).

PMK menilai penanganan perkara ini berlarut-larut, meski laporan resmi telah disampaikan kuasa hukum korban, Abdul Razak, sejak 21 Juli 2025.

“Padahal, data dan fakta yang dituangkan dalam aduan Awaluddin sudah cukup terang: ada dugaan kongkalikong, pemerasan, hingga pemalsuan dokumen,” ujar Ismail.

Ironinya, lanjut Ismail, di tubuh Polri sendiri terdapat Satgas Anti Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN.

“Tapi justru di Polda Sultra ada perwira yang diduga menjadi mafia tanah,” tambahnya.

PMK Sultra berencana menggelar aksi besar di depan Mabes Polri pada 10 September mendatang. Ratusan mahasiswa asal Sultra yang kini berada di Jakarta akan turun mendesak pencopotan Didik Agung dari kursi Kapolda Sultra.

“Presiden Prabowo harus memberi atensi. Korban sudah bertahun-tahun menanti keadilan,” kata Ismail.

Ketika dikonfirmasi wartawan pada Senin (1/9), Irjen Didik Agung memilih bungkam.

“Nanti ya saya jawab,” katanya singkat.

Nama Iptu Naswar, mantan Kasat Intel Polres Kolaka Utara, mencuat setelah Awaluddin kehilangan rumah yang telah dibelinya seharga Rp500 juta pada 2014.

Sertifikat sempat dititipkan di notaris sebelum dijadikan jaminan pinjaman Rp250 juta kepada Naswar pada 2016.

Namun, bukannya sekadar jaminan, kunci rumah justru diganti dan kediaman itu berpindah tangan.

“Rumah itu jelas sudah milik klien saya,” kata Abdul Razak, kuasa hukum Awaluddin.

Belakangan, rumah tersebut berpindah tangan berulang kali: dari Sony ke Syahrir, lalu ke seorang bernama German. Abdul Razak menyebut pola ini sebagai modus klasik mafia tanah.

“Ini sudah jelas modus mafia tanah. Sertifikat dijadikan jaminan, lalu hilang dari pemilik sahnya,” ujarnya.

Awaluddin merugi Rp250 juta dan kehilangan rumah yang sudah dibayar lunas. Laporan terhadap Naswar, Sony, dan Syahrir telah dilayangkan dengan tuduhan pemerasan, pemalsuan dokumen, pemberian keterangan palsu dalam akta, hingga penadahan. Namun, hingga kini kasus tersebut tak kunjung mendapat titik terang.

“Kami meminta Kapolda Sultra mengusut kasus ini dengan transparan, tanpa pandang bulu,” tegas Abdul Razak.


Editor: Redaksi

error: Content is protected !!