Konawe Selatan – Kasus guru SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel) bernama Supriyani yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena diduga memukul seorang muridnya, sedang ramai diperbincangkan dan menjadi perhatian.
Yang ramai diperbincangkan adalah soal adanya narasi permintaan uang damai sebesar Rp 50 juta dari pihak keluarga korban yang merupakan anggota kepolisian.
Kapolres Konsel, AKBP Febry Sam dalam keterangan persnya menyebut bahwa narasi awal yang berkembang di masyarakat tidak benar, termasuk membantah soal adanya permintaan uang damai Rp 50 juta itu yang diminta keluarga korban.
Dia mengungkapkan bahwa pada pertemuan kedua setelah dibuat Laporan Polisi, dilakukan pertemuan yang dihadiri oleh Kades Wonua Raya, suami dan tersangka serta orangtua korban.
Dalam pertemuan tersebut pihak korban meminta maaf, dan ayah korban telah memaafkan. Akan tetapi ayah korban kembali mengatakan bahwa istrinya atau ibu dari korban belum menerima hal itu, dan meminta pengertian terhadap kondisi yang dialami.
Dalam pertemuan itu, kata Febry, suami tersangka mengeluarkan amplop putih yang tak diketahui isinya. Amplop itu, lanjut dia, tidak disentuh oleh pihak keluarga korban.
“Setelah penyampaian perdamaian, di situlah adanya tindakan dari suami pelaku, seperti yang saya sampaikan kepada teman-teman berkembangnya hoax di masyarakat ada amplop warna putih,” ungkap Febry.
“Dan pada saat ditanyakan kepada keluarga korban, mereka tidak mengetahui apa isi amplopnya, itu dikeluarkan suami pelaku yang meletakkan di atas meja,” sambungnya.
Orangtua korban, kata Febry, merasa tersinggung dengan adanya amplop tersebut, sebab suami pelaku dan ayah korban bersahabat baik.
“Kita sudah saling kenal, selama ini kamu ke mana, kenapa harus ada amplop itu,” ujar Febry menirukan perkataan ayah korban kepada suami pelaku.
“Karena kaget kepala desa (Wonua Raya) langsung mengambil amplop tersebut,” sambuny Febry.
Terkait narasi adanya permintaan uang damai Rp 50 juta itu, Febry mengungkap bahwa Kepala Desa Wonua Raya lah yang menyampaikan hal secara empat mata dengan Kapolsek Baito.
Katanya, akan memberikan uang Rp 30 juta agar kasus diselesaikan. Akan tetapi Kapolsek Baito menolak karena keluarga korban belum memberikan kesepakatan perdamaian.
“Pak kades, mau itu Rp 30 juta, mau itu 50 juta dan berapapun jumlahnya itu uang kalau belum ada kesepakatan damai dari pihak keluarga korban itu tidak akan selesai,” ungkap Febry menirukan perkataan Kapolsek Baito saat berbicara empat mata dengan kepala desa.
“Dan justru Kapolsek Baito menyarankan kepada kepala desa agar mengajak pelaku untuk kembali menemui keluarga korban,” katanya.
Namun, karena tak kunjung ada itikad baik dari pihak keluarga terduga pelaku, kata Febry, kasus pun berlanjut hingga pada 26 September 2024 perkara dinyatakan P21.
Lalu terkait penahanan terhadap Supriyani seperti yang beredar dalam narasi awal, AKBP Febry Sam menegaskan bahwa selama awal proses penyelidikan, penyidikan hingga dinyatakan P21, pihak kepolisian tidak pernah melakukan penahanan terhadap tersangka.
Penahan dilakukan, kata dia, saat perkara dilimpahkan ke kejaksaan, dan pihak kejakasaan yang menahan tersangka di Lapas Perempuan dan Anak Kendari.
Sementara itu ayah korban, Aipda Wibowo Hasyim juga membantah adanya permintaan uang damai, namun mengakui bahwa Supriyani datang ke rumahnya dengan membawa amplop, yang kemudian ditolak.
“Dia datang dengan kepala desa, dan suaminya mencabut amplop dari sakunya. Saya tidak tahu isinya, saya sentuh pun tidak. Jadi, tidak ada sama sekali pembahasan uang. Fitnah itu,” tegasnya.
Editor: Wiwid Abid Abadi