Kendari – Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hendro Nilopo, menilai ada dugaan unsur tindak pidana suap dalam kasus dugaan penipuan penerbitan IUP yang melibatkan oknum ASN di Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XXII Kendari berinisial SA.
Pasalnya, kata Hendro, jika dicermati di kasus tersebut terjadi transaksi antara seorang pengusaha berinisial MAI yang hendak mengurus perizinan IUP dengan SA yang statusnya adalah ASN.
“Kita lihat dari kronologi awal kasus penipuannya, pengusaha MAI menyerahkan sejumlah uang kepada SA untuk keperluan mengurus penerbitan IUP, SA itu ASN di BPKH, di sini kita artikan bahwa penyerahan uang itu ada kaitanya dengan penerbitan IUP, artinya ada upaya suap menyuap untuk memuluskan pengurusan IUP itu,” kata Hendro kepada Sultranesia, Rabu (15/11).
“Dan satu hal lagi jika dicermati di kronologi kasusnya yang ditulis beberapa media, di situ SA menjanjikan bisa mengurus penerbitan IUP dengan biaya sekitar Rp 12 miliar, dan pengusaha MAI menyanggupi, bahkan sudah menyerahkan uang Rp 6,1 miliar, ini sudah jelas sekali masuk kategori suap,” imbuhnya.
Menurut Hendro, sudah ada bukti bahwa pengusaha MAI menyerahkan uangnya Rp 6,1 miliar kepada AS dari total yang diminta AS sebesar Rp 12 miliar untuk pengurusan IUP.
Pria yang karib disapa Egis ini mengatakan, apa yang dilakukan keduanya merupakan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Nomor tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang di antaranya menjelaskan terkait suap.
Menurut Hendro, kasus dugaan penipuan oknum ASN BPKH Kendari AS dan pengusaha MAI itu bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum lain yakni Kejaksaan Tinggi Sultra maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan dugaan suap menyuap penerbitan IUP ini.
Namun demikian, Hendro juga mengingatkan bahwa dalam kasus suap ini, pemberi maupun penerima hasil tetap diproses oleh APH.
Untuk itu, dalam waktu dekat Hendro secara kelembagaan akan melaporkan kasus ini ke Kejati Sultra. “Ya kita akan laporkan segera dengan bukti-bukti yang ada di media, dan foto-foto penyerahan uang dari pengusaha MAI ke SA, kasus ini kami yakini bisa menyingkap tabir lain terkait dugaan suap dalam pengurusan penerbitan IUP,” kata Hendro.
“Nantinya, jika pihak Kejati Sultra enggan merespon laporan kami, maka kami akan berangkat ke Jakarta melaporkan kasus ini ke KPK dan Kejagung. Kita akan lihat lembaga mana yang cepat merespon kasus-kasus korupsi yang sudah jelas terpampang di depan mata,” pungkasnya.
Kasus Penipuannya Diselidiki Polisi
Ditreskrimum Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) kini tengah melakukan penyelidikan kasus dugaan penipuan pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XXII Kendari berinisial SA.
Diketahui, SA dilaporkan ke Polda Sultra oleh seorang pengusaha di Kota Kendari berinisial MAI pada Jumat, 27 Oktober 2023.
Dirkrimum Polda Sultra, Kombes Pol Dodi Ruyatman, saat dikonfirmasi Sultranesia membenarkan laporan tersebut. Dodi menyebut pihaknya masih melakukan penyelidikan.
“Masih penyelidikan,” kata Kombes Dodi dihubungi melalui pesan singkat Whatsapp, Selasa (14/11).
Kombes Dodi mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemanggilan klarifikasi terhadap terlapor SA, namun yang bersangkutan belum hadir dengan alasan masih tugas luar daerah.
“(Terlapor) belum hadir karena masih ada tugas di luar daerah. Iya sudah (dipanggil) kita lakukan klarifikasi tapi belum bisa hadir,” pungkasnya.
Kronologi Penipuan
Seorang pengusaha di Kendari berinisial MAI (30) melaporkan oknum ASN berinisial AS ke Polda Sulawesi Tenggara atas dugaan penipuan pengurusan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
MAI menceritakan, awalnya dia bertemu dengan AS pada 22 Agustus 2022 lalu di sekitra Kelurahan Bende Kota Kendari.
Pertemuan itu membahas terkait pengurusan penerbitan dokumen-dokumen perizinan IUP milik korban.
AS, kata MAI, saat itu mengatakan bisa membantu mengurus dokumen itu agar segera tersebut. Dan mempermudah AS meminta biaya sekitar Rp 12 miliar.
Setelah diyakinkan oleh AS, korban pun menyetujui. Sehingga ia memberikan uang yang diminta AS dalam jumlah bervariasi.
“Ada yang saya kasih kes, ada juga yang saya transfer ke rekening SA langsung,” kata MAI, Senin (13/11).
Menurut MAI, dari total Rp 12 miliar yang diminta oleh AS, dia baru memberikan uang sebesar Rp 6,1 miliar. Ia memilih menunda pemberian seluruh uang kepada SA sebab setelah melakukan pengecekan, beberapa dokumen IUP yang diberikan SA ternyata palsu.
Merasa tertipu, MAI langsung meminta penjelasan kepada SA, tetapi SA berdalih dengan berbagai alasan, bahkan nomornya tidak bisa lagi dihubungi.
“Saya sudah mencoba penyelesaian secara kekeluargaan dan meminta yang bersangkutan untuk mengembalikan dana tersebut. Tapi dia banyak alasan, susah dihubungi sekarang, putus kontak mi sekarang,” kesalnya.
Kesal karena SA tidak ada itikad baik, korban memilih mengadukan SA ke Polda Sultra atas dugaan kasus penipuan pada Jumat, 27 Oktober 2023.
Laporan: Wiwid Abid Abadi