Bombana – Proses perizinan kawasan industri oleh PT Sultra Industrial Park (PT SIP) di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, mulai menjadi sorotan publik.
Di balik nama besar investasi dan rencana pembangunan kawasan industri, terkuak adanya tumpang tindih lahan dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) aktif milik dua perusahaan, yaitu PT Panca Logam Makmur (PLM) dan PT Anugrah Alam Buana Indonesia (AABI).
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bombana diketahui telah mengeluarkan surat rekomendasi bernomor 503.14/0004/DPMPTSP/04/2025 terkait kesesuaian tata ruang daerah untuk pembangunan kawasan industri oleh PT SIP. Rekomendasi itu mencakup lahan seluas 1.368 hektar.
Namun, sebagian besar lahan yang dimaksud berada di atas WIUP yang masih aktif.
Ketua Umum Lingkar Kajian Kehutanan (LINK) Sultra, Muh Andriansyah Husen, mempertanyakan legalitas dan logika di balik rekomendasi tersebut.
Menurutnya, proses perubahan peruntukan lahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
“Menurut hemat kami, ini melanggar aturan. Karena perubahan rencana tata ruang dari WIUP menjadi wilayah industri biasanya dilakukan setelah IUP berakhir atau izin sebelumnya dicabut,” ungkap Andriansyah dalam keterangannya yang dikutip melalui HaloSultra.com, Selasa 27 Mei.
Lebih jauh, Andriansyah mengungkapkan bahwa PT SIP ternyata juga berniat melakukan penambangan mineral Antimoni, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Bupati Bombana, Ahmad Yani, dalam pemberitaan media.
“Menurut informasi yang kami tangkap dari pemberitaan, Wakil Bupati Bombana, Ahmad Yani, menyebut bahwa PT SIP akan melakukan penambangan Antimoni. Padahal yang dimintakan izin adalah kawasan industri,” jelasnya.
Antimoni merupakan unsur kimia berwarna perak dengan simbol Sb dan nomor atom 51. Mineral ini banyak digunakan dalam cat, keramik, logam campuran, dan semikonduktor.
Keberadaannya di wilayah itu membuat publik bertanya-tanya, apakah benar PT SIP akan membangun kawasan industri atau justru menjadikannya sebagai kedok aktivitas pertambangan.
“Nah inikan aneh, PT SIP ini mengusul untuk izin pembangunan kawasan industri tapi ujung-ujungnya akan menggali dan menambang,” kata Andriansyah.
Ia menilai, Pemkab Bombana seharusnya lebih berhati-hati dalam mengeluarkan rekomendasi, terlebih menyangkut lahan yang memiliki potensi konflik hukum maupun sosial.
“Harusnya Pemkab Bombana lebih teliti dalam memberikan rekomendasi, terutama terkait masalah lahan jangan sampai dikemudian hari dapat menimbulkan sengketa berkepanjangan,” tegasnya.
Tidak hanya soal izin dan legalitas lahan, Andriansyah juga mengingatkan potensi dampak lingkungan serta gejolak sosial yang bisa timbul dari keputusan yang terburu-buru itu.
Ia menuding Pemkab Bombana terlalu mudah memberikan rekomendasi atas nama percepatan investasi.
“Pemkab Bombana jangan asal mengeluarkan rekomendasi dengan berlindung pada percepatan investasi hanya untuk kepentingan elit di Bombana,” pungkasnya.
Hingga laporan ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Bombana terkait polemik tumpang tindih lahan dan indikasi adanya niat penambangan terselubung dalam izin kawasan industri yang diberikan kepada PT SIP.
Masyarakat menunggu kejelasan lebih lanjut dari pemerintah dan aparat terkait untuk memastikan apakah proyek ini memang untuk kepentingan industri berkelanjutan atau sekadar pintu masuk eksploitasi tambang berkedok investasi.
Editor: Redaksi