Berita  

Kementerian Desa Sebut Ribuan BUMDes di Sultra Belum Punya Badan Hukum

Azhar Riyadi, Staf Direktorat Kelembagaan Ekonomi dan Investasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes). Foto: Denyi Risman/Sultranesia.com.

Kendari – Kondisi Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes di Sulawesi Tenggara (Sultra) saat ini menghadapi tantangan besar terkait legalitasnya. Azhar Riyadi, Staf Direktorat Kelembagaan Ekonomi dan Investasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes), menyampaikan pandangannya mengenai kondisi tersebut.

Azhar menjelaskan bahwa permasalahan stagnasi dalam pendaftaran badan hukum tidak hanya terjadi di Sulawesi Tenggara, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Namun, Sulawesi Tenggara menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan, di mana dari sekitar 1.500 BUMDes, hanya sekitar 316 BUMDes yang berhasil mendapatkan status badan hukum.

Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 20 persen BUMDes yang telah terverifikasi sebagai badan hukum, sementara sisanya masih dalam proses atau belum memulai pendaftaran sama sekali.

“Saat ini, kita berupaya untuk mendampingi BUMDes dengan memberikan simulasi pendaftaran badan hukum. Tujuannya adalah agar mereka bisa memahami proses dan persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikat badan hukum dari Kemenkumham,” ujar Azhar, Kamis (8/8).

Sertifikat ini penting karena akan memudahkan BUMDes dalam menjalin kerjasama dengan pihak lain, serta memperlancar proses perizinan usaha yang mereka jalankan.

Namun, tantangan terbesar yang dihadapi BUMDes bukan hanya soal legalitas, tetapi juga tentang bagaimana usaha mereka tetap berjalan dengan baik sambil menunggu proses pendaftaran badan hukum selesai.

“Yang paling penting sebenarnya adalah agar usaha BUMDes terus berjalan. Sambil usaha berjalan, pendaftaran badan hukum tetap harus diproses. Jadi, tidak perlu khawatir selama usaha yang dijalankan adalah usaha yang baik dan legal,” tambahnya.

Azhar juga menyoroti beberapa masalah lapangan yang kerap dihadapi oleh BUMDes, seperti penggunaan nama pribadi dalam operasional BUMDes sebelum badan hukum terbentuk. Situasi ini sering menimbulkan konflik dan kerancuan dalam pengelolaan aset, yang seharusnya menjadi milik kolektif desa.

“BUMDes ini adalah entitas badan hukum baru yang diatur oleh Undang-Undang Cipta Kerja dan ditindaklanjuti dengan PP11 sebagai payung hukum untuk penerbitannya,” jelas Azhar. Peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua aset dan keputusan yang terkait dengan BUMDes dikelola secara kolektif dan transparan melalui musyawarah desa.

Dengan turunnya PP11 dan berbagai regulasi pendukung lainnya, harapannya adalah untuk menghindari pengambilalihan aset oleh oknum-oknum tertentu dan memastikan bahwa kepemilikan dan pengelolaan BUMDes tetap berada di tangan masyarakat desa. Hal ini diharapkan dapat memperkuat posisi BUMDes sebagai motor penggerak ekonomi desa yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan.

Melalui kegiatan pendampingan ini, Kemendes berharap dapat mendorong percepatan proses legalisasi BUMDes di Sulawesi Tenggara. Dalam waktu dekat, diharapkan BUMDes yang telah mengikuti kegiatan ini dapat menyelesaikan pendaftaran badan hukum mereka dalam 2-3 minggu ke depan. Upaya ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa BUMDes di Sulawesi Tenggara tidak hanya berkembang secara ekonomi, tetapi juga memiliki fondasi hukum yang kuat untuk mendukung keberlanjutan usaha mereka di masa depan.


Laporan: Denyi Risman

error: Content is protected !!