Jakarta – Di balik gemerlap upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-79 di Istana Negara, ada kisah penuh kebanggaan dari putra-putri Sulawesi Tenggara yang menampilkan tarian kolosal dengan memukau. Mereka bukan hanya berhasil menghibur, tetapi juga mengharumkan nama daerah di tingkat nasional. Tak heran, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sulawesi Tenggara, Anton Timbang, merasakan kebanggaan yang mendalam terhadap pencapaian ini.
Tim penari kolosal Sulawesi Tenggara, yang terdiri dari sekitar 60 orang, berhasil mencuri perhatian dalam sesi hiburan penurunan bendera. Tarian yang mereka bawakan, Tari Lulo Alu, bukan sekadar sebuah pertunjukan, melainkan sebuah perayaan budaya yang menggambarkan semangat dan identitas masyarakat Sulawesi Tenggara. Gerakan-gerakan enerjik dan harmonisasi yang sempurna menggambarkan keindahan budaya lokal yang sarat makna.
Tari Lulo Alu adalah tarian tradisional yang berasal dari Tokotua, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Tarian ini merupakan bagian dari ritual adat masyarakat Tokotua sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas melimpahnya rezeki dari hasil panen beras di masa lalu. Sejarah mencatat bahwa Tokotua atau Kabaena, pada masa kejayaannya, adalah bagian dari Kesultanan Buton dan dikenal sebagai penghasil beras yang penting bagi kekuatan ekonomi kesultanan tersebut.
Tarian ini biasanya dibawakan oleh 12 penari, yang terdiri dari delapan penari pria yang memegang alu (penumbuk padi) dan empat penari perempuan yang memegang nyiru (alat penapis gabah) serta saputangan. Gerakan mereka menggambarkan proses menumbuk padi dan menapis gabah. Pakaian yang digunakan mencerminkan ciri khas Kabaena dengan dominasi warna hitam, serta tambahan warna kuning dan merah.
Hingga kini, Tari Lulo Alu masih sering dipentaskan dalam upacara adat, terutama untuk menyambut tamu-tamu penting yang berkunjung ke wilayah tersebut. Selain itu, tarian ini juga sering ditampilkan dan diperlombakan dalam acara-acara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga umum.
Anton Timbang, sebagai salah satu tokoh penting di Sulawesi Tenggara, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memberikan apresiasi kepada tim yang telah berjuang keras. Apresiasi ini diwujudkan dalam bentuk bonus dana tunai, yang diserahkan langsung kepada seluruh anggota tim, termasuk para penari, pelatih, dan official. Bagi Anton, penghargaan ini bukan hanya tentang pengakuan atas prestasi, tetapi juga sebagai motivasi agar mereka terus mengembangkan bakat dan kreativitas mereka.
“Atas keberhasilan anak-anak kita, tidak ada salahnya jika kita berikan apresiasi. Mereka telah berhasil mengharumkan nama daerah di tingkat nasional,” ujar Anton Timbang dengan nada bangga, menegaskan betapa pentingnya pengakuan terhadap prestasi anak-anak muda yang mengangkat nama daerah mereka di kancah nasional.
Anton tidak hanya berhenti pada apresiasi. Ia juga menyampaikan harapannya agar tim penari kolosal Sulawesi Tenggara terus berlatih dan mengasah bakat mereka. Bagi Anton, seni dan budaya adalah aset yang perlu dijaga dan dikembangkan. Ia berharap, dengan dorongan ini, generasi muda Sulawesi Tenggara bisa terus berinovasi dan menorehkan prestasi di ajang-ajang nasional lainnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Tenggara, H. Belli Tombili, tidak dapat menyembunyikan rasa syukurnya. Penampilan tim penari Sulawesi Tenggara yang luar biasa di Istana Negara menjadi kebanggaan tersendiri baginya. “Alhamdulillah, anak-anak tampil sangat baik dalam peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 di Istana Negara,” ucap H. Belli dengan penuh syukur.
Belli juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Anton Timbang atas dukungan yang diberikan. Baginya, dukungan dari figur penting seperti Anton sangat berpengaruh dalam memotivasi para penari untuk terus berlatih dan berkreasi. “Kami bersyukur Pak Anton Timbang selalu mendukung kegiatan kepariwisataan dan budaya di Sulawesi Tenggara. Sebelumnya, beliau juga memberikan apresiasi berupa tambahan uang saku bagi penari Lumense tahun 2022,” kata H. Belli.
Menariknya, apresiasi dari Anton Timbang ini bukan kali pertama. Tahun ini, apresiasi kembali diberikan kepada penari Lulo Alu, yang menjadi simbol kebanggaan dan identitas budaya Sulawesi Tenggara. Dukungan ini diharapkan dapat terus memupuk semangat para seniman muda untuk melestarikan dan mengembangkan seni tari tradisional.
Tari Lulo Alu yang ditampilkan di Istana Negara bukan hanya sebuah hiburan, melainkan sebuah pernyataan bahwa budaya Sulawesi Tenggara memiliki tempat istimewa di panggung nasional. Para penari muda ini, dengan gerakan yang enerjik dan penuh ekspresi, telah menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya.
Dengan dukungan dan apresiasi dari para pemimpin daerah seperti Anton Timbang, masa depan seni dan budaya Sulawesi Tenggara terlihat cerah. Semangat yang ditunjukkan oleh tim penari ini diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya untuk terus mencintai dan mengembangkan seni budaya lokal, membawa nama Sulawesi Tenggara semakin harum di tingkat nasional.
Editor: Denyi Risman