Kendari – Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, membantah stigma bahwa pengembangan kawasan perumahan menjadi penyebab banjir di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Justru menurut Junaidi, stigma itu sengaja diciptakan untuk mengkambing hitamkan pengembang perumahan.
“Mungkin stigma itu bisa diciptakan ya. Karena setahu saya di daerah lain yang tidak ada serapan air yang lebih besar seperti Kendari, isu itu tidak pernah muncul,” kata Junaidi saat menghadiri Musda I DPD Apersi Sultra di Grand Claro Hotel Kendari, Rabu (17/7).
Junaidi menyebut, pengaruh pengembangan perumahan terhadap terjadinya banjir sangat kecil. “Banjir itu kalau perumahan pengaruhnya sangat kecil,” ujarnya.
“Karena di kota-kota besar yang notabene tidak ada serapan airnya itu tidak pernah ada isu banjir terjadi karena perumahan. Nah stigma ini yang perlu kita jelaskan ke masyarakat, (banjir) bukan karena perumahaan, mungkin karena perumahan itu membangunnya tidak sesuai perizinan, itu mungkin saja jadi masalah,” imbuhnya.
Sementara itu, kata Junaidi, anggota Apersi membangun perumahan setalah mendapat izin lengkap dari pemerintah. Dia pun menyarankan untuk bersama mancarikan solusi banjir.
“Tapi kita kan membangun sesuai tata ruang, berarti kan izinnya sudah diberikan Pemda, nah sekarang bagaimana mengatasi itu, ya harus dicarikan solusi, misalnya galang partisipasi pengembang untuk buat danau serapan, nah itu solusi, sehingga air tidak langsung menuju ke lokasi lebih rendah,” katanya.
Untuk itu, Junaidi mengatakan tidak perlu mencari kambing hitam atas masalah banjir yang terjadi di Kendari. Dia membandingkan dengan daerah yang terdapat industri besar seperti pertambangan namun tak pernah disinggung sebagai penyebab banjir.
“Tidak perlu mencari kambing hitam, tapi kita fikirkan bagaimana ke depan ada solusi mengatasi banjir. Kalau perumahan saya fikir menyumbangnya kecil banget, sekian persen,” katanya.
“Dibanding daerah yang ada industri lain, misalnya, contoh ya ada pertambangan daerah lain yang lebih luas kok tidak pernah jadi cerita banjir sih, tapi kok perumahan yang hanya satu hektar sekian hektar, kok dijadikan isu. Tapi bagi saya bukan isunya yang kita cari, tapi solusinya yang kita cari, tidak perlu mengkambing hitamkan siapapun,” tambahnya.
Ditanya terkait komitmen anggota Apersi tentang kelengkapan perizinan dan kemungkinan jika melanggar perizinan, Junaidi menegaskan menyerahkan ke pemerintah untuk memproses sesuai regulasi.
“Itu sudah ada ranahnya pemerintah, ketika kita tidak patuh sesuai perizinan, pemerintah sudah punya koridornya, jadi kita serahkan ke pemerintah daerah bagaimana kepada pengembang yang tidak sesuai komitmen,” pungkasnya.
Editor: Wiwid Abid Abadi