Wakatobi – Namanya Leni, usianya masih 15 tahun, namun semangatnya untuk menempuh pendidikan tingkat menengah atas sangatlah besar di tengah segala keterbatasannya.
Dia yang baru duduk di bangku kelas 10 harus menempuh jarak sekitar 14 kilo meter pulang pergi dari rumahnya ke SMAN 1 Wangi-wangi demi mengejar cita-citanya menjadi seorang pengusaha.
Jarak yang sangat jauh dari rumahnya ke sekolah itu ditempuh Leni dengan berjalan kaki. Dia harus melewati kawasan hutan di desanya dan jalanan yang mendaki.
Saat ini, sekolah Leni memberlakukan masuk siang, sekitar pukul 12.30 WITA. Untuk bisa tepat waktu, Leni harus berangkat dari rumahnya sekitar pukul 10.00 WITA. Itupun kadang masih terlambat. Jika pulang sekolah sekitar pukul 4 sore, biasanya Lenih tiba di rumahnya magrib.
Leni merupakan anak yatim piatu yang tinggal di sebuah rumah sederhana di Dusun Langgaha Baru, Desa Wungka, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Di rumah itu dia tinggal bertiga bersama dua orang adiknya bernama Juma yang masih berusia 12 tahun, dan Dewi berusia 7 tahun.
Kedua orang tua Leni meninggal dunia saat ia masih SD. Setelah orangtuanya meninggal, Leni dan kedua adiknya dijaga oleh pamannya. Sayang takdir berkata lain. Pamanya juga meninggal dunia.
Leni kemudian diasuh oleh neneknya. Namun, neneknya terkena struk hingga lumpuh.
Segala kesulitan itu tak membuat Leni patah arang untuk terus melanjutkan pendidikannya. Sempat terbesit di fikiranya ingin putus sekolah, namun lagi-lagi dia tetap bangkit dan terus melajutkan sekolahnya hingga SMA.
“Pokoknya, saya ingin terus sekolah. Kalau bisa sampai kuliah. Saya ingin jadi pengusaha,” kata Leni ditemui jurnalis Sultranesia di SMAN 1 Wangi-wangi, Jumat, 20 Oktober 2023.
Untuk kebutuhan sehari-hari di rumah dan biaya sekolah, Leni dibantu oleh adiknya, Juma, dan juga tantenya.
Juma, adik Leni, terpaksa harus berhenti hanya sampai di sekolah dasar, dan tidak melanjutkan ke jenjang SMP demi bisa menopang kebutuhan kakak dan adiknya. Sehari-hari, Juma yang masih belia, berkerja sebagai buruh bangunan.
Leni juga tak berpangku tangan, untuk memenuhi kebutuhannya, Leni biasanya memetik kelapa dari kebun peninggalan mendiang orang tuannya lalu dijual ke pasar.
Tak seperti siswa-siswi lain yang bisa bermain sepulang sekolah, Leni tidak. Dia harus mengurus rumah, kedua adiknya, dan juga neneknya yang lumpuh di rumah tantenya.
Leni memang sudah terbiasa mandiri untuk terus bersekolah. Menurut dia, sewaktu menempuh pendidikan sekolah dasar, dia tak menerima beasiswa. Begitu pula saat sekolah menengah pertama, dia hanya menerima beasiswa miskin saat kelas tiga. “Waktu kelas satu dan dua SMP saya tidak dapat,” kata Leni.
Remaja kelahiran 21 September 2008 ini terus ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya di tengah keterbatasan ekonomi dan ditinggal kedua orang tuanya.
Dikujungi Kadis Dikbud Sultra
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggra (Sultra), Yusmin, yang mendapat laporan tentang Leni, langsung berangkat dari Kendari menuju Wakatobi pada Jumat, 20 Oktober 2023.
Dia berangkat bersama rombongan dinasnya dan Darma Wanita Persatuan Dikbud Sultra untuk langsung menemui Leni.
Selepas Salat Jumat, Yusmin langsung menuju SMAN 1 Wangi-wangi dan menemui Leni di sekolahnya.
Yusmin bersama rombongan guru-guru juga mengajak Leni untuk mengunjungi rumahnya di Dusun Langgaha Baru, Desa Wungka, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi. Di rumah yang sederhana itu, Yusmin bertemu dengan kedua adik Leni.
Kepada awak media, Yusmin mengatakan, berdasarkan perintah dari Pj Gubernur Sultra Komjen Pol (P) Andap Budhi Revianto, dia langsung mengambil langkah cepat mengunjungi Leni di Wakatobi untuk segera mencarikan solusi atas keadaanya.
Hal ini juga dia lakukan dalam rangka menindaklanjuti program Pj Gubenur Sultra di sektor pendidikan untuk memastikan setiap anak di Bumi Anoa mendapat haknya dalam menempuh pendidikan yang layak.
“Tadi saya sudah menemui Leni di sekolah, terus kita ke rumahnya juga. Saya juga sudah rapat sama kepala sekolahnya dan guru-guru bahwa keadaan ini sudah kita lihat secara nyata, dan ini tanggung jawab kita bersama, saya ingin memastikan bahwa anak kita ini punya kesempatan yang sama. Ini menjadi perhatian serius kami, dan kami pastikan hak-haknya untuk bersekolah terpenuhi dengan baik,” jelas Yusmin.
Karena melihat jarak rumah dengan sekolah yang jauh, Yusmin sudah menawarkan solusi agar Leni tinggal bersama guru yang dekat dengan sekolah. Namun hal itu ditolak Leni dan tidak memungkinkan karena dia masih mengurus dua adik dan neneknya di rumah.
Yusmin juga memastikan, selama Leni sekolah di SMAN 1 Wangi-wangi dia akan mendapat beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP).
“Sudah dipastikan dia bisa menerima PIP. Sudah ada namanya, saya pastikan langsung, saya pastikan juga dia dapat,” katanya.
Yusmin bilang, dia juga sudah memerintahkan kepala sekolahnya untuk dibuatkan rekening khusus tabungan untuk Leni.
“Kepala sekolahnya tadi sudah saya sampaikan, kita buatkan tabungan khusus untuk Leni, dan kita akan galang semua untuk bagaimana dia bisa bersekolah, bukan hanya sampai di tingkat SMA, tapi juga bisa sampai ke perguruan tinggi ke depan,” ungkapnya.
Yusmin juga sudah menyampaikan kepada seluruh kepala sekolah dan guru di Bumi Anoa agar cepat tanggap respon untuk masalah-masalah anak kebutuhan khusus seperti Leni.
“Saya sudah galakkan juga ke kepala-kepala sekolah dan guru-guru di Sultra untuk anak-anak seperti ini harus menjadi perhatian serius, mungkin ada Leni Leni yang lainnya untuk secepatnya diinformasikan kepada kita,” katanya.
“Saya juga berterimakasih kepada teman saya, Pak LM Saleh Hanan, sebagai tokoh masyarakat di sini yang cepat menyampaikan hal ini kepada saya dan juga kepala sekolah terkait Leni. Dan Alhamdulilah hari ini Dharma Wanita Dikbud turun tangan langsung memberi bantuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan jangka pendeknya,” pungkasnya.
Laporan: Wiwid Abid Abadi