Muna Barat – Seorang warga Muna Barat (Mubar) berinisial DR melaporkan bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati jalur independen, Rafis dan Satriani Bani ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mubar.
Laporan itu dibuat lantaran kartu tanda penduduknya (KTP) dipakai dalam syarat dukungan yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh pasangan Rafis dan Satriani Bani.
Dicatutnya KTP DR dalam dukungan Rafis dan Satriani itu terbongkar saat KPU Muna Barat melakukan verifikasi faktual pada Kamis, 27 Juni 2024.
Padahal, DR mengaku tidak pernah mengenal ataupun memberikan dukungan kepada Rafis dan Satriani Bani. Ia juga menegaskan bahwa belum pernah menyerahkan KTP atau tanda tangan dukungan untuk pasangan calon tersebut.
Atas hal itu, DR bersama kuasa hukumnya resmi melaporkan kasus ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan laporan bernomor 001/PL/PB/Kab/28.15/XII/2024 pada Senin (1/7) atas dugaan pemalsuan dukungan.
“Nama klien saya dicatut sebagai pendukung tanpa izin atau tanda tangan yang sah. Saya menduga data pribadi klien saya telah disalahgunakan,” ujar Rusman Malik, kuasa hukum DR, Senin (1/7).
Rusman menambahkan bahwa selain melaporkan kasus ini ke Bawaslu, pihaknya juga akan membawa kasus ini ke Polda Sultra berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Ketua Bawaslu Kabupaten Muna Barat, Awaluddin Usa, menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian awal untuk menilai keterpenuhan syarat formil dan materil laporan tersebut.
“Kita akan melihat terkait dengan keterpenuhan syarat formil dan materinya. Jika syarat formil dan materilnya belum terpenuhi, maka yang bersangkutan nanti kita surati untuk melengkapi dalam waktu dua hari,” jelas Awaluddin.
Kajian awal ini bertujuan untuk menentukan apakah dugaan pelanggaran tersebut masuk dalam ranah pidana pemilu atau pidana umum.
“Intinya, kita mau buat dulu kajian awalnya. Insya Allah dalam waktu dekat ini akan selesai,” tambahnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya validitas data dan transparansi dalam proses pemilihan umum. Kejadian seperti ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, tetapi juga menunjukkan kerentanan dalam sistem perlindungan data pribadi.
Masyarakat dan pihak terkait diharapkan tetap waspada dan melaporkan setiap penyalahgunaan data yang ditemukan. Proses hukum yang transparan dan adil harus dijalankan untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran diusut tuntas demi menjaga integritas dan keadilan dalam pemilihan umum.
Laporan: Denyi Risman