LMC Adukan PT Tristaco Mineral Makmur ke KLHK RI, Ini Masalahnya

Direktur Law Mining Center (LMC), Julianto Jaya Perdana. Foto: Dok. Istimewa.

Jakarta – Lembaga yang fokus terhadap isu lingkungan sektor pertambangan, Law Mining Center (LMC) mengadukan PT Tristaco Mineral Makmur (TMM) ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada Selasa (7/2).

Direktur LMC, Julianto Jaya Perdana, mengatakan, pihaknya mengadukan PT TMM atas dugaan perambahan kawasan hutan di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Menurut Julianto, PT TMM diduga sudah sejak lama melakukan melakukan perambahan hutan di sana untuk kegiatan pertambangan.

“Kami adukan PT TMM terkait dugaan aktivitas pertambangan di wilayah kawasan hutan tanpa izin. Aktivitas itu diduga sudah berlangsung sejak 2013,” ungkap Julianto.

Julianto mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran pihaknya, perusahaan tersebut diduga sudah melakukan aktivitas pertambangan di lahan seluas 42,90 hektar dengan jenis hutan produksi terbatas (HPT).

“Kami menduga PT TMM telah beraktivitas di HPT seluas 42,90 hektar. Harusnya hasil tersebut mampu menghasilkan PNBP PKH, PSDH dan DR, bukanya malah menjadi perusahaan yang tidak tertib administrasi dan hanya menimbulkan deforestasi, kegiatan perusahaan harusnya dihentikan,” ungkapnya.

Menurut Julianto, PT TMM diduga telah melanggar ketentuan Pasal 50 Ayat (3) huruf (g) Jo Pasal 38 ayat (3) Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa memperoleh IPPKH yang diterbitkan oleh menteri kehutanan.

Pihaknya berharap agar KLHK RI memberikan sanksi tegas berupa penghentian dan rekomendasi pencabutan IUP terhadap PT TMM.

“Kami berharap agar hukum ditegakan seadil-adilnya, jangan kemudian hanya penambang ilegal yang beroperasi di wilayah kawasan hutan ditindak oleh gakkum, namun pemilik IUP yang juga terbukti merambah kawasan hutan harus ikut diangkut dan diberi sanksi administrasi agar kasus deforestasi semakin minim,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, Sultranesia belum berhasil mengonfirmasi pihak perusahaan terkait laporan tersebut.


Editor: Wiwid Abid Abadi

error: Content is protected !!