Kendari – Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker (PSPPA) Angkatan XIII, Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo (UHO), menggelar kegiatan pengabdian masyarakat di Kelurahan Wundudopi, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, pada Senin (2/6).
Kegiatan ini mengusung tema “Peningkatan Pemahaman Penggunaan Obat yang Tepat pada Lansia melalui Edukasi DAGUSIBU.”
Sebanyak lima mahasiswa terlibat aktif dalam kegiatan tersebut, yaitu Asmar, Nur Rahma Oktavia, Anisa Fitri, Wa Ode Nurfinti, dan Desi Septiana Putri. Mereka didampingi oleh dua dosen pembimbing, Dr. Henny Kasmawati dan Astrid Indahlifiany.
Sasaran utama kegiatan adalah para lanjut usia (lansia), kelompok yang rentan terhadap penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, jantung, dan asma.
Karena sering menjalani terapi obat jangka panjang, mereka memerlukan pemahaman yang tepat mengenai prinsip DAGUSIBU, singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang Obat dengan Benar.
Kegiatan dikemas dalam bentuk pemaparan materi, pembagian pamflet edukatif, dan sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif.
Antusiasme masyarakat terlihat jelas, terutama saat membahas penggunaan obat herbal, efek samping obat, serta cara penyimpanan obat sirup dan tablet.
“Saya baru tahu ternyata obat sirup yang sudah dibuka harus disimpan di kulkas. Padahal selama ini saya letakkan di meja dapur,” ujar Ika, salah satu warga lansia yang hadir.
Asmar, salah satu mahasiswa, menekankan pentingnya berkonsultasi dengan tenaga kesehatan sebelum menggunakan obat.
Menurutnya, penggunaan obat yang benar tidak hanya soal dosis, tetapi juga mencakup cara memperolehnya, cara menyimpannya agar tetap efektif, serta cara membuangnya secara benar agar tidak mencemari lingkungan.
Ia juga menyoroti kebiasaan sebagian lansia yang masih menyimpan obat-obatan lama yang sudah kedaluwarsa atau mencampurkan obat resep dokter dengan obat warung tanpa arahan jelas.
“Ini sangat berisiko. Obat kedaluwarsa dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Bahkan, beberapa jenis antibiotik jika digunakan secara tidak tepat dapat membuat tubuh menjadi kebal terhadap obat tersebut,” jelas Asmar.
Selain membahas prinsip DAGUSIBU, tim mahasiswa juga memberikan edukasi tambahan tentang pentingnya membaca label obat dan memahami interaksi antarobat.
Menurut Anisa Fitri, lansia sering mengonsumsi lebih dari satu jenis obat secara bersamaan. Oleh karena itu, mereka perlu mengetahui apakah kombinasi obat tersebut aman.
“Contohnya, obat pengencer darah tidak boleh dikombinasikan sembarangan dengan obat antiinflamasi. Jika salah, dampaknya bisa sangat serius,” kata Anisa.
Ia juga menjelaskan makna simbol pada kemasan obat. Logo berwarna merah menandakan obat keras yang hanya boleh diperoleh dengan resep dokter. Logo biru menunjukkan obat bebas terbatas, sementara logo hijau menandakan obat bebas.
Tak kalah penting, edukasi tentang cara membuang obat juga menjadi bagian dari kegiatan ini. Obat yang tidak terpakai atau sudah kedaluwarsa sebaiknya dihancurkan terlebih dahulu dan tidak dibuang sembarangan ke toilet atau sungai.
“Pembuangan obat yang tidak tepat dapat mencemari air dan tanah. Jika mengandung antibiotik, limbah obat juga bisa memicu resistensi mikroba,” tambah Anisa.
Melalui kegiatan ini, para mahasiswa berharap para lansia semakin sadar akan pentingnya penggunaan obat yang rasional, aman, dan bertanggung jawab.
Editor: Denyi Risman