Makassar – Lagi-lagi, moralitas seorang wakil rakyat diuji di hadapan publik. Seorang oknum anggota DPRD Kota Makassar dari Komisi B berinisial AM, kini terjerat dugaan pemerasan terhadap seorang guru asal Sulawesi Tenggara (Sultra) berinisial IMS (38).
Bukan sekadar uang, IMS juga merasa dikhianati dengan janji manis yang akhirnya menjelma jadi pil pahit; mulai dari janji pernikahan, jabatan kepala sekolah, hingga ancaman mutasi setelah AM berhasil menduduki kursi legislatif.
Dilansir melalui Mata Jurnalis News, kisah ini bermula dari perkenalan mereka pada Desember 2023. Awalnya, IMS percaya AM adalah seorang duda yang telah kehilangan istri. Hubungan keduanya pun berkembang menjadi lebih intim. Namun, kepercayaan itu runtuh ketika IMS mengetahui dari media sosial bahwa AM ternyata memiliki istri siri.
“Awalnya saya tidak tahu kalau dia punya istri, dia mengaku seorang duda yang istrinya meninggal. Saya baru tahu kalau dia punya istri siri melalui media sosial,” ungkap IMS, Selasa (12/3).
Setelah mengetahui fakta tersebut, IMS memilih mundur. Namun, AM menolak melepasnya begitu saja. Alih-alih berpisah baik-baik, IMS justru semakin terjerat dalam hubungan yang dipenuhi janji dan tuntutan.
Cinta Berbalut Transaksi Politik
Ketika AM mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Makassar, IMS mengaku dimanfaatkan sebagai mesin penolong. Dengan janji pengembalian dana setelah terpilih, AM diduga memanfaatkan IMS untuk membiayai berbagai keperluan kampanyenya.
“Bantuannya berupa sedekah beras, kemudian uang, dan minta mendatangi temanku untuk dibantu,” ujar IMS.
“Dia bilang pinjam. Nanti dia kembalikan saat terpilih, dia bilang saya ganti semua uangmu yang saya pakai karena sekarang saya tidak punya uang, mobil saya saya gadai, untuk makan saja dari utang, ini saja uang saya pinjam dari keluarga,” tambah IMS, menirukan ucapan AM.
Tak hanya uang tunai dan transfer, IMS bahkan menggadaikan BPKB mobilnya untuk memenuhi permintaan AM, dengan jumlah total yang ditaksir lebih dari Rp50 juta. Ironisnya, setelah AM berhasil merebut kursi DPRD, IMS justru mendapat ancaman.
“Dia mengancam saya. Dia juga melapor ke kepala sekolah, melapor ke kepala bidang, ke ibu kepala dinas, dan dia mengancam saya untuk melapor ke BKD. Bahkan ada temannya yang menyarankan supaya saya dimutasi ke pulau. Itu dia sendiri yang bilang sama saya lewat telepon,” tutur IMS.
Bahkan, AM diduga sempat membanggakan posisinya di DPRD dan mengaitkan kekuatannya dengan tokoh politik Munafri Arifuddin, yang sebelumnya maju sebagai calon Wali Kota Makassar.
“Saya ini anggota dewan. Gampang kalau saya mau bergerak, apalagi kalau Appi naik (jadi wali kota),” ujar IMS, menirukan AM.
Janji Pernikahan Berujung Luka
Selain urusan uang dan politik, IMS juga mengaku telah menjalin hubungan layaknya suami istri dengan AM.
Kala itu, IMS berencana menginap di sebuah hotel dekat Pantai Losari yang diketahui milik rekan AM. Ia mengabari AM, berharap bisa dibantu mendapatkan kamar. Namun, tak disangka, AM justru datang dan bermalam bersamanya.
“Bermalam sama saya. Dua kali berhubungan badan itu, pertama malam hari dan menjelang subuh,” ungkap IMS, lirih.
Sayangnya, janji untuk menghalalkan hubungan itu tak pernah terwujud. Justru, kabar beredar bahwa AM akan melamar perempuan lain dengan mahar fantastis: uang panai Rp300 juta dan sebuah rumah.
“Saya dengar katanya ada perempuan dia mau lamar tanggal 20 ini. Dia naikkan uang panai 300 juta dan rumah satu,” tutur IMS, getir.
Balas Dendam Politik: Laporan dan Pencemaran Nama Baik
Alih-alih mengembalikan uang IMS, AM justru memilih jalur hukum. Orang kepercayaan AM, Kasman, menuding IMS melakukan pemerasan.
“IMS mengklaim telah mengeluarkan uang pribadi untuk membantu kampanye AM, namun tidak dapat menunjukkan bukti pengeluaran tersebut.” kata Kasman, Jumat (14/3).
Menurutnya, tuntutan IMS agar uangnya dikembalikan hanyalah jebakan.
“Berdasarkan fakta yang ada, permintaan uang terjadi pada 16 Oktober 2024 dan 1 Desember 2024. Kami meminta bukti pengeluaran, tetapi tidak bisa ditunjukkan. Ini jelas merupakan tindak pemerasan,” tegas Kasman.
Kasman juga menegaskan bahwa jumlah yang dituntut IMS kepada AM mencapai Rp50 juta. Namun, ia meragukan apakah uang tersebut benar-benar digunakan untuk mendukung kampanye AM.
Selain itu, AM turut melaporkan media online yang memberitakan kasus ini, menuding adanya pencemaran nama baik.
Kuasa hukum AM, Fadly, menegaskan pihaknya telah melaporkan media online tersebut ke Polrestabes Makassar pada Sabtu (15/3).
“Hari ini kami di tanggal 15 Maret 2025 tadi telah menempuh upaya hukum Polrestabes Makassar guna melaporkan terkait pemberitaan yang menyudutkan Bapak AM yang kemudian itu kita sinyalir adanya dugaan pencemaran nama baik atas nama diri beliau,” ujar Fadly kepada wartawan.
Menurut Fadly, pihaknya menemukan beberapa peristiwa hukum dalam pemberitaan sejumlah media yang dianggap tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.
“Berita tersebut juga dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fadly menyebut bahwa pemberitaan yang menyeret AM terkait dugaan pemerasan dan asusila telah merugikan kliennya, baik sebagai pejabat publik maupun secara pribadi.
“Buktinya ada bukti screenshot pemberitaan yang menyudutkan Bapak AM, beberapa screenshot chat-nya,” tegas Fadly.
Editor: Redaksi