Opini  

OPINI: Teori-teori Hukum dalam Peradilan Pidana di Indonesia

Hendro Nilopo. Foto: Dok. Istimewa.

Oleh: Hendro Nilopo

Teori hukum atau Yurisprudensi adalah pendalaman secara metodologis pada dasar dan latar belakang mempelajari hukum secara luas. Terdapat beberapa perbedaan pendapat para ahli mengenai teori hukum, tetapi secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa teori hukum berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kosepsi-konsepsi hukum, prinsip-prinsip hukum, aliran-aliran atau pemikiran dalam hukum.

Kata teori berasal dari kata theoria (Bahasa Latin) yang berarti perenungan dan thea (Bahasa Yunani) yang menyiratkan sesuatu yang disebut relaitas.

Pengertian lain dari teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan di antara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Teori juga merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Teori hukum, memiliki pengaruh terhadap konstruksi hukum tentang bagaimana penggambaran hukum yang ideal (das sollen) dan bagaimana keterkaitannya dengan hukum di dunia nyata atau berdasarkan penerapannya (das sein). (Sumber: wikipedia)

Pada abad ke-5 sebelum Masehi, pemikiran tentang hukum baru mendapat akarnya pada zaman Yunani dengan tokoh pemikirnya yaitu Socrates, Plato, Aristoteles dan Epicurus.

Substansi utama pemikiran mereka adalah masalah-masalah kewajiban dan keharusan negara, keharusan adanya hukum oleh negara, masalah hukum dan keadilan. Inti dari pemikiran mereka adalah Negara diadakan untuk memberi keadilan yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan dengan hukum keadilan itu diwujudkan.

Selanjutnya pada abad ke -17, pemikiran hukum mendapat penguatan-penguatan rasio secara tegas lagi. Hal ini terlihat pada tajamnya perbedaan pemikiran hukum alam, yang kemudian mengakibatkan perpecahan dan melahirkan dua aliran besar, yaitu :

Aliran hukum alam yang irrasional, yakni hukum alam yang bersumber pada rasio tuhan dan aliran hukum alam yang rasional, yakni hukum alam yang bersumber pada rasio manusia.

Pemikir-pemikir yang menonjol di abad ini diantaranya: Hugo de Groot (1583 – 1645) Samuel von Pufendor (1632 – 1694) Christian Thomasius (1655 – 1728) Benedictus de Spinoza (1632 – 1677) dan John Locke (1632 – 1704).

Kemudian di abad ke-19 sampai abad ke-20, terjadi perubahan-perubahan besar yang bersifat revolusioner. Teori hukum mengalami perkembangan dengan pesatnya. Pada abad ke-19 tercatat lahirnya aliran-aliran filsafat hukum, seperti mazhab sejarah dan aliran hukum positif. Sedangkan abad ke-20 melahirkan dua aliran besar, yaitu Sociologis Jurisprudence dan Pragmatic Legal Realism.

Berawal dari 4 pemikir hebat, teori hukum banyak dilahirkan dan telah di aktualisasikan dalam berbagai sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini.

Beberapa diantaranya, yakni: Teori Absolut (teori pembalasan), Teori Relatif (deterrence) Teori Integratif, Teori Treatment, dan Teori Perlindungan Sosial (social defense)

Teori Absolut

Teori absolut atau teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah untuk yang praktis, seperti memperbaiki kejahatan. Teori ini cenderung memiliki tujuan untuk membalas perbuatan pelaku tindak pidana atau dengan kata lain, teori ini bukan bertujuan untuk memperbaiki pelaku tetapi semata-mata membalas perbuatan pelaku.

Teori absolut ini merupakan teori hukum klasik hukum pidana yang lahir pada abad pertengahan, dimana saat itu di wilayah Eropa raja-raja memiliki kekuasaan yang sangat absolut  dan tidak ada batasan yang jelas mengenai perbuatan yang dapat di pidana maupun tidak.

Contoh, Pelaku pembunuhan yang menghilangkan nyawa seseorang wajib juga untuk di bunuh. Pelaku penganiayaan berat yang menghilangkan salah satu anggota tubuh dari korbannya harus di hukum sama dengan perbuatannya.

Teori Relatif

Berbeda dengan teori absolut, teori relatif adalah teori yang lahir dari aliran modern hukum pidana yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan (Le Salut du people est la supreme). Karena itulah teori relatif tidak lagi bertujuan untuk membalas pelaku tindak pidana, tetapi bertujuan untuk memperbaiki pelaku, serta mencegah terjadinya tindak pidana dengan peraturan-peraturan yang dibuat untuk mencegah kejahatan.

Menurut von Feuerbach, pencegahan tersebut disebut psychologishcezwang atau paksaan psikologis. Dimana, dengan di sahkannya peraturan-peraturan dengan sanksi yang diancamkan kepada pelaku yang melanggar peraturan tersebut, maka niat jahat pelaku bisa berkurang sebelum pelaku benar-benar melakukan tindakan kejahatan.

Teori gabungan

Teori gabungan adalah teori yang menggabungkan teori absolut dan teori relatif. Teori gabungan ini berangkat dari pemikiran bahwa, baik teori absolut maupun teori relatif sama-sama memiliki kekurangan, sehingga kedua teori tersebut digabungkan untuk menutupi kekurangan satu sama lainnya.

Dalam teori gabungan, pidana di gunakan selain untuk membalas perbuatan pelaku, juga untuk memperbaiki pelaku agar pelaku tindak mengulangi perbuatan tindak pidana lagi di masa mendatang.

Teori Treatment

Teori treatment mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas di arahkan kepada pelaku kejahatan dan bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan dari segi proses re-sosialisasi pelanggu, sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas sosial dan moral pelaku tindak pidana agar dapat beribtegrasi lagi ke dalam masyarakat.

Teori Perlindungan Sosial 

Teori perlindungan sosial merupakan buah dari pemikiran hukum yang lahir dari aliran hukum modern. Teori ini bertujuan mengintegrasikan individu kedalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Teori ini telah di adposi dan menjadi referensi lahirnya Restoratif Justice.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.


*) Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pidana Universitas Jayabaya Jakarta.

error: Content is protected !!