Overkapasitas, Minim SDM! Ini Keluhan Kakanwil Ditjenpas Sultra di Hadapan DPR RI

Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas Sultra, Sulardi (kanan), berfoto bersama sejumlah Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas dari wilayah timur Indonesia sebelum mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (21/5). Foto: Dok. Istimewa.

Jakarta – Lapas sesak, petugas minim, fasilitas terbatas. Itulah gambaran muram yang disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kakanwil Ditjenpas) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulardi, saat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XIII DPR RI, Rabu (21/5), di Kompleks Parlemen, Senayan.

RDP tersebut merupakan forum gabungan antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) dan para Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas dari wilayah timur Indonesia, termasuk Sultra dengan Komisi XIII DPR RI.

Agenda ini menjadi ruang terbuka bagi para pimpinan pemasyarakatan daerah untuk mengungkap kondisi riil di lapangan dan menyampaikan kebutuhan mendesak dalam pembinaan warga binaan.

Di hadapan anggota dewan, Sulardi membeberkan langsung sejumlah masalah laten yang mencengkeram lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di wilayahnya.

Persoalan utama: overkapasitas yang kian mengkhawatirkan, ditambah dengan krisis tenaga pemasyarakatan dan minimnya sarana pendukung pembinaan.

“Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) terus dilakukan secara intensif melalui program-program kepribadian dan kemandirian,” tegas Sulardi dalam sesi pemaparannya.

Ia merinci, pembinaan tersebut mencakup pelatihan keterampilan, penguatan nilai keagamaan, serta kegiatan produktif yang melibatkan kerja sama dengan pihak swasta dan pemerintah daerah.

Namun realitas di balik tembok penjara menunjukkan cerita berbeda: pembinaan di lapas-lapas Sultra berjalan dalam kondisi darurat.

Fakta tak bisa disembunyikan. Hampir seluruh lapas dan rutan di Sultra mengalami kelebihan kapasitas signifikan. Kondisi itu tak hanya menciptakan tekanan psikologis bagi warga binaan, tapi juga melemahkan fungsi kontrol dan pembinaan.

“Overcrowding adalah tantangan utama,” tandas Sulardi.

Tak berhenti di situ, krisis SDM juga mencuat. Jumlah petugas pemasyarakatan yang jauh dari ideal menjadi penghambat pelayanan yang layak dan aman.

Ditambah, fasilitas dasar seperti ruang pelatihan, alat kerja, hingga sistem keamanan dinilai masih jauh dari memadai.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, Sulardi memaparkan langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh pihaknya.

Mulai dari optimalisasi program integrasi dan asimilasi, perluasan kerja sama pelatihan dengan balai latihan kerja (BLK) dan sektor industri, hingga digitalisasi sistem pemasyarakatan sebagai terobosan untuk efisiensi dan transparansi layanan.

Yang tak kalah penting, ia menyampaikan usulan pembangunan Lapas Narkotika baru dan revitalisasi sejumlah unit lapas/rutan yang sudah tak mampu menampung lonjakan penghuni.

“Kami fokus pada peningkatan kualitas pembinaan, agar warga binaan dapat kembali ke masyarakat dengan bekal keterampilan dan mental yang lebih baik,” ujar Sulardi

Komisi XIII DPR RI merespons positif paparan tersebut. Mereka mengapresiasi langkah-langkah strategis yang telah diambil dan mendorong agar pembinaan terus diperkuat, terutama dalam aspek pemberdayaan WBP agar lebih siap kembali ke masyarakat.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!