Pembelaan KPU Muna di Sidang DKPP: ‘Itu Kotak, Bukan Angka Satu!’

Ketua KPU Muna, La Ode Muhammad Askar Adi Jaya (kiri), membaca berkas jawaban dalam sidang DKPP, Rabu (21/5). Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 63-PKE-DKPP/I/2025 dan 113-PKE-DKPP/III/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (21/5).

Ketua Bawaslu Kabupaten Muna, Al Bazal Naim bersama dua anggotanya, Munarti dan Mustar, menjadi pihak pengadu dalam perkara tersebut.

Mereka melaporkan Ketua KPU Muna, La Ode Muhamad Askar Adi Jaya, dan empat komisioner lainnya: La Tasman, Alimudin, La Ode Ngkumabusi, serta Wa Ode Lilis Widya Ningsih.

Inti pengaduan mencakup keberadaan baliho pasangan calon (paslon) yang tidak diturunkan hingga hari pemungutan suara, serta dugaan pencetakan baliho bermuatan ajakan memilih paslon nomor urut satu saat masa tenang Pilkada Muna 2024.

“Seharusnya para teradu sudah melakukan pembersihan alat peraga kampanye paling lambat tiga hari sebelum hari pemungutan suara,” tegas Mustar saat memberikan keterangan.

Namun tuduhan itu dibantah keras oleh pihak teradu. Ketua KPU Muna, La Ode Muhammad Askar Adi Jaya, menegaskan bahwa pihaknya telah menjalankan semua tahapan Pilkada sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Seharusnya pengadu yang secara hukum melakukan pengawasan, jika menemukan alat peraga kampanye yang belum diturunkan sampai hari pemungutan suara maka seharusnya pengadu yang menyampaikan kepada paslon yang bersangkutan,” kata Askar Adi Jaya.

Ia merujuk pada Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 yang menurutnya tidak mewajibkan KPU untuk menurunkan alat peraga kampanye. Kewajiban tersebut berada di tangan pasangan calon.

Sementara itu, La Tasman, salah satu anggota KPU Muna, juga membantah keras tuduhan mencetak baliho bernarasi dukungan terhadap paslon nomor urut satu.

Ia menyebut bahwa baliho yang dipersoalkan bukan menampilkan angka satu, melainkan sebuah kotak segi empat.

“Sesungguhnya baliho tersebut adalah seruan untuk datang ke TPS, dan tidak ada narasi untuk memilih paslon nomor satu sebagaimana didalilkan oleh pengadu,” ujar La Tasman.

Ia menjelaskan bahwa terdapat kesalahan teknis dalam pencetakan yang membuat garis pembatas pada kotak tertutupi latar merah, sehingga secara visual tampak menyerupai angka satu.

Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dengan didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sultra: Iskandar dari unsur masyarakat, Suprihaty Prawaty Nengtias dari unsur KPU, dan Heri Iskandar dari unsur Bawaslu.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!