Berita  

Peneliti Temukan Katak Jenis Baru di Gunung Mekongga Sultra

Spesies katak baru tersebut sudah diberinama yakni Oreophryne Riyantoi. Pemberian nama itu, menurut periset biosistematika dan evolusi BRIN, Auni Ade Putri, didikasikan untuk seorang peneliti senior BRIN Awal Riyanto. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan spesies baru katak di ketinggian 2.528 MDPL Gunung Mekongga, Sulawesi Tenggara.

Spesies katak baru tersebut sudah diberinama yakni Oreophryne Riyantoi. Pemberian nama itu, menurut periset biosistematika dan evolusi BRIN, Auni Ade Putri, didikasikan untuk seorang peneliti senior BRIN Awal Riyanto.

“Apresiasi tersebut diberikan sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa dalam bidang taksonomi dan konservasi herpetofauna di wilayah Sulawesi,” kata Auni dalam keterangannya, Rabu (18/10).

Auni menjelaskan, spesies baru ini didiagnosis memiliki moncong bulat pada tampilan punggung dan lateral, membran timpani tidak jelas, jarak interorbital sempit, tangan kecil, jari tangan dan kaki tidak berselaput, cakram terminal pada jari tangan dan kaki kecil, kakinya yang sangat pendek, serta permukaan punggung kepala, badan, dan anggota badan dengan tuberkel yang tidak teratur.

Berdasarkan hasil analisis morfologi dan filogenetik dan sejumlah pendekatan identifikasi lainnya, tim sepakat dan meyakini spesimen kali ini tervalidasi sebagai spesies berbeda, serta belum memiliki nama ilmiah, sehingga disebut sebagai spesies baru katak yang ditemukan di Sulawesi Tenggara.

Peneliti BRIN, Wahyu Trilaksono yang menemukan spesies baru ini mengatakan, ada yang menarik dari katak jenis baru ini, biasanya, genus Oreophryne ditemukan tinggal di daerah terestrial, seperti padang rumput terbuka di dataran tinggi atau padang rumput yang didominasi pakis. Namun uniknya, tim menemukan Oreophryne riyantoi ini hidup di hutan pegunungan.

Seluruh spesimen Oreophryne Riyantoi dikumpulkan Wahyu pada 20 November 2011 di Gunung Mekongga, Pegunungan Mekongga, Kecamatan Wawo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Holotipe itu tersimpan di Museum Zoologicum Bogororiense (MZB) Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN dengan paratipe seekor jantan dewasa dan seekor jantan remaja.

Diketahui hanya tiga spesies endemik Oreophryne yang ditemukan di Sulawesi. Di antaranya Oreophryne celebensis di Pegunungan Boelawa dan Lembah Totoiya, Gunung Sudara atau dikenal juga sebagai Gunung Dua Saudara di Sulawesi Utara.

Lalau Oreophryne variabilis yang dideskripsikan dari Gunung Lompobatang, Sulawesi Selatan dan baru-baru ini juga dilaporkan dari Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara, dan yang ketiga adalah Oreophryne zimmeri yang diketahui hanya dari tipe lokalitasnya di Pegunungan Mekongga.

Diketahui pula, katak mini atau Oreophryne mencapai keragamannya di daratan New Guinea dan di pulau-pulau sekitarnya. Genus ini juga meluas ke wilayah Wallacea di Maluku, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil, Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, dan Flores, bahkan sampai ke kawasan Oriental di Bali, dan Kepulauan Filipina bagian selatan Mindanao dan Biliran.

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, genus ini mungkin telah bermigrasi dari New Guinea ke Asia Selatan.

Secara morfologi dan ekologis, Oreophryne memang beragam, namun pada dasarnya bersifat scansorial dan arboreal. Oleh karena itu, banyak spesies yang dideskripsikan memiliki cakram digital yang membesar dengan kaki belakang yang relatif panjang sebagai adaptasi untuk memanjat.

Amfibi Sulawesi yang menghuni dataran rendah hingga pegunungan saat ini menghadapi ancaman, berupa hilangnya habitat di pulau ini dan perubahan iklim global.

Eksplorasi herpetologi, khususnya taksonomi, tetap menjadi prioritas di wilayah yang terkena dampak. Pekerjaan seperti ini juga akan mendukung keanekaragaman hayati dan upaya konservasi para pemangku kepentingan di pulau ini. Rls


Editor: Muh Fajar

error: Content is protected !!