Polda Sultra Periksa 21 Saksi dalam Kasus Travel Smarthajj, Kemenag: Tidak Terdaftar di PPIU

Kasubdit II Eksus Ditkrimsus Polda Sultra, Kompol Aldo Von Bulow. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Selembar demi selembar bukti mulai terbuka. Satu per satu saksi dipanggil untuk mengungkap tabir yang menyelimuti kasus dugaan pelanggaran penyelenggaraan haji dan umrah oleh Travel Smarthajj. Polisi kini semakin dalam menggali kebenaran di balik derita para jemaah yang terlantar, bahkan kehilangan nyawa.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah menelusuri dugaan tindak pidana penyelenggaraan haji dan umrah yang dilakukan oleh Smarthajj.id. Sejauh ini, polisi telah memeriksa 21 saksi guna mengurai benang kusut kasus yang menimpa 140 jemaah umrah asal Sultra.

“Perkembangan penyidikan atas dugaan tindak pidana penyelenggaraan haji dan umrah sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 jo pasal 115 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang diduga dilakukan oleh Travel Smarthajj.id, penyidik telah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 21 orang,” ujar Kasubdit II Eksus Ditkrimsus Polda Sultra, Kompol Aldo Von Bulow, Senin (24/3).

Dari jumlah tersebut, enam saksi berasal dari pihak travel, termasuk pemilik Smarthajj yang berinisial JAD. Selain itu, penyidik juga telah menyita sejumlah dokumen perjalanan umrah sebagai bagian dari proses hukum yang berjalan.

“Kita juga sudah lakukan penggeledahan kantor travel pada tanggal 20 Maret 2025,” tambahnya.

Tak berhenti di situ, polisi akan melibatkan ahli untuk memperkuat konstruksi perkara. “Rencana minggu ini kami menyurat ke ahli, kami minta keterangan ahli dulu, kemudian baru tahapan-tahapan lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sultra juga telah angkat bicara terkait kasus ini. Pejabat Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kemenag Sultra, La Halaidi, menegaskan bahwa Travel Smarthajj tidak memiliki izin resmi sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

“Tidak terdaftar di PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah). Bahkan pengakuan pimpinannya (JAD) itu tidak ada izinnya. Mengaku kantor pusatnya di Kendari,” tegas La Halaidi.

Pernyataan ini sekaligus membantah klaim pihak Smarthajj yang sebelumnya menyatakan beroperasi di bawah naungan agen resmi Duta Putra Delima. Menurut Kemenag, hanya biro travel yang terdaftar sebagai PPIU yang berhak menyelenggarakan perjalanan umrah, dan Smarthajj tidak termasuk dalam daftar tersebut.

Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah 140 jemaah umrah asal Sultra terlantar di berbagai bandara luar negeri. Malangnya, dua di antaranya meninggal dunia, satu di pesawat dalam penerbangan Filipina–Malaysia dan satu lagi di Mekkah, Arab Saudi.

Di tengah kontroversi ini, pihak Smarthajj membantah tuduhan bahwa mereka beroperasi secara ilegal. Dalam konferensi pers pada 16 Februari 2025, perwakilan mereka, Juleo Adi Pradana, mengklaim bahwa Smarthajj beroperasi di bawah agen resmi dan menggunakan sistem yang terdaftar di Kementerian Agama.

Juleo juga membantah tuduhan mengenai tiket palsu, menyatakan bahwa tiket telah dibeli dari vendor resmi, meski akhirnya bermasalah saat transit di Manila. Ia mengakui adanya keterlambatan perjalanan akibat kendala tiket yang disediakan vendor, namun menegaskan bahwa pihaknya tetap bertanggung jawab hingga seluruh jemaah kembali ke Indonesia.

Terkait dua jemaah yang meninggal dunia, Smarthajj menyatakan telah memberikan bantuan maksimal dalam proses pemulangan jenazah dan koordinasi dengan keluarga. Mereka juga mengaku dirugikan oleh vendor tiket dan berencana menempuh jalur hukum untuk menuntut pertanggungjawaban pihak terkait.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!