Kendari – Polresta Kendari didesak segera menuntaskan kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual dengan modus pernikahan dini.
Desakan itu disampaikan Kepala Bidang PTKP HMI Komisariat Universitas Muhammadiyah Kendari, Relton Anugrah, Rabu (22/11).
Relton menyuarakan hal ini karena pihaknya yang mengawal kasus tersebut sejak awal mencuat, bahkan dia sempat memimpin demonstrasi di Polresta Kendari terkait kasus ini.
Relton menjelaskan, kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan pernikahan anak di bawah umur yang dilaporkan pada Maret 2023 dengan LP Nomor: B/310/III/2023/Satreskrim itu hingga saat ini belum tuntas.
Kendati sudah ditetapkan empat orang tersangka pada 30 Mei, kata Relton, sampai hari ini belum juga ada yang ditahan, hanya ada satu tersangka dengan BAP terpisah dengan dugaan pencabulan yang saat ini sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Kendari.
“Sedangkan yang tiga tersangka hingga saat ini belum pula di P21 oleh Kejaksaan Negeri Kendari,” katanya.
Untuk itu, Relton mendesak agar Polresta Kendari segera menuntaskan kasusnya, dan tetap profesional.
“Kita mendesak aparat penegak hukum khususnya Polresta Kendari dan Kejaksaan Negeri Kendari untuk tetap bersikap profesional dalam menangani kasus ini demi penegakkan supremasi hukum yang optimal,” kata dia.
“Kami juga meminta APH segera menangkap dan menahan para pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Menetapkan seseorang menjadi tersangka tentu setelah tercapainya dua alat bukti. Kekerasan seksual juga diancam dengan pidana di atas 5 tahun, sehingga tidak ada alasan yang bisa dibenarkan ketika tersangkanya tidak ditahan,” sambungnya.
“Tapi kenyataannya sampai saat ini para tersangka tidak ada yang ditahan dan masih bebas berkeliaran di luar sana sehingga tidak ada dampak apapun bagi para tersangka atas perbuatannya. Ini patut kita curigai, ada apa sebetulnya. Intinya para tersangka harus ditangkap dan ditahan untuk kemudian dihadapkan dimuka persidangan,” tambah dia lagi.
Relton bilang, hukum harus benar-benar ditegakkan, apalagi berkaitan dengan kekerasan seksual kepada anak di bawah umur.
“Kita ingin, hukum tetap menjadi sesuatu yang suprematif pada bangsa ini. Hukum jangan lagi jadi bahan permainan seperti pada banyak kasus belakangan ini,” katanya.
“Kasus kekerasan seksual pada anak di bawah umur bukanlah pelanggaran kecil tetapi merupakan kejahatan yang tidak bisa ditolerir. Bahkan menurut keterangan Kejaksaan Agung kasus kekerasan seksual pada anak menjadi salah satu yang tidak bisa dilakukan restoratif justice,” tambahnya.
Relton menurutkan, pada 18 September 2023 lalu, penyidik kasus ini kembali menetapkan ibu korban atau pelapor sebagai tambahan tersangka baru.
“Ini patut dipertanyakan, mengapa kasus ini belum juga sampai di meja hijau padahal sudah menjelang 8 bulan. Sementara kasus ini tergolong ringan yang menurut KUHP paling lama dua bulan seharusnya sudah sampai di meja persidangan. Ini menunjukkan adanya kelemahan dan atau ketidakmampuan penyidik Polresta Kendari dalam penanganan kasus kekerasan seksual di wilayah hukumnya,” cetus Relton.
Relton mengungkapkan, pada 6 Oktober 2023 yang lalu perihal kasus ini juga sudah dilaporkan ke Propam dan Irwasda Polda Sultra terkait dengan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Satreskrim Polresta Kendari. “Karna itu kami akan meminta hasil dari tindak lanjut pengaduan tersebut,” tegasnya.
“Dalam waktu dekat ini, Insyaallah kami akan kembali mengagendakan aksi demontrasi di Polresta Kendari dan juga di Kejaksaan Negeri Kendari sebagai bentuk preasure dan perhatian pada kasus ini,” pungkasnya.
Kasat Reskrim Polresta Kendari, AKP Fitrayadi, dikonfirmasi Sultranesia terkait desakan untuk segera menuntaskan kasus ini belum memberi komentar hingga berita ini diterbitkan.
Editor: Wiwid Abid Abadi