Kendari – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebut, sektor pertambangan menjadi pilar utama pusat pertumbuhan industri dan investasi di Bumi Anoa.
Kepala Dinas (Kadis) DPM PTSP Sultra, Parinringi mengatakan, Indonesia memiliki lahan pertambangan terluas di dunia, khususnya tambang nikel dengan luas wilayah sekitar 520.877,07 hektar.
Dari luas wilayah itu, Sultra berada di urutan pertama sebagai daerah penghasil nikel terbanyak dengan luas lahan sebesar 198.624,66 hektar, disusul 6 lokasi lainnya masing-masing berada di Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah.
Dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah itu, banyak investor-investor dalam negeri maupun luar negeri yang melakukan investasi besar-besaran di bidang pertambangan yang ada di Sultra.
Tentunya, langkah tersebut dinilai akan membawa dampak positif yang sangat besar bagi kemajuan Sultra sendiri, maupun kesejahteraan masyarakat dalam mencari pundi-pundi rupiah.
Parinringi menerangkan, dua tahun lalu atau 2021 yang saat itu dunia sedang dilanda wabah pandemi Covid termasuk Sultra, ekonomi di Bumi Anoa ini justru meningkat karena sektor pertambangan nikel.
Data BPS Sultra mencatat ekonomi Sultra meningkat sebesar 19,67 milyar atau 14,14 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sultra yakni Rp139,06 triliun. Bahkan, realisasi investasi di tahun 2021 itu mencapai Rp163,2 triliun atau 54,0 persen.
Karena angka peningkatan ekonomi dan capaian investasi di Sultra di tahun tersebut menunjukan pencapaian yang signifikan meskipun dilanda wabah pandemi, Presiden RI, Joko Widodo mengintruksikan sejumlah daerah agar terus meningkatkan mendukung dan meningkatkan investasi di masing-masing daerah, termasuk di Sultra.
Di tahun 2022 khususnya Triwulan II, DPM PTSP Sultra merinci, nilai realisasi investasi industri mencapai Rp1.383,85 miliar, disusul sektor pertambangan senilai Rp319,49 miliar, perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp317,16 miliar.
Kemudian, di bidang transportasi, gudang dan telekomunikasi sebesar Rp 273,54 miliar, tanaman pangan perkebunan serta peternakan yang mencapai Rp 112,50 miliar.
Selanjutnya, sektor perdagangan dan reparasi dengan pencapaian realisasi investasi sebesar Rp 52,50 miliar, industri makanan Rp 34,23 miliar, jasa lainnya Rp23,19 miliar, disusul listrik, gas dan air senilai Rp 8,40 miliar, serta industri mineral non logam sebesar Rp 7,64 miliar.
Atas pencapaian yang diperoleh itu, Parinringi menyebut, semua itu bisa terlaksana dengan baik karena dukungan pemerintah pusat, sinergitas antara DPM PTSP Sultra, Pemprov Sultra, instansi terkait lainnya, serta masyarakat Sultra sendiri yang menginginkan dan mendukung adanya peningkatan ekonomi daerah khususnya di bidang pertambangan.
Kadis DPM PTSP Sultra itu juga tidak menapik bahwa, para investor Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) memiliki kontribusi yang lebih dalam kemajuan investasi di Sultra.
Pihaknya mencatat, jumlah perusahaan PMA yang berkontribusi dalam upaya realisasi investasi triwulan II tahun 2022 yakni sebanyak 33 perusahaan, dengan 36 proyek. Sedangkan jumlah perusahaan PMDN yakni sebanyak 146 perusahaan dengan 318 proyek.
Selain itu, hadirnya investasi itu juga telah mengurangi angka pengangguran di Sultra. Bahkan total penyerapan tenaga kerja karena bidang pertambangan itu yakni sebanyak 3.825 orang, masing-masing bersumber dari Tenaga Kerja Asing (TKA) sebanyak 47 orang, dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ataupun lokal sebanyak 3.778 orang.
Capaian ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi Sultra adalah pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang bisa dinikmati oleh masyarakat lapisan bawah.
Menurutnya, pencapaian pertumbuhan investasi ini harus terus diiringi dengan promosi untuk menarik kepercayaan lebih banyak investor. Dengan tumbuhnya investasi di Sultra, pihaknya optimis pertumbuhan ekonomi di Sultra semakin bergairah dan berkembang.
“Pertumbuhan investasi ini harus terus diiringi dengan promosi untuk menarik untuk menumbuhkan kepercayaan lebih banyak investor menanamkan modalnya di Sultra,” ujar Parinringi, Rabu (5/4).
Terkait pertambangan nikel yang menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi Sultra, Parinringi juga membeberkan kontribusi besar sejumlah kawasan industri yang di Sultra, khususnya di Kabupaten Konawe yang telah ditetapkan sebagai lokasi untuk menjalankan Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020.
Salah satunya adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNI). Perusahaan tersebut telah masuk dalam objek vital nasional subbidang mineral dan batubara berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 771K/90/MEM/2019. Kawasan tersebutlan yang menjadi salah satu penggerak utama wilayah pusat-pusat pertumbuhan industri di Sultra.
Pada tahun 2023 ini juga, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kembali menetapkan 10 Proyek Strategis Nasional (PSM), di mana tiga diantaranya berada di Sultra yakni Kawasan Industri Indonesia Pomalaa Industry Park, Kawasan Industri Motui dan Kawasan Industri Kendari.
Kata Parinringi, Program Strategis Nasional yang ada di Sultra ini akan di dorong sebagai upaya percepatan pembangunan sehingga dampak dari proyek ini secepatnya juga dapat dirasakan oleh masyarakat Sultra terutama pada sisi pertumbuhan ekonominya.
“Sesuai arahan pemerintah pusat, tujuan proyek yang dilakukan ini difokuskan untuk menarik investasi swasta dan mendorong hilirisasi industri,” tambahnya.
Selain nikel, lanjut Parinringi, sektor pertambangan yang menjadi kebanggaan Sultra di kalangan internasional adalah pabrik aspal yang berlokasi di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Lokasi yang digadang-gadang akan menjadi penghasil aspal nomor satu di dunia ini telah dikunjungi langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Gubernur Sultra Ali Mazi, serta Penjabat (Pj) Bupati Buton Basiran.
Dalam kunjungan itu, potensi aspal Buton yang dikelola oleh PT Wika Bitumen disebut-sebut memiliki kandungan aspal mencapai 662 juta ton yang bisa diolah dan tidak akan habis hingga 120 tahun mendatang. Jika sektor tersebut telah beroperasi, maka Indonesia tidak perlu lagi menghabiskan anggaran besar untuk mengimpor aspal 5 juta ton pertahunnya.
Parinringi menambahkan, sesuai intruksi Presiden Jokowi, Kabupaten Buton yang memiliki potensi aspal terbesar di dunia ini ditargetkan segera melakukan hirilisasi. Targetnya, agar dua tahun ke depan Indonesia melalui aspal Buton tersebut diharapkan tidak lagi melakukan impor aspal dari luar negeri, artinya impor aspal segera dihentikan.
“Sesuai kata Pak Presiden, tidak perlu lagi ada impor. Ada aspal Buton ada di Sultra, kita gunakan itu. Tentunya, realisasi sektor tersebut nantinya akan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat lokal termasuk Sultra sendiri ke depannya,” bebernya.
Kendati demikian, untuk memberikan kepercayaan kepada para investor yang akan melakukan investasi di bidang pertambangan, baik nikel maupun aspal Buton yang ada di Sultra ini, Parinringi berharap agar semua pihak bisa saling bersinergis dalam memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada para investor.
Bahkan, kemudahan dalam pengurusan investasi perlu dilakukan agar proyek-proyek nasional yang dicanangkan itu bisa berjalan lancar dan terlaksana sesuai yang dengan yang target yang telah ditetapkan. Keseriusan dalam hal pertambangan ini dilakukan semata-mata sebagai bentuk perhatian pemerintah demi masyarakat dan Sultra yang lebih baik.
“Berikan rasa aman kepada para investor agar mereka tidak ragu melakukan investasi di Sultra. Jika program dan proyek strategis di Sultra ini berjalan lancar, kita sendirilah yang akan merasakan manfaatnya ke depan,” paparnya.
ADVETORIAL