Kendari – Sejumlah kepala sekolah (Kepsek) di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang di non job Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memang tidak disarankan oleh tim asesmen.
Hal itu disampaikan oleh Psikolog Nurhaerani Haeba yang menjadi tim asesmen kepala sekolah di Sultra kepada awak media, Rabu (24/5).
“Mohon maaf, kepala sekolah yang dinonjob itu yakni Syafruddin dan yang lain memang tidak disarankan menjadi kepala sekolah walaupun ada yang lulusan S3 atau doktor, karena tidak menutup kemungkinan secara Intelektual tidak memenuhi syarat,” kata Nurhaerani di kantor Dikbud Sultra.
Pernyataan yang disampaikan Nurhaerani itu sekaligus menjawab Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sultra oleh sejumlah eks kepala sekolah SMA dan SMK yang dipimpin Safruddin karena tak terima dicopot.
Menurut Nurhaerani, asessmen adalah satu satu bentuk penilaian uji kompetensi bagi pejabat atau kepala sekolah untuk diketahui kemampuan manajerialnya.
Dalam assessmen psikologi mengungkap tiga aspek penilaian, yakni aspek kemampuan intelektual, kedua sikap kerja, dan ketiga karakter kepribadian.
“Nah dari tiga aspek ini yang terpenting adalah aspek kepribadian untuk mengungkap kemampuan manajerial, seperti mengelola kelompok, memimpin sekolah atau instansi tertentu,” jelasnya.
Nurhaerani menerangkan, ada kriteria untuk mengeluarkan tiga hasil dari assessment tersebut, yakni disarankan, dipertimbangkan, dan tidak disarankan.
“Nah kalau sudah kategori tidak disarankan itu berarti tiga aspek ini tidak masuk. Mohon maaf, walaupun dia juga doktor, tidak menutup kemungkinan secara Intelektual tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Nurhaerani menjelaskan, tiga komponen itu tidak dimiliki oleh Safruddin Cs atau kepala sekolah yang dinonjob sehingga tidak sarankan untuk menjadi kepala sekolah atau yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin .
Selain itu, ada hal-hal klinis yang dilihat dalam assessment tersebut namun hal ini tidak bisa diungkap ke publik karena berkaitan dengan aib seseorang.
“Mohon maaf, kami juga punya kode etik. Hasil klinis ini tidak dapat saya buka di depan umum, kecuali atas permintaan pengadilan atau aparat penegak hukum lainya, saya siap secara professional untuk menyampaikan,” kata dia.
Nurhaerani mengungkapkan bahwa hasil assessmen Safruddin Cs itu sangat fatal, bukan hanya bermasalah secara pribadi bagi kepala sekolah tapi dikuatirkan dapat berdampak buruk bagi guru lainya dan masa depan anak-anak sekolah.
“Mohon maaf sekali lagi, bagi yang tidak disarankan jadi kepala sekolah, memang betul-betul tidak layak. Setelah dievaluasi selama satu bulan dari hasil assessmen itu, Syafruddin Cs itu memang tidak layak diangkat kembali menjadi kepala sekolah karena mereka tidak bisa menerima atau legowo untuk dinonjobkan,” pungkas Nurhaerani.
Kadis Dikbud Sultra Yusmin mengatakan tidak mengintervensi hasil dari assessmen para kepala sekolah tersebut, sehingga mereka yang disarankan maupun tidak disarankan menjadi kepala sekolah merupakan murni dari hasil penilaian psikolog.
“Saya sangat sayangkan teman-teman saya Pak Safruddin Cs melakukan aksi keberatan di gedung DPRD bahkan sudah melayangkan laporan gugatan di PTUN Kendari. Saya tidak melarang, silahkan kalian gugat karena itu adalah hak kalian, tapi nanti kita buka semua di depan pengadilan, seperti apa hasil assessmen para eks kepala sekolah yang di nonjob itu,” kata Yusmin.
Yusmin juga mengungkapkan dan menyayangkan tindakan Safruddin yang sudah dinonjob namun diduga masih berani mencairkan dana bos puluhan juta rupiah tanpa sepengetahuan bendara sekolah.
“Jika ini benar, saya kira ini sudah perbuatan melanggar hukum, apalagi tanpa sepengtahuan bendahara sekolah dan dalam posisi sudah tidak menjabat lagi sebagai kepala SMKN 4 Konawe. Saya minta ini segera dikembalikan, jika tidak, kita akan laporkan ke aparat penegak hukum,” tegas Yusmin.
Sementara itu, Kepala SMKN 4 Konawe Irwan yang menggantikan Safruddin dan kepala KCD Idrus Jafar juga menyampaikan jika dana BOS untuk semester pertama di kas Bank BPD Konawe sudah nihil atau dalam posisi nol rupiah.
“Kami sudah laporkan secara tertulis kepada Kadis Dikbud Sultra bahwa dana BOS sekolah kami untuk semester pertama sudah dicairkan oleh Safruddin tanpa sepengetahuan bendahara sekolah, padahal Pak Safruddin sudah tidak menjabat lagi sebagai kepala sekolah di SMKN 4 Konawe,” ungkap Irwan didampingi Idrus Jafar.
Menurut Irwan, dana BOS yang telah dicairkan Safruddin itu sebanyak Rp 98 juta, namun yang telah dikembalikan baru sebanyak delapan juta rupiah.
Padahal dana BOS tersebut akan gunakan dalam waktu dekat untuk ujian sekolah dan penerimaan siswa baru serta kegiatan lain seperti Poseni dan kebutuhan sehari-hari di sekolah.
“Kami terpaksa memakai biaya sendiri untuk kebutuhan sekolah sehari-hari karena dana BOS kami sudah habis,” kata Irwan.
Senada dengan itu, KCD Konawe Idrus Jafar juga mengakui jika dana BOS SMKN 4 Konawe sudah dicairkan Safruddin tanpa dikatehui bendahara sekolah.
“Saya kira ini suatu pelanggaran hukum yang dilakukan eks kepala SMKN 4 Konawe yang telah mencairkan dana BOS tanpa diketahui bendahara dan sudah tidak menjabat lagi sesuai SK Kadis Dikbud Sultra. Ini harus dipertanggungjawabkan agar tidak berujung hingga ke ranah hukum,” pungkasnya.
Editor: Wiwid Abid Abadi