Konawe Utara – Aktivitas pertambangan PT Primastian Metal Pratama (PMP) di Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), menuai sorotan tajam.
Perusahaan ini diduga kuat melakukan penambangan tanpa izin resmi serta menyerobot kawasan hutan produksi di luar izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).
Ketua Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konawe Utara, Jefri, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti awal terkait aktivitas ilegal PT PMP yang beroperasi di area tumpang tindih antara lahan PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ) dan celah hutan yang diduga belum berstatus APL (Area Penggunaan Lain).
“Kami menduga PT PMP melakukan penambangan tanpa RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) dari Kementerian ESDM. Parahnya lagi, mereka diduga menggali di kawasan hutan tanpa IPPKH yang sah,” tegas Jefri saat dikonfirmasi, Sabtu (28/6).
Ia menilai jika aktivitas tersebut terbukti, maka PT PMP telah melakukan pelanggaran serius terhadap Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang mengatur bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi dapat dipidana penjara dan denda miliaran rupiah.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, ini pidana murni. Kami akan segera membuat laporan resmi ke aparat penegak hukum agar ditindaklanjuti,” tambahnya.
Menurut Jefri, pihaknya juga menemukan indikasi bahwa PT PMP membuka jalur koridor di antara wilayah kerja mereka dan PT BSJ, yang diduga tidak memiliki izin pemanfaatan lahan.
Koridor ini dicurigai digunakan untuk mengangkut ore nikel keluar dari lokasi tambang dengan menghindari pengawasan.
“Bisa jadi koridor itu dimanfaatkan untuk mengaburkan asal-usul ore. Jika benar, ini modus manipulasi dokumen asal barang dan pelanggaran rantai distribusi,” kata Jefri, yang juga dikenal sebagai aktivis HMI dan lulusan Magister Manajemen.
P3D Konawe Utara kini tengah menyusun investigasi lanjutan untuk mengurai seluruh dugaan pelanggaran yang dilakukan PT PMP, mulai dari aspek kehutanan, perizinan pertambangan, hingga aktivitas operasional di lapangan.
“Dalam waktu dekat kami akan cek langsung ke lokasi dan menyisir dokumen-dokumen terkait. Jika tidak ada RKAB, tidak ada IPPKH, dan tidak ada AMDAL yang sah, maka PT PMP harus segera dihentikan,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, media ini masih berupaya menghubungi pihak PT PMP maupun Dinas ESDM Sultra untuk mendapatkan konfirmasi resmi terkait tudingan tersebut.
Editor: Redaksi