Konawe – Janji tinggal janji. PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk, hingga kini belum juga merealisasikan pembangunan pabrik pengolahan feronikel di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Padahal, produksi nikel perusahaan tersebut terus melonjak tajam, bahkan menembus angka 6,4 juta metrik ton pada kuartal IV tahun 2024.
Alih-alih membangun smelter sebagaimana dijanjikan, PT SCM justru gencar mengeruk kekayaan alam Routa. Produksi masif ini terdiri dari 3,4 juta ton nikel limonit dan 3 juta ton nikel saprolit, seperti dilansir tambang.co.id.
Namun ironisnya, progres pembangunan pabrik feronikel dan pabrik lithium yang sempat digaungkan sebelumnya justru tak terdengar lagi kabarnya.
Yang kini ramai bukanlah kabar pembangunan industri pengolahan nikel, melainkan menjamurnya izin usaha pertambangan (IUP) baru.
Belasan kontraktor tambang dilaporkan telah aktif beroperasi dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT SCM.
Parahnya, kawasan hutan lindung yang seharusnya menjadi benteng ekologis justru menjadi sasaran eksploitasi.
“Janjinya begitu (bangun smelter). Tetapi masyarakat tidak diberikan akses untuk melihat atau memantau secara langsung progres pembangunannya karena perusahaan sangat tertutup,” ungkap seorang tokoh pemuda Routa yang enggan disebutkan identitasnya, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (25/5).
Menurutnya, hingga kini tak ada pihak eksternal, baik dari masyarakat maupun pemangku kepentingan lokal, yang diperkenankan memverifikasi langsung keberadaan proyek smelter tersebut.
Ia pun tidak bisa meyakini janji perusahaan tersebut akan terealisasi sesuai jadwal.
Karena menurutnya, tidak ada pihak eksternal yang memiliki akses masuk ke areal tersebut.
“Sehingga janji pembangunan smelter itu masih sebatas ‘obat telinga’ saja agar mereka leluasa mengeruk keuntungan dari kekayaan alam Routa tanpa gangguan dari masyarakat setempat,” lanjutnya.
Bukan hanya soal janji yang mangkrak, dampak nyata dari aktivitas pertambangan PT SCM mulai dirasakan masyarakat.
Warga di lingkar tambang kini menghadapi ancaman banjir lumpur, sebuah bencana ekologis yang muncul seiring meningkatnya kerusakan lingkungan akibat eksploitasi besar-besaran.
Padahal, sejak awal Pemerintah Kabupaten Konawe menyambut kehadiran PT SCM dengan tangan terbuka.
Sekretaris Daerah Konawe, Ferdinand, bahkan sempat memimpin rombongan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengunjungi lokasi yang diklaim sebagai area pembangunan pabrik, pada Juli 2022 silam.
“Kami mengajak semua pihak, mari kita dukung program pemerintah ini dalam rangka masuknya investasi di daerah,” ujar Sekda kala itu, penuh harap.
Namun dua tahun berlalu, dukungan tersebut tampaknya belum berbuah hasil. Kecuali, tentu saja, bagi perusahaan yang terus menikmati hasil tambang dari tanah Routa.
Kini, publik bertanya-tanya: benarkah akan ada pabrik feronikel dibangun, atau semua ini hanya strategi perusahaan untuk meredam resistensi dan memuluskan operasi tambang mereka? Sebab sampai saat ini, satu-satunya yang nyata hanyalah truk-truk pengangkut nikel, dan bukan fondasi smelter seperti yang dijanjikan.
Editor: Redaksi