Kendari – Dua perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara (Sultra) PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS) dan PT Stargate Pacific Resources, mendapat sorotan tajam dari DPRD Sultra setelah mangkir dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III pada Senin, 20 Oktober 2025.
Rapat tersebut seharusnya membahas dugaan penerobosan dan penguasaan tanah adat masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe Utara. Namun, absennya kedua perusahaan membuat agenda klarifikasi tidak berjalan maksimal.
Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suleha Sanusi, menegaskan bahwa lembaganya akan terus berpihak pada kepentingan rakyat.
“Saya di sini berbicara semata-mata untuk kepentingan masyarakat, tidak ada sedikit pun untuk kepentinganku,” ujarnya di hadapan perwakilan Pemda Konut, dinas terkait, dan tokoh adat.
Wakil Ketua Komisi III, Aflan Zulfadli, menambahkan bahwa DPRD akan mengirimkan surat pemanggilan kedua. Jika panggilan tersebut kembali diabaikan, dewan akan menggunakan hak panggil paksa sesuai ketentuan undang-undang.
“DPRD tidak akan membiarkan perusahaan mengabaikan panggilan lembaga negara,” tegasnya.
Menurut Aflan, RDP lanjutan nantinya akan difokuskan pada pembahasan data dan pemetaan tumpang-tindih antara izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan dengan tanah ulayat masyarakat adat.
“Kita akan lihat posisi overlapping-nya agar jelas. Tanah ulayat bersifat komunal, tidak bisa dikelola secara sepihak,” katanya.
Sekda Konawe Utara yang turut hadir dalam rapat mengungkapkan adanya kebingungan terkait batas wilayah antara blok Matarape dan blok Marombo.
“Kami mempertanyakan dasar pemasangan plang di blok Matarape yang ternyata mengacu pada blok Marombo. Ini perlu diluruskan,” ujarnya.
Dari pihak Kantor Pertanahan/BPN Konut, diakui bahwa data koordinat resmi atas wilayah yang disengketakan belum tersedia. BPN meminta agar seluruh pihak menyerahkan data lengkap pada pertemuan berikutnya.
Sementara itu, Kabid Penyuluhan Dinas Kehutanan Sultra, Abd Aman Hega, menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi mencakup dua aspek, yaitu hutan adat dan tanah adat.
“PT Stargate telah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), namun PT TMS belum memiliki izin tersebut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pengakuan terhadap hutan adat di kawasan hutan harus mengacu pada regulasi Kementerian Kehutanan. Ia juga menyarankan Pemda Konut membentuk tim verifikasi jika klaim masyarakat adat terbukti sah.
Komisi III DPRD Sultra berencana menjadwalkan ulang RDP setelah seluruh data administratif dan koordinat wilayah diterima.
DPRD menegaskan komitmennya untuk menghadirkan semua pihak terkait, demi memastikan penyelesaian sengketa tanah adat Tolaki berlangsung adil dan transparan.
Editor: Denyi Risman








