Berita  

PT WIN Dituntut Hentikan Tambang di Dekat SD, Warga: Anak Kami Terancam!

Puluhan warga Desa Torobulu yang berunjuk rasa di kantor PT WIN. Foto: Dok. Istimewa.

Konawe Selatan – Puluhan warga Desa Torobulu yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Lingkungan dan Hak Asasi Manusia (APEL HAM) menggelar aksi unjuk rasa di kantor PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), Kamis (30/1).

Mereka menuntut perusahaan tambang tersebut menghentikan aktivitas penambangan di dekat SD Negeri 12 Laeya dan area permukiman warga.

Aksi ini dipicu oleh kekhawatiran warga terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan PT WIN, terutama risiko tanah longsor di sekitar sekolah.

Selain itu, warga juga mendesak perusahaan untuk menunjukkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai bukti legalitas operasionalnya.

Ayunia Muis, salah satu warga yang turut berunjuk rasa, menegaskan bahwa aktivitas tambang di dekat sekolah bukan kali pertama dilakukan PT WIN. Bahkan, pada 2019 lalu, operasi tambang perusahaan ini menyebabkan tanah di belakang sekolah mengalami penurunan.

“Aktivitas PT WIN bukan kali ini saja, pernah dilakukan di tahun 2019 yang mana kondisi pasca tambang perusahaan menyebabkan tanah di belakang sekolah semakin turun, apalagi di dekatnya ada aliran sungai,” ujarnya.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh Nurhidayah, seorang ibu yang anaknya bersekolah di SDN 12 Laeya. Ia takut galian tambang PT WIN dapat memicu longsor dan mengancam keselamatan anak-anak.

“Sebagai orang tua, saya merasa khawatir takutnya nanti anak-anak kami itu bermain di samping galian takutnya tiba-tiba longsor. Tidak bisami kami hirup udara segar,” ungkapnya.

Selain mengancam keselamatan siswa, aktivitas tambang PT WIN juga berdampak pada lingkungan sekitar. Air laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan setempat menjadi keruh, mengancam mata pencaharian mereka.

Hermina, warga lainnya, menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui AMDAL PT WIN. Ia menilai perusahaan seharusnya melibatkan warga dalam setiap proses penerbitan izin tambang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kita harus tahu juga bagaimana AMDAL-nya, bukan hanya Torobulu tapi desa-desa lain yang terdampak dari aktivitasnya. Sepengetahuan saya bahwa masyarakat perlu dilibatkan karena kita yang akan merasakan dampaknya,” tegasnya.

Ia juga mendesak PT WIN menunjukkan serta menyosialisasikan dokumen lingkungan hidup atas aktivitas penambangannya serta menghentikan segala bentuk intimidasi warga Desa Torobulu yang memperjuangkan lingkungan hidup.

Tuntutan warga ini diperkuat oleh kuasa hukum mereka, Muhammad Ansar. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan mereka.

“Ada dua hal yang bisa dilihat, yaitu aspek materiil dan aspek formil. Aspek formilnya berkaitan dengan proses penerbitan izin, dalam proses penerbitan izin memerlukan partisipasi dari warga. Apakah proses penerbitan izinnya sah atau tidak? Kalau ia melakukannya dengan melibatkan seluruh warga, kenapa kemudian warga mempertanyakan dokumen itu?” jelasnya.

Hingga aksi berakhir, PT WIN tetap bungkam dan tidak mengabulkan tuntutan warga. Masyarakat Torobulu pun bersikeras meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitas tambang di dekat sekolah dan permukiman.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!