Rakyat Kecil Menjerit, Tarif Damri Kendari-Mawasangka Tembus Rp200 Ribu!

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jejeran Laskar Anak Pulau berdiri di atas mobil angkot saat menggelar aksi di depan Kantor Perum Damri Cabang Kendari, Rabu (19/3). Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Udara panas tak menghalangi amarah puluhan mahasiswa yang tergabung dalam sebuah organisasi Jejeran Laskar Anak Pulau berdiri tegak di depan Kantor Perum Damri Cabang Kendari dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (19/3).

Mereka bukan sekadar berorasi, tetapi menyuarakan jeritan rakyat kecil yang kian tercekik oleh kenaikan tarif Damri rute Kendari-Mawasangka yang melonjak tanpa ampun, mendekati arus mudik lebaran.

Seperti ritual tahunan yang tak terelakkan, harga tiket Damri kembali merangkak naik. Dari Rp160 ribu, kini penumpang harus merogoh kocek hingga Rp200 ribu.

Lonjakan ini, bagi mahasiswa yang kerap pulang kampung menggunakan Damri, bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan beban yang makin menyesakkan.

“Kami jujur yang dari Mawasangka ini selalu pulang pakai Damri, dan sangat terpukul dengan harga yang terus naik tiap momen arus mudik lebaran,” seru salah satu orator, suaranya bergetar di tengah panasnya aspal kota.

Jumaldin, selaku koordinator lapangan, menegaskan bahwa kenaikan ini bukan sekali atau dua kali terjadi. Hampir setiap tahun, Damri seolah mengulang skenario yang sama: menjelang mudik, tarif melambung.

“Sebagai warga kecil, kami merasa ekonomi kami tercekik dengan harga begini,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Tak hanya soal tarif penumpang, mahasiswa juga menyoroti biaya penitipan barang yang dinilai tak memiliki standar jelas. Mereka menuding ini sebagai bentuk kesewenang-wenangan yang semakin memperparah kondisi.

“Bahkan dos kecil pun harganya sampai 50 ribu,” kata seorang mahasiswa yang ikut dalam aksi protes.

Pihak Damri Angkat Bicara

Di tengah gelombang protes, General Manager Perum Damri, Sadi, memberikan klarifikasi. Menurutnya, kenaikan tarif bukanlah keputusan sepihak, melainkan sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku.

“Secara birokrasi memang tarif tersebut berdasarkan SK Gubernur nomor 27 tahun 2023 hasil revisi dari aturan sebelumnya, Pergub nomor 78 tahun 2014 yang baru diterapkan tahun ini,” jelasnya.

Berdasarkan aturan tersebut, tarif resmi rute Kendari-Mawasangka sejauh 257 km memang ditetapkan sebesar Rp160 ribu. Namun, faktanya di lapangan, harga yang harus dibayar penumpang berbeda.

Sadi juga menegaskan bahwa Damri tidak bertindak sewenang-wenang dalam menentukan tarif. Semua, katanya, sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Kami juga tidak mungkin sewenang-wenang, semua sudah sesuai peraturan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Terkait biaya penitipan barang yang dipersoalkan mahasiswa, Sadi menegaskan bahwa pihaknya memiliki standar operasional yang harus diikuti oleh para pengguna jasa.

“Kami sudah punya standar operasional, dan kami minta tolong lakukan pengiriman sesuai prosedur,” tambahnya.

Dishub Akan Kembali Mengecek Kebenaran di Lapangan

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sultra, Muhamad Rajulan, mengaku sudah menghubungi pihak Perum Damri untuk mengklarifikasi perihal kenaikan tarif ini.

“Saya sudah hubungi tadi, dan mereka mengatakan masih pakai tarif yang lama,” ujarnya singkat.

Namun, melihat polemik yang terjadi di lapangan, ia berjanji akan segera melakukan koordinasi lebih lanjut untuk memastikan apakah memang ada permainan dalam kenaikan tarif ini atau hanya sekadar miskomunikasi.

“Kami akan koordinasikan kembali terkait hal ini, untuk memastikan kembali informasi dari teman-teman dan juga pihak Damri,” tutupnya.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!